ISLAMTODAY ID — Kepala Rekonsiliasi Nasional Dewan Tinggi Afghanistan menyinggung pentingnya peran Turki dalam proses perdamaian dan rekonsiliasi di Afghanistan, hal ini disampaikannya selama wawancara dengan media Turki, Anadolu Agency.
Abdullah Abdullah mengadakan pembicaraan dengan para pejabat Turki, termasuk Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Kepala Rekonsiliasi Nasional Dewan Tinggi Afghanistan ini menunjukkan pentingnya peran Turki dalam proses perdamaian.
“Sebagian besar diskusi tersebut seputar proses perdamaian, peran kawasan, peran negara tetangga Afghanistan, dan status negosiasi.”
“Turki telah mendukung Afghanistan dalam 20 tahun terakhir. Tapi untungnya, hubungan kita, hubungan baik antara negara dan masyarakat, kembali ke sejarah selama berabad-abad,” tuturnya.
“Itu adalah kesempatan – mengetahui status Turki dan peran yang bisa mereka mainkan, terutama seputar proses perdamaian. Tapi juga, proses Istanbul adalah inisiatif Turki, yang akan memberi energi,” imbuh Abdullah.
Proses Perdamaian Afghanistan
Saat ditanya tentang proses perdamaian, Abdullah berkata: “Kemajuannya lambat.”
“Rakyat Afghanistan mengharapkan kami mewujudkan perdamaian. Bukan hanya sebagai Republik Islam Afghanistan, tetapi juga Taliban, yang merupakan bagian dari negosiasi,” jelasnya.
“Saya akan mengatakan bahwa masih ada peluang, peluang itu ada. Dalam beberapa kasus, Taliban jauh lebih tidak fleksibel dari yang diharapkan. Padahal dalam negosiasi, anda harus berjalan dengan fleksibel.”
“Dan juga, telah ada permintaan kuat dari rakyat Afghanistan untuk mengurangi kekerasan atau gencatan senjata atau gencatan senjata kemanusiaan.”
“Banyak negara telah menyerukan gencatan senjata kemanusiaan, termasuk Sekjen PBB dan negara-negara Eropa,” tukasnya.
Di bawah pemerintahan Trump, kesepakatan yang ditandatangani antara AS dan Taliban membuka jalan bagi pembicaraan damai intra-Afghanistan di Doha antara pemerintah Kabul dan Taliban.
Tetapi tidak ada kemajuan nyata yang dibuat pada pembicaraan di ibu kota Qatar itu sejak diluncurkan pada 12 September.
Saat ditanya apakah rakyat Afghanistan percaya pada akhirnya akan terwujud perdamaian abadi, Abdullah mengatakan proses itu harus dilanjutkan.
“Kami berkewajiban melakukan apa pun untuk mencapai perdamaian,” kata Abdullah.
“Tidak akan ada pemenang melalui perang. Saya mengulangi apa yang saya katakan di konferensi Doha, ”ujarnya.
“Tidak akan ada yang merugi melalui penyelesaian damai yang inklusif dan komprehensif. Jika satu pihak percaya bahwa mereka bisa menang melalui perang, itu adalah kesalahan perhitungan yang besar.”
Negosiator perdamaian juga menunjukkan peningkatan serangan terhadap pasukan keamanan dan warga sipil belakangan ini.
“Sayangnya, terjadi peningkatan serangan terhadap warga sipil dan juga terhadap pasukan keamanan,” jelasnya.
Merujuk serangan pada Sabtu, dia mengatakan, “delapan orang tewas dan lebih banyak orang terluka dan ada kerusakan bangunan.”
“Tidak ada keraguan bahwa kelompok teror lain seperti ISIS terkadang melakukan kejahatan di Afghanistan. Mereka terus melakukan kejahatan di berbagai bagian negara dan mereka bertanggung jawab untuk itu,” jelasnya.
“Sejak pertempuran itu, perang terjadi antara pasukan keamanan Republik Islam Afghanistan dan Taliban, kelompok teror lain juga memanfaatkan situasi tersebut,” pungkasnya.
“Ini tanggung jawab kedua belah pihak untuk menemukan cara untuk mencapai perdamaian. Kalau kalkulasinya ‘dengan meningkatkan kekerasan bisa diraih di meja perundingan’, itu tidak akan terjadi,” paparnya.
“Karena itu hanya akan menjadi pesan kepada rakyat Afghanistan tentang kurangnya komitmen dari kelompok yang terlibat.”
“Tapi sejauh menyangkut Republik Islam Afghanistan, kami siap untuk gencatan senjata atau gencatan senjata kemanusiaan yang komprehensif atau pengurangan kekerasan,” tuturnya, dilansir dari Anadolu.
‘Pemerintahan AS baru diharap terus mendukung proses perdamaian’, jelasnya.
Sikap Pemerintahan AS
Ditanya tentang kemungkinan efek Presiden terpilih Joe Biden pada proses perdamaian, Abdullah berkata: “Pemerintahan AS yang akan datang juga akan mendukung proses perdamaian; Saya tidak ragu.”
“Karena ada pemahaman yang luas di AS, pemahaman bipartisan, bahwa inilah saatnya untuk mendukung proses perdamaian dan kemudian pada akhirnya akan ada situasi bahwa pasukan internasional tidak diperlukan di Afghanistan,” ujarnya.
“Pemerintahan baru akan memberikan beberapa upaya yang bergantung pada mereka, tetapi saya yakin dalam pikiran saya dukungan mereka untuk proses perdamaian akan terus berlanjut,” kata dia.
Mengenai pengumuman Presiden AS Donald Trump tentang pengurangan jumlah tentara di Afghanistan, Abdullah mengatakan: “Mereka telah memutuskan untuk menarik sebagian pasukan mereka, pada saat yang sama mereka memutuskan mempertahankan sebagian dari pasukan mereka.”
“[Sebanyak] 2.500 pasukan mereka akan tinggal di Afghanistan. Mereka berkomitmen untuk terus mendukung lembaga keamanan Afghanistan, lembaga pertahanan nasional, yang baik, kebijakan itu akan terus berlanjut,” tandasnya.
“Negara-negara NATO akan memutuskan dalam koordinasi yang erat dengan AS, negara pemimpin NATO,” tukasnya.
“Jadi pasukan NATO akan mempertahankan kehadiran mereka [di Afghanistan], dan kemungkinan besar mereka akan membuat keputusan tentang hal itu akhir Desember tahun ini. Komitmen mereka mendukung institusi Afghanistan adalah komitmen jangka panjang,” imbuhnya.
Penjabat Menteri Pertahanan AS Chris Miller mengatakan awal pekan ini bahwa AS akan mengurangi pasukan di Afghanistan dan Irak masing-masing menjadi 2.500 pada 15 Januari 2021.
“Pada 15 Januari 2021, pasukan kami, jumlah mereka di Afghanistan akan menjadi 2.500 tentara. Ukuran pasukan kami di Irak juga akan menjadi 2.500 pada hari yang sama,” jelas Miller dalam jumpa pers di Pentagon.[IZ]