(IslamToday ID) – Pakar telematika Roy Suryo menyebut KPU melanggar undang-undang lantaran bekerja sama dengan perusahaan Alibaba yang berpusat di China terkait pengadaan claud aplikasi Sirekap. Menurutnya, pengakuan KPU ini menjadi indikasi awal terbukanya kebobrokan lainnya menyangkut penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Ini merupakan pelanggaran dari undang-undang perlindungan data pribadi nomor 27 tahun 2022 yang meskipun dia (KPU) bisa berkilah undang-undang itu baru berlaku tahun ini, namun itu namanya pelanggaran tetap. Karena data-data penduduk kita yang ada pada silon, yang ada pada sipol itu semua diletakkan di cloud yang ada di luar negeri. Jadi ini sudah bocor semua datanya di luar negeri,” kata Roy seperti dikutip dari YouTube Official iNews, Jumat (15/3/2024).
Dari kejadian tersebut, Roy menyayangkan tindakan KPU yang pada akhirnya mengakui tetapi harus melalui mekanisme persidangan terlebih dahulu. Padahal sebelumnya jajaran komisioner KPU mengaku apabila data masyarakat Indonesia tidak ada yang disimpan bahkan bocor ke luar negeri.
“Ini pelanggaran yang efeknya bisa pidana, apalagi sekarang sudah ada undang-undang perlindungan data pribadi. Jadi ini nggak sederhana, ini persoalan besar yang nantinya bisa menimbulkan distrust masyarakat kepada hasil KPU,” tuturnya.
Roy lantas menduga latarbelakang yang mendasari tindakan KPU tidak mau terbuka terhadap publik mengenai berbagai informasi terkait data pemilih lantaran mereka menyembunyikan kebohongan yang berhubungan dengan kecurangan pemilu.
“Ini merupakan cikal bakal kebohongan kecil yang nantinya akan menjadi kebohongan besar yang akan menimbulkan distrust hasil pemilu. KPU ini membahayakan tidak hanya dirinya sendiri, tapi juga masyarakat dan demokrasi kita,” ucap Roy.
Dengan adanya insiden ini, Roy mengaku takut apabila nantinya setelah diputuskan siapa pemenang pemilu pihak yang kalah maupun yang menang bisa melakukan gugatan.
“Gugatannya kemudian bukan hanya bisa diputuskan di MK, tapi bisa juga diputuskan di internasional karena ada campur tangan asing di dalam pemilu kita. Meski hasil dari Sirekap ini tidak officialy digunakan tapi yang digunakan adalah hasil perhitungan berjenjang. Tapi masalahnya siapa sekarang yang bisa mengontrol penghitungan berjenjang? Karena penghitungan manual berjenjangnya tidak bisa kita monitor lebih dari delapan hari sekarang,” bebernya. [ran]