ISLAMTODAY ID —Badan Pertahanan Rudal AS (MDA) menandatangani kontrak studi kelayakan dengan Stratolaunch untuk mengembangkan kendaraan uji hipersonik Talon-A agar dapat simulasikan bagaimana cara kerja senjata hipersonik Rusia dan China.
Daniel Millman, chief technology officer Stratolaunch, menyatakan bahwa perusahaan bertujuan untuk menyediakan MDA dengan “target yang mewakili ancaman dan mereplikasi ancaman yang memungkinkan untuk memahami cara kerja dan bagaimana mencegat ancaman hipersonik tersebut.”
Dia tidak mengungkapkan rincian lebih lanjut tentang kontrak perusahaan dengan MDA.
Stratolaunch sekarang sedang dalam proses mengembangkan testbed hipersonik Talon-A, yang bertujuan untuk membuat pengujian hipersonik lebih rutin.
Ini adalah kendaraan Mach-6 berfasilitas tinggi yang dirancang untuk mengumpulkan data penerbangan selama pengujian.
Saat ini, perusahaan sedang membangun dua kendaraan tersebut, yaitu TA-0 dan TA-1.
Mereka dirancang untuk diluncurkan dari pesawat pengangkut, serta mampu melakukan penerbangan hipersonik berdurasi panjang, dapat melakukan pendaratan dan lepas landas otonom dari landasan pacu konvensional.
Stratolaunch bertujuan untuk memulai pengujian kendaraan uji Talon-A pada akhir tahun, melakukan penerbangan uji hipersonik pada tahun 2022, dan memulai layanan pengujian hipersonik untuk negara dan perusahaan swasta pada tahun 2023.
Mengungkap Dalang di Balik Stratolaunch
Stratolaunch didirikan pada tahun 2011 oleh salah satu pendiri Microsoft Paul Allen dan desainer kedirgantaraan Burt Rutan.
Perusahaan ini adalah perusahaan swasta yang didanai untuk mengembangkan sistem transportasi ruang angkasa yang diluncurkan dari udara yang dapat memotong biaya tinggi.
Kontrak MDA dan Stratolaunch adalah langkah terbaru dalam upaya AS untuk mengembangkan senjata hipersonik dan penanggulangan senjata ini.
Pada 28 Oktober, AS berhasil menguji motor pendorong hipersonik, setelah serangkaian uji coba senjata hipersonik yang gagal.
Itu termasuk tes pada 21 Oktober, ketika roket pendorong yang membawa senjata hipersonik mengalami kerusakan.
Selain itu, AS menguji AGM-183A Air-launched Rapid Response Weapon (ARRW) pada 28 Juli tetapi rudal itu gagal diluncurkan.
Tes pertama AGM-183A ARRW pada 5 April juga gagal karena rudal tidak dapat diluncurkan karena adanya kerusakan.
Pada tahun 2011, AS berhasil menguji Advanced Hypersonic Weapon (AHW) sebagai bagian dari program Prompt Global Strike.
Kemunduran baru-baru ini mendorong pengakuan dari Jenderal Angkatan Luar Angkasa AS David Thompson, Wakil Kepala Operasi Luar Angkasa, bahwa AS telah tertinggal di belakang China dan Rusia dalam mengembangkan senjata hipersonik.
Hingga hari ini Angkatan Darat AS belum dapat menggunakan senjata hipersonik, sementara Angkatan Laut AS bertujuan untuk mempersenjatai kapal perusak dengan senjata hipersonik pada tahun 2025 dan melengkapi kapal selam kelas Virginia dengan hipersonik pada tahun 2028.
Sebaliknya, China telah menguji senjata hipersonik sejak 2014, dan telah menggunakan rudal hipersonik DF-17 sejak 2019, yang dapat membawa hulu ledak nuklir atau anti-kapal konvensional.
Selanjutnya, China menguji senjata hipersonik pada 27 Juli tahun ini, yang mengelilingi dunia dan meluncurkan hulu ledak hipersonik terhadap target uji di daratan China dan Laut China Selatan.
Rusia juga telah mengembangkan senjata hipersonik dengan sangat baik.
Pada tahun 2018, Rusia telah meluncurkan senjata hipersonik 3M22 Tsirkon Rusia bersama lima “senjata super” lainnya.
Setelah itu, pada 4 Oktober, Rusia berhasil melakukan uji coba penembakan 3M22 Tsirkon dari kapal selam dan uji coba lainnya pada 18 November dari kapal perang miliknya.
Mengingat perkembangan ini, penyebaran cepat senjata hipersonik oleh AS, Cina dan Rusia telah memicu kekhawatiran perlombaan senjata hipersonik antara tiga kekuatan militer utama. (Rasya)