(IslamToday ID) – Situasi di perbatasan Azerbaijan dan Armenia memanas. Gencatan senjata kedua negara berpotensi gagal dan berpotensi terlibat konfrontasi senjata.
Hal ini terungkap setelah Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Azerbaijan menyatakan militer Armenia telah melakukan pelanggaran gencatan senjata di perbatasan.
Dalam siaran resminya, Senin (24/8/2020), Kemenhan Azerbaijan menyatakan angkatan bersenjata Armenia telah mengerahkan para penembak jitunya menyusup ke beberapa titik garis depan perbatasan kedua negara.
“Satuan angkatan bersenjata Armenia, dengan menggunakan senapan sniper, melanggar rezim gencatan senjata ke berbagai arah di garis depan sebanyak 28 kali dalam sehari,” tulis Kemenhan Azerbaijan.
Penembak jitu militer Armenia terpantau bergerak mendekati lokasi-lokasi konsentrasi militer Azerbaijan. Tak cuma itu saja, sniper Armenia menjadikan tentara Azerbaijan sebagai target penembakan.
Kemenhan Azerbaijan mengatakan, sniper angkatan bersenjata Armenia berada di wilayah sasaran tembak Azerbaijan seperti di perbukitan Mosesgekh, Desa Chinari dan perbukitan Chamarak.
Sementara, posisi tentara Azerbaijan di wilayah Aghdam, Aghbulag, Desa Garalar, hingga ke Desa Zamanly dan wilayah perbukitan di Gadabay.
“Posisi tentara Azerbaijan juga ditembakkan dari posisi unit militer Armenia yang terletak di dekat Desa Chilaburt yang diduduki di wilayah Terter, Nemirli, Desa Marzili di wilayah Aghdam, Desa Horadiz di wilayah Fuzuli, serta dari posisi yang terletak di perbukitan tak bernama di wilayah Terter, Aghdam, dan Khojavend,” tulis Kemenhan.
Untuk diketahui, pertempuran sempat pecah pada pertengahan Juli 2020 di wilayah Nogorno-Karabakh. Pertempuran beberapa kali terjadi dan seorang jenderal Azerbaijan terbunuh dalam pertempuran tersebut.
Konflik kedua negara atas wilayah Nagorno-Karabakh sudah terjadi sejak 1988. Konflik bermula dari keputusan Nagorno-Karabakh sebagai daerah otonom menyatakan mundur dari SSR Azerbaijan.
Dalam konfrontasi bersenjata pada 1992-1994, Azerbaijan telah kehilangan kendali atas Nagorno-Karabakh dan tujuh wilayah yang bersebelahan dengannya. Sejak 1992, negosiasi telah dilakukan dalam kerangka OSCE Minsk Group tentang penyelesaian konflik secara damai. Kelompok ini dipimpin ketua bersama oleh Rusia, Amerika Serikat, dan Perancis.
Pada tahun 1994, Azerbaijan, Armenia, dan Republik Nagorno-Karabakh melalui mediasi Rusia, menandatangani Protokol Gencatan Senjata Bishkek. Pada saat yang sama, operasi militer tidak berhenti di situ, yang diperbarui secara berkala.
Eksaserbasi paling signifikan dari konflik adalah perang empat hari pada 2016. Ratusan tentara Armenia dan Azerbaijan tewas dalam pertempuran tersebut. [wip]