ISLAMTODAY ID-Pada Sabtu (3/5/2023) anggota militer Mesir bernama Mohamed Salah melakukan baku tembak dengan tentara Israel.
Salah menewaskan tiga tentara Israel, melukai dua lainnya, dan mendapatkan tembakan mati dari pasukan Israel.
Seorang juru bicara militer Mesir mengatakan pada hari kejadian Salah sedang mengejar penyelundup narkoba ketika dia melintasi pagar perbatasan ke Israel dan terjebak dalam baku tembak dengan tentara Israel.
Di sisi lain, pihak Israel memberikan penjelasan yang berbeda.
Insiden itu tidak biasa karena perbatasan antara Mesir dan Israel biasanya sepi, dan detail motif Salah masih belum jelas.
Penyelidik Mesir dan Israel sibuk melakukan penyelidikan atas peristiwa tersebut dan kedua belah pihak dilaporkan telah sepakat untuk meningkatkan kamera pengintai di perbatasan dalam upaya mencegah terulangnya kejadian tersebut.
Menurut laporan media Mesir, Salah, yang wajib militer pada Juni 2022, tidak puas dengan kehidupan polisi, dan harus dibujuk oleh anggota keluarga dan teman untuk kembali ke unitnya di Sinai setelah menjauh selama hampir tiga minggu pada bulan Mei.
Seorang teman yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada media Mesir terkait motif dari aksi Salah.
Dia mengungkapkan bahwa rekan Salah dibunuh di perbatasan dengan Israel, dan insiden itu mungkin telah menyebabkan Salah ingin balas dendam.
“Tidak ada yang pernah menyebut-nyebutnya,” ungkap Salah yang dikutip temannya.
Insiden yang tampaknya dimaksud oleh Salah tidak jelas, tidak ada laporan tentang seorang tentara Mesir yang terbunuh di perbatasan selama masa wajib militer Salah.
“Jika seorang Mesir terbunuh di perbatasan, tidak ada yang peduli padanya,” ungkap Salah, seperti dilansir dari MEE, Senin (5/6/2023).
Laporan media Mesir juga mengatakan bahwa Salah berasal dari keluarga miskin dari kelas menengah ke bawah di lingkungan Ain Shams, Kairo timur, tetapi hanya ada sedikit informasi lain tentang dia.
Upaya Middle East Eye untuk menghubungi kerabat Salah tidak berhasil.
Selain itu, media Mesir melaporkan bahwa pihak berwenang setempat telah melakukan penyelidikan terhadap anggota keluarganya.
Perjanjian Perbatasan
Mesir dan Israel umumnya memiliki hubungan persahabatan setidaknya pada tingkat resmi.
Hal ini terjadi sejak keduanya menandatangani perjanjian damai pada tahun 1979, yang menyebabkan penarikan pasukan pendudukan Israel di Sinai.
Israel merebut semenanjung itu pada tahun 1967, dengan penarikan terakhir pada tahun 1982.
Perjanjian damai 1979 membagi Sinai menjadi tiga zona dengan berbagai tingkat demiliterisasi, termasuk Zona C di sepanjang perbatasan bersama Mesir dengan Israel, di mana Mesir hanya diizinkan untuk mengerahkan polisi sipil, bukan militernya.
Perjanjian tersebut membuka pintu untuk koordinasi keamanan perbatasan antara kedua negara, sesuatu yang meningkat tajam setelah jatuhnya otokrat Mesir Hosni Mubarak pada tahun 2011.
Menurut komentar yang dibuat oleh Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi, Israel menyetujui permintaan tentara Mesir untuk mengerahkan lebih banyak pasukan dan peralatan di sepanjang perbatasan bersama.
Kesepakatan tersebut merupakan sesuatu yang berperan penting dalam keberhasilan Mesir dalam menjaga tutup militansi di Sinai, terutama yang dipimpin oleh cabang kelompok Negara Islam.
Mengacu pada sejarah tersebut, muncul beberapa pertanyaan lanjutan dampak lebih luas dari baku tembak yang terjadi di perbatasan.
Di Mesir sendiri ada reaksi beragam terhadap serangan itu, dengan ribuan penggemar sepak bola meneriakkan dukungan untuk Palestina pada hari Ahad (5/6/2023) selama pertandingan kontinental antara tim Mesir dan Maroko.
Namun, warga Mesir lainnya telah memperingatkan tentang konsekuensi dari insiden tersebut, karena Mesir sudah menghadapi krisis ekonomi yang sedang berlangsung.
(Resa/MEE)