ISLAMTODAY — Beredarnya wacana Presiden Jokowi akan mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden menuai reaksi keras sejumlah pihak. Seorang presiden dua periode dinilai tak etis jika mencalonkan diri kembali ke kursi kekuasaan termasuk menjadi wakil presiden.
“Selain melanggar etika politik, secara teoritik upaya itu telah melecehkan seluruh pakar hukum tata negara di dunia,” ungkap Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, dilansir dari RMOL (16/9).
“Dari Van Vollehhoven, Utrech hingga Jimly Asshiddiqie,” jelasnya.
Wacana tersebut tidak hanya melanggar etika politik namun juga melanggar logika hukum. Berdasarkan tafsir a contrario atau dalam terminologi fiqih politik disebut mafhum muwafaqah yang melarang presiden dua periode untuk maju kembali.
Ubedilah menegaskan jika pada akhirnya Jokowi nekad mencalonkan diri maka motif pencalonan tersebut harus diungkap.
“Jika upaya pencalonan Jokowi jadi cawapres ngotot dilakukan, itu maknanya ada semacam motif jahat untuk dibuka, mengapa ingin terus berkuasa?,” tutur Ubedilah.
Wacana ini berawal dari pernyataan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (Jubir MK), Fajar Laksono tentang tidak ada peraturan yang melarang jika Presiden Jokowi akan mencalonkan diri sebagai cawapres pada Senin (12/9).
“Kalau itu secara normatif boleh saja. Tidak ada larangan, tapi urusannya jadi soal etika politik saja menurut saya,” ujar Fajar dilansir dari cnn Indonesia (12/9/2022).