ISLAMTODAY ID-Qatar, Arab Saudi, Prancis, dan AS berusaha ikut campur dalam proses pemilihan internal Lebanon untuk memastikan panglima militer menjadi presiden negara berikutnya.
Komandan Angkatan Bersenjata Lebanon (LAF), Jenderal Joseph Aoun, melakukan perjalanan ke Qatar pada 10 Desember atas undangan Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Qatar, Mohammed bin Abdul Rahman Al Thani.
“Aoun berada di Qatar untuk mendiskusikan cara [untuk Doha] untuk terus mendukung tentara,” ungkap akun Twitter resmi LAF, seperti dilansir dari The Cradle, Sabtu (10/12).
Awal tahun ini, Qatar menjanjikan $60 juta untuk LAF yang kekurangan uang dalam mendukung gaji tentara Lebanon.
Perjalanan Aoun ke Qatar terjadi hanya dua hari setelah parlemen Lebanon gagal untuk kesembilan kalinya berturut-turut dalam memilih presiden baru, karena perpecahan di antara kekuatan politik semakin besar.
Menurut banyak laporan selama beberapa bulan terakhir, kepala LAF adalah pilihan utama dari Qatar, Arab Saudi, Prancis, dan AS untuk menjabat sebagai presiden baru Lebanon.
Dua minggu lalu, laporan media Arab mengungkapkan bahwa pejabat Lebanon yang baru-baru ini mengunjungi monarki Teluk diberitahu oleh seorang pejabat senior Qatar bahwa Doha siap “memberikan bantuan untuk Lebanon” jika Aoun terpilih sebagai presiden oleh parlemen.
Harian Libanon Al Akhbar pada hari Sabtu (10/11) mengungkapkan bahwa Aoun juga diperkirakan akan mengunjungi Arab Saudi “jika kontak asing berhasil membujuk putra mahkota Saudi untuk lebih terlibat dalam file Lebanon.”
Tetapi negosiasi pintu belakang baru-baru ini dilaporkan menunjukkan kekuatan campur tangan bahwa Jenderal Aoun tidak dapat dipaksakan pada mayoritas kekuatan politik Lebanon.
Namun demikian, sumber mengatakan bahwa Paris bergerak maju dengan meyakinkan partai-partai Kristen, sementara Doha bertujuan untuk mencapai kesepahaman dengan Hizbullah.
Kepresidenan Lebanon yang telah dicadangkan untuk sekte Kristen Maronit sejak Pakta Nasional 1943, tetap kosong sejak akhir masa jabatan Michel Aoun pada September setelah enam tahun berkuasa.
Tahun lalu, kolumnis The Cradle Radwan Mortada dihukum in absentia oleh pengadilan militer selama satu tahun penjara atas penyelidikan yang mengungkap tanggung jawab komandan LAF dalam ledakan Pelabuhan Beirut tahun 2020.
“Jenderal Joseph Aoun menggunakan pengadilan militer sebagai senjata untuk melawan mereka yang menyebut-nyebutnya untuk menekan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Kata-kata saya tentang tanggung jawab komando tentara dalam ledakan pelabuhan Beirut sangat membuat marah Joseph Aoun, jadi dia memutuskan untuk membuat undang-undangnya sendiri,” ungkapr Mortada November lalu.
(Resa/The Cradle)