ISLAMTODAY ID— Pembangunan tata kota dalam Islam sangat memperhatikan sisi ukhrawi. Ada bebrapa langkah yang dilakukan Rasulullah dalam menata Madinah.
Rasulullah Muhammad mengubah nama kota Yastrib tersebut menjadi Madinah. Perubahan nama tersebut menandai berlakunya sistem baru.
Episode hijrahnya Rasulullah Muhammad ke Madinah menjadi awal pembentukkan tata kota Islam.
“Yatsrib pun berubah nama menjadi Madinah. Perubahan yang jelas ini sengaja diupayakan oleh Rasul, atas dasar dakwah kepada Islam,” kata Peneliti Sultanate Institute, Ustadz Muhammad Furqon Faiz kepada ITD pada 6 Desember 2021.
Kejelian Rasulullah itu dirangkum dalam sebuah buku berjudul Al-Madinah Al-Isamiyah karya Prof. Muḥammad ʻAbd al-Sattār Uthman. Perubahan nama diikuti dengan pembangunan masjid.
“Islam tidak hanya berfokus pada dimensi spiritual saja, namun kedua dimensi, spiritual dan material saling berpadu dalam tata kota Islam,” ungkap Ustadz Furqon.
Ustadz Furqon menjelaskan pembangunan masjid diikuti dengan pembangunan permukiman. Dalam hal ini Rasulullah tidak asal melakukan pembangunan permukiman.
Permukiman yang berlokasi di dekat Masjid Nabawi dan juga tempat tinggal Rasulullah itu dikelilingi oleh para pendukung Rasulullah. Para kaum Muhajirin dan kaum Anshar pun menempati lahan di sekeliling masjid yang berlokasi di perkampungan Bani An-Najjar itu.
“Demikianlah pula Nabi berhasil menyatukan kekuatan Bani An-Najjar dengan kekuatan Muhajirin serta kaum Anshar lainnya,” jelasnya.
Rasulullah memiliki alasan utama di balik pengelompokkan permukiman. Salah satunya dengan mempertimbangkan riwayat antar kabilah-kabilah yang saling berseteru.
Perseteruan antar kabilah pada masa pra Islam adalah hal yang sering terjadi. Oleh karenanya tidak heran jika di setiap kabillah selalu ditemukan benteng-benteng kecil.
“Tiap pemukiman terdiri dari komplek hunian, kebun, dan gardu pertahanan yang jumlahnya mencapai 59 buah,” tuturnya.
Rasulullah juga memperhatikan tentang aspek kebutuhan penduduk, dengan cara membangunkan sebuah pasar. Pasar tersebut berlokasi di tanah lapang seluas 500 X 100 meter yang membentang dari Masjid Al- -Ghamamah hingga kaki Gunung Sala’.
Sebelum pindah pasar menempati lahan Baqi Zubair. Namun karena seorang Yahudi melakukan sabotase dengan cara memotong tali tenda, Rasulullah memidahkannya.
“Mulanya pasar berlokasi di Baqi’ Zubair, namun Ka’ab bin Al-Asyraf si Yahudi menolak lokasi itu dengan cara memotong tali-tali tenda,” ujar Ustadz Furqon.
Setelah penataan bangunan masjid, permukiman dan pasar, Rasulullah juga melengkapinya dengan membangun jalan kota. Jalan utama dan jalan sekunder ditata lebar jalannya.
Ustadz Furqon menjelaskan lebar jalan utama mencapai 10 hasta sementara lebar jalan sekunder berkisar antara 5 sampai 6 hasta.
Rasulullah juga memperhatikan aspek pertahanan kota. Mulai dari pembangunan parit di sebelah utara kota hingga penguatan dinding-dinding yang berdekatan dengan musuh.
“Selain itu, ada juga kamp militer sebagai tempat konsentrasi pasukan, yaitu di Al-Jurf, tempat perkemahan pasukan Usamah bin Zaid dan pasukan Mu’tah,” tutur Ustadz Furqon.
Rasulullah juga melengkapi kota dengan sejumlah fasilitas umum mulai dari rumah sakit (tenda) untuk korban perang, wc umum hingga rumah khusus untuk tamu-tamu kenegaraan.
Penulis: Kukuh Subekti