(IslamToday ID) – Pakar hukum tata negara UGM, Zainal Arifin Mochtar menyebut upaya yang dilakukan Presiden Jokowi untuk memperpanjang dan melanggengkan kekuasaan dengan berbagai cara membawa dampak positif bagi kubu oposisi yang selama Jokowi berkuasa tidak pernah terlihat kiprahnya.
“Cara Pak Jokowi seperti ini membangkitkan kembali semangat oposisi yang mati. Sembilan tahun lima bulan semenjak kekuasaannya tidak ada oposisi yang memadai. Ada satu dua tapi semacam angin lalu,” kata Uceng sapaan akrab Zainal Arifin Mochtar dikutip dari YouTube Novel Baswedan, Kamis (28/3/2024).
“Di tingkat partai politik, DPR pun tidak. Di tingkat guru besar tingkat fragmentasinya cukup tinggi, bahkan masyarakat sipil juga begitu. Apa yang terjadi sekarang menyatukan kembali semangat oposisi yang terserak,” lanjutnya.
Semangat oposisi itu, dikatakan Uceng, terlihat dari kali pertama dalam sembilan tahun atau selama Jokowi berkuasa lebih dari 100 universitas guru besarnya turun, DPR kembali membahas soal hak angket. Dan satu-satunya pembicaraan hak angket hanya menyangkut KPK.
“Ini panggilan agar oposisi kembali dikuatkan. Siapa pun yang terpilih menjadi presiden, oposisi harus kuat. Karena oposisi itu salah satu cara untuk mengawasi, melimitasi kekuasaan yang digunakan terlalu serampangan. Kalau oposisi kuat biasanya kekuasaan itu akan tertahan,” jelasnya.
Untuk pemerintahan ke depan dirinya belum bisa memastikan apakah oposisi akan kuat di tengah godaan tawaran kursi menteri tentu akan sangat menggiurkan. Dan tidak menutup kemungkinan banyak partai yang akan balik badan dan bergabung dengan koalisi pemerintahan.
“Semau belum terkatakan, tapi per hari ini ada oposisi yang relatif lebih kuat. Ada guru besar, ada masyarakat sipil yang relatif lumayan kuat, ada pengawasan masyarakat yang mulai berjalan, dan ada partai politik,” kata Uceng.
Adanya oposisi sekarang, sambungnya, meski tidak sekuat dan seluar biasa yang diinginkan tetapi paling tidak sudah muncul. Ini tentu saja merupakan progres positif dibanding dengan sembilan tahun lalu yang fungsi oposisi benar-benar mati.
“Saya kira meski oposisi sekarang tidak kuat, kurang luar biasa, iya. Bahkan bisa jadi pragmatis, bisa jadi tertawan, tersandera. Tapi paling tidak itu sekarang ada. Yang harus kita lakukan adalah memperkaya kekuatan oposisi ini, karena kalau kita tinggalkan kemungkinannya mereka terfragmentasi sebab tidak ada pelindung. Kalau itu terjadi mereka akan pulang ke tempat masing-masing,” pungkasnya. [ran]