ISLAMTODAY ID— Perayaan Idul Fitri pada masa Kesultanan Demak tak lepas dari pesan-pesan dakwah. Tradisi-tradisi yang dilaksanakan pada hari lebaran seperti Syawalan dan Ba’da Kupat misalnya merupakan wujud islamisasi masyarakat Jawa.
Syawalan
Tradisi Syawalan umumnya diadakan setiap tanggal 7 Syawal, dan berlangsung sejak era Kesultanan Demak. Ikhtiar islamisasi tradisi selamatan laut itu berlaku sejak era Hindu.
“Tradisi syawalan ini secara khusus hanya dilaksanakan di Kesultanan Demak saja (dan) seringkali dikenal tradisi selamatan laut atau sedekah laut,” kata Susiyanto dikutip dari laman youtube, Student Rihlah Indonesia edisi 15 April 2022.
Tradisi sedekah laut mengalami sejumlah islamisasi, fungsinya pun telah berubah tidak lagi untuk keperluan tolak bala. Sebuah tradisi yang dilakukan oleh umat Hindu penganut Tantrisme itu mengalami perubahan sudut pandang.
Pada saat Islam berkembang di Jawa, sudut pandang mereka tentang makanan dan ritual sedekah laut mengalami perubahan. Mereka tidak lagi menganggap makanan yang dibawa sebagai sesaji, begitupun prosesi sedekah laut.
Dalam sejarahnya sedekah laut memiliki riwayat penting bagi Kesultanaan Demak, ungkapan wujud syukur mereka atas melimpahnya hasil laut Demak. Hal ini mendorong masyarakat Demak untuk melakukan doa dan makan bersama di tengah laut.
“Kerajaan Demak adalah kerajaan maritim yang memiliki banyak pelabuhan, kerajaan ini juga perekonomiannya sangat ditunjang oleh hasil yang berasal dari laut,” ujar Susiyanto yang juga Dosen Universitas Islam Sultan Agung (Unisula), Semarang.
Tradisi sedekah laut era Kesultanan Demak dipusatkan di tiga pantai. Pantai-pantai tersebut adalah Pantai Moro Demak, Pantai Bonang
Tradisi syawalan terus berlanjut hingga era sekarang. Namun esensi tradisi sedekah laut yang dulu dan sekarang itu sangat berbeda jauh.
“Ada perbedaan yang cukup mendasar, antara syawalan hari ini dengan syawalan pada masa Kesultanan Demak,” ujar Susiyanto.
“Karena syawalan hari ini sudah mendapat (dukungan) dari pemda setempat dan digunakan daya tarik wisata,” jelas Susiyanto.
Ba’da Ketupat
Berbeda dengan tradisi syawalan yang diadakan pada tanggal 7 syawal, tradisi ba’da ketupat diadakan pada hari kedelapan syawal. Tradisi ini biasanya diadakan setelah umat Islam menunaikan ibadah puasa enam hari di bulan syawal.
“Tradisi bada kupat seringkali disebut sebagai bada cilik atau lebaran kecil. Ba’da kupat adalah suatu tradisi yang dilaksanakan setelah masyarakat Jawa melakukan puasa enam hari,”
Pelaksanaan ba’da kupat merupakan cara ulama terdahulu berdakwah tentang syariat puasa enam hari di bulan syawal. Puasa ini dilaksanakan sejak tanggal 2 Syawal hingga tanggal 7 Syawal.
Sebagai bahasa simbol bagi masyarakat Jawa, kupat merupakan bahasa simbol yang berasal dari sebuah kerata basa yang memiliki makna tertentu. Kupat merupakan kerata basa ngaku lepat yang berarti mengaku salah.
“Harapannya mereka mendapatkan ampunan dari manusia setelah saling mengakui kekeliruan mereka juga akan mendapatkan ampunan dari Allah,” jelas Susiyanto.
Selain kupat, simbol kedua ialah lepet, makanan yang berbahan baku dari beras ketan. Lepet merupakan kerata basa dari silep kang rapet. Setelah saling memaafkan dan memohon ampunan dari Allah diharapkan setiap individu menjadi pribadi yang lebih baik.
“Setelah mereka bertaubat kepada Allah, setelah mereka meminta maaf kepada sesama manusia, kekeliruan-kekeliruan yang sudah terjadi pada masa sebelumnya, harapannya tidak akan terulang kembali,” tutur Susiyanto.
Penulis: Kukuh Subekti