(IslamToday ID) – Dewan Keamanan PBB resmi menolak perpanjangan embargo senjata yang diajukan Amerika Serikat (AS) terhadap Iran. Tanpa tindakan lebih lanjut, embargo selama 13 tahun itu akan berakhir pada pertengahan Oktober 2020, sehingga memungkinkan Iran untuk membeli dan menjual senjata konvensional tanpa batasan.
Embargo senjata terhadap Iran pertama kali dijatuhkan pada 2007, jauh sebelum perjanjian nuklir Iran 2015 yang dibuat oleh AS, Inggris, Perancis, Jerman, Rusia, China, dan Iran. Kesepakatan itu, yang menciptakan berakhirnya embargo senjata pada Oktober 2020, memberi Iran kelonggaran sanksi ekonomi dengan imbalan negara itu tidak mengembangkan senjata nuklir.
AS, yang meninggalkan kesepakatan nuklir Iran pada 2018, berpendapat bahwa embargo senjata tidak boleh dibiarkan berakhir, karena Iran terus mendukung organisasi teroris. Tetapi Rusia dan China mengatakan AS tidak memiliki tempat untuk memberikan resolusi pada kesepakatan yang tidak lagi menjadi bagiannya, dan sekutu Eropa menyatakan keprihatinan bahwa memperpanjang embargo akan menyebabkan Iran menarik diri dari kesepakatan tersebut dan mulai mengembangkan senjata nuklir.
Dari 15 negara Dewan Keamanan, 11 negara abstain, dengan dua suara mendukung dan dua suara tidak. AS membutuhkan sembilan suara untuk menang, tetapi Rusia dan China (dua negara yang memberikan suara tidak) masing-masing memiliki hak veto dan akan mampu mengalahkan resolusi tersebut, bahkan jika disahkan. Republik Dominika adalah satu-satunya negara yang memberikan suara mendukung AS.
“Hasil pemungutan suara di #UNSC tentang embargo senjata terhadap Iran menunjukkan, sekali lagi, isolasi AS,” tweet Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif setelah pemungutan suara.
“Pesan Dewan: Tidak untuk Unilateralisme,” imbuhnya seperti dikutip di CBS News, Sabtu (15/8/2020).
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo mengecam pemungutan suara itu. “Kegagalan Dewan Keamanan untuk bertindak tegas dalam mempertahankan perdamaian dan keamanan internasional tidak dapat dimaafkan,” katanya.
“Ia menolak resolusi yang masuk akal untuk memperpanjang embargo senjata selama 13 tahun terhadap Iran dan membuka jalan bagi negara sponsor terorisme terkemuka dunia untuk membeli dan menjual senjata konvensional tanpa pembatasan khusus PBB untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade,” sambung Pompeo.
Gedung Putih sekarang memiliki pilihan mengejar garis keras yang semakin meningkat terhadap Iran, atau menjalin kompromi dengan sekutu Eropa yang mengatakan mereka akan mempertimbangkan perpanjangan embargo sementara.
AS telah mengancam akan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran, sebuah langkah yang menurut para diplomat Eropa dapat mengancam kesepakatan nuklir. Sedangkan negara lain mempertanyakan apakah AS memiliki otoritas hukum internasional untuk melakukannya, keputusan yang akan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk diselesaikan.
Mengantisipasi kekalahan proposal AS, Presiden Rusia Vladimir Putin minggu ini mengusulkan pertemuan dengan anggota tetap Dewan Keamanan PBB, serta Jerman dan Iran, untuk mencegah ketegangan dengan AS dan mengganggu kesepakatan.
Proposal Rusia
Moskow tampak bersemangat untuk mengajukan rencana alternatif guna memastikan keamanan di wilayah Timur Tengah.
“Kami telah mendengar Anda belum diberi tahu tentang proposal Rusia. Singkatnya: Kami mengusulkan untuk memastikan keamanan di #TelukPersia,” bunyi tweet akun Kementerian Luar Negeri Rusia dengan menandai akun resmi Presiden Vladimir Putin.
Tweet tersebut terkait dengan pernyataan yang dibuat sebelumnya oleh Putin di situs resmi Kremlin.
Rusia selama ini telah menolak kampanye “tekanan maksimum” AS terhadap Iran yang diluncurkan setelah menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 yang ditandatangani oleh kelima anggota tetap Dewan Keamanan PBB ditambah Iran dan Jerman.
Pemerintahan Trump sejak itu memberlakukan sanksi berat terhadap Teheran, menuduhnya melanggar pakta multinasional dengan diam-diam mengejar senjata nuklir, mendanai milisi asing, dan mengejar teknologi rudal baru.
“Perdebatan seputar masalah Iran di Dewan Keamanan PBB menjadi semakin tegang,” kata Putin, Jumat (14/8/2020).
“Ketegangan semakin tinggi. Iran menghadapi tuduhan yang tidak berdasar. Resolusi sedang dirancang dengan maksud untuk membongkar keputusan yang telah dengan suara bulat diadopsi oleh Dewan Keamanan,” sambung Putin seperti dikutip di Newsweek, Sabtu (15/8/2020).
Pemimpin Rusia itu mengumumkan tetap berkomitmen untuk kesepakatan nuklir Iran, yang masih didukung oleh semua pihak penandatangan yang tersisa, meskipun ada argumen mengenai implementasinya yang telah muncul sejak kepergian AS.
Putin kemudian memperkenalkan kembali “Konsep Keamanan Kolektif 2019 untuk Wilayah Teluk Persia”, sebuah road map untuk mengurangi ketegangan regional yang telah muncul selama dua tahun terakhir, mengancam konflik antara AS dan Iran.
“Kami sangat yakin bahwa masalah ini dapat diatasi jika kami memperlakukan posisi satu sama lain dengan perhatian dan tanggung jawab, sambil bertindak dengan hormat dan dalam semangat kolektif,” tutur Putin.
“Seperti di manapun di dunia, tidak ada tempat untuk memeras atau mendikte di wilayah ini, tidak peduli sumbernya. Pendekatan sepihak tidak akan membantu menghasilkan solusi,” tambahnya.
“Pengalaman positif yang diperoleh sebelumnya melalui upaya intensif harus dipertahankan saat membangun arsitektur keamanan yang inklusif di Teluk Persia,” pungkasnya. [wip]