ISLAMTODAY — Partai komunis Indonesia atau PKI telah menodai kemerdekaan Indonesia. Puncak pengkhinatan PKI terjadi pada 30 September 1965, dengan menculik dan membunuh para Jenderal untuk merebut pemerintahan.
Meskipun pada 1 Oktober 1965 turun perintah penumpasan terhadap PKI, Namun pengaruh PKI di daerah masih sangat kuat.
Salah satunya di Kota Solo, mulai dari jajaran RT/RW, kelurahan, kecamatan hingga, walikota Solo adalah kader PKI. Sehari-hari anggota PKI yang kasar, angkuh, sombong dan ingin senang menang sendiri.
Di kota Solo PKI juga dukungan dari Corps Polisi Militer (CPM), Angkatan Udara, TNI AD dan polisi.
Dengan kekuatan-kekuatan ini, pemuda rakyat yang merupakan sayap organisasi partai tersebut berani melakukan teror pada masyarakat yang anti dengan PKI.
Puncaknya, mereka menculik dan membunuh pemuda marhaen dan pemuda islam pada 22 oktober 1965 di Kawasan kedung kopi, bantaran sungai Bengawan Solo.
Peritiwa ini kemudian di kenal dengan Tragedi Solo Berdarah 22 Oktober 1965 atau Peristiwa Kedung Kopi.
————————————————————————-
Tragedi Kedung Kopi merupakan imbas Gerakan kudeta 30 September yang dilakukan PKI.
Pasca kudeta itu, suasana kota sangat mencekam. Sweping hingga teror sering kali dilakukan oleh para aktivis pemuda rakyat.
Kampung kampung yang menjadi basis Islam seperti Laweyan, Kauman dan perkampungan keturunan Arab di Pasar Kliwon menjadi sasaran teror.
Beragam teror mereka lakukan, mulai dari pengrusakan rumah dengan pelemparan batu.
Sebaliknya, kalangan nasionalis dan islam bersatu. Mereka saling menjaga tiap gang-gang kampung dari teror-teror yang dilancarkan pemuda rakyat dan aktivis PKI.
Keberanian pemuda islam dan nasionalis membuat kader-kader PKI semakin bringas
Mereka kemudian melengkapi diri dengan parang, rantai, balok-balok kayu dan berbagai senjata untuk meneror warga agar diam dirumah dan tidak terpengaruh kabar pembersihan PKI.
Karena sistuasi semakin mencekam aktivis Islam dan nasionalis meminta bantuan RPKAD agar segera masuk ke kota Solo.
Pada 22 Oktober aktivis nasionalis, gerakan pemuda marhaen, pemuda Muhammadiyah dan aktivis Islam lainnya menggelar aksi di Kawasan gladak.
Mulanya aksi unjukrasa berjalan lancar. Tapi siapa sangka aksi ini berujung malapetaka.
Infiltran dari militer yang pro terhadap PKI memprovokasi massa yang hendak pulang untuk kembali ke Kawasan Gladak.
Bagai anak domba yang digiring, massa mengikuti sekenario itu. Setibanya di Gladak mereka diberondong rentetan tembakan.
Situasi kota Solo menjadi mencekam. Jalan Slamet Riyadi berubah menjadi lautan api, beberapa rumah, kios dan pertokoan dirusak dan dibakar.
Simak video ini selengkapnya