ISLAMTODAY — Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri mengkritisi kinerja ekonomi pemerintahan Presiden Jokowi. Indonesia dalam sejarahnya tidak pernah bergantung pada investasi asing sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah hari ini.
Sebuah diagnosis yang salah jika pemerintah menjadikan investasi sebagai biang keladi stagnasi ekonomi Indonesia. Investasi asing di Indonesia relatif tinggi bahkan setara dengan Korea dan negara berpenghasilan menengah atas (Upper Middle Income).
“Biang keladi ekonomi melambat (didiagnosis) oleh Pak Jokowi adalah investasi. Padahal ini salah diagnosis,” kata Faisal Basri dalam Refly Harun PODCAST edisi Selasa 16 Agustus 2022.
“Investasi di Indonesia tergolong relatif tinggi setara dengan Korea dan ‘Upper Middle Income’,” jelas Faisal.
Indonesia merupakan negara yang tidak pernah bergantung pada investasi asing. Besaran investasi asing di Indonesia cukup kecil hanya belasan persen.
“Kita sepanjang sejarah Republik Indonesia tidak pernah mengandalkan investasi asing, kecil sekali (persentasenya) makanya nggak usah ngemis-ngemis ke luar,” ucap Faisal.
Faisal juga mengingatkan bahwa Indonesia sangat berbeda dengan sejumlah negara lainnya di ASEAN yang sangat bergantung pada asing. Sebut saja Vietnam, Thailand, dan Malaysia ketiga negara tersebut sangat bergantung pada asing bahkan persentasenya mencapai 40%.
“Sekali lagi saya menggarisbawahi, Indonesia tidak pernah sangat bergantung pada investasi asing seperti Vietnam, seperti Malaysia, Thailand itu ketergantungan pada asingnya cukup besar,” ungkap Faisal.
Kesalahan diagnosis ini memunculkan sejumlah kesalahan lain seperti berdirinya sejumlah kementerian dan lembaga khusus investasi. Mulai dari Kementerian Kemaritiman dan Investasi (Marinves), Kementerian Investasi/ Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) hingga Satgas Waspada Investasi (SWI) yang anggotanya terdiri atas 12 kementerian dan lembaga.
Belum lagi munculnya Undang-undang Omnibus Law dengan harapan mampu mengundang minat dan daya tarik asing ke Indonesia. Padahal keberadaannya justru makin memperburuk kondidi Indonesia.
“Jadi salah diagnonis, salah diagnosis ini membuat semakin lama semakin buruk,” ucap Fasial.