(IslamToday ID) – Media lokal China melaporkan Negara Tirai Bambu memperluas cakupan isi RUU Keamanan Nasional di Hong Kong dengan memasukkan organisasi dan individu yang dianggap berbahaya.
RTHK dan South China Morning Post pada Rabu (27/5/2020) menyatakan bukan hanya perilaku atau tindakan yang membahayakan keamanan nasional saja yang diatur, namun juga kegiatan dari organisasi hingga individu.
Alhasil, banyak pihak semakin mengecam dan merasa RUU tersebut hanya sebuah langkah untuk memperburuk kebebasan berpendapat di Hong Kong. RUU yang tengah menjadi kontroversi tersebut kini sedang direvisi.
Padahal sebelumnya, kelompok hak asasi internasional hingga negara-negara Barat telah mengkritik dengan tegas RUU tersebut dengan menggambarkannya sebagai “lonceng kematian” untuk otonomi Hong Kong.
“Pengacara China yang telah menangani kasus-kasus keamanan nasional di masa lalu mengatakan perubahan ini dapat membawa tidak hanya individu, tetapi juga organisasi di bawah ruang lingkup hukum,” lapor RTHK dan South China Morning Post.
Dalam RUU Keamanan Nasional, agen keamanan China bisa membuka cabang di Hong Kong yang bertujuan untuk menargetkan tindakan separatisme, subversi, terorisme, dan campur tangan asing. RUU yang rencananya akan disahkan pada bulan depan tersebut telah memicu protes besar-besaran di Hong Kong sejak tahun lalu.
Sementara itu, kondisi di Hong Kong kian panas menyusul munculnya RUU Keamanan Nasional tersebut. Ratusan polisi antihuru-hara dikerahkan di sekitar gedung parlemen saat demonstran akan menggelar aksi menentang RUU tersebut.
Usulan UU keamanan nasional baru memicu unjuk rasa besar pertama di Hong Kong sejak tahun lalu. Aksi protes menjadi ancaman terbesar kota itu sejak pengembalian Hong Kong ke China oleh Inggris pada 1997.
Para aktivis menilai RUU Keamanan Nasional dapat mengakhiri otonomi di kota paling bebas di China itu. Saat ini Hong Kong masih dijamin dengan kebijakan satu negara dua sistem.
Para diplomat, lembaga dagang dan investor juga membunyikan alarm. Ribuan demonstran bentrok dengan polisi pada Minggu (24/5/2020) dalam protes besar pertama sejak tahun lalu.
Saat menuju stasiun metro dekat gedung Dewan Legislatif (Legco), Kevin (23) khawatir dengan meningkatnya pengaruh Beijing di Hong Kong.
“Ide satu negara, dua sistem hancur. China menyatakan akan bersikeras pada kesepakatan itu, tapi itu bukan masalahnya,” ujar Kevin yang akan mengikuti unjuk rasa.
Aparat telah memasang dinding buatan setinggi 2 meter, penghalang plastik warna biru dan putih yang diisi dengan air mengeliling Legco. Pada tengah malam, polisi berada di taman terdekat, dengan pasukan ditempatkan di luar Legco dan gedung kantor pemerintah pusat. (wip)