(IslamToday ID) – Pemimpin oposisi Israel Yair Lapid meminta Perdana Menteri Benyamin Netanyahu untuk segera mundur dan melepas jabatannya. Desakan ini muncul menyusul pengunduran diri kepala Intelijen Militer atas kegagalannya dalam memprediksi serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
“Pengunduran diri Kepala Intelijen Militer dibenarkan dan terhormat. Akan lebih tepat bagi Perdana Menteri Netanyahu untuk melakukan hal serupa,” tulis Lapid di akun media sosial X, dilansir dari Middle East Monitor pada Selasa (22/4/2024).
Sebelumnya, Kepala Direktorat Intelijen Militer Israel, Mayor Jenderal Aharon Haliva, mengundurkan diri pada Senin (22/4/2024) pagi. Ia mengaku gagal dalam memprediksi serangan Hamas.
Dikutip dari berbagai sumber, serangan Hamas dimulai pada 7 Oktober 2023, dengan melancarkan serangan roket skala besar terhadap Israel dan melanggar perbatasan, menyerang lingkungan sipil dan pangkalan militer.
Hampir 1.200 orang di Israel tewas dan sekitar 240 lainnya diculik dalam serangan itu.
Israel lantas melancarkan serangan balasan, memerintahkan blokade total terhadap Gaza, dan memulai serangan darat ke daerah kantong Palestina dengan tujuan untuk melenyapkan pejuang Hamas dan menyelamatkan para sandera.
Hasilnya, lebih dari 34.000 orang telah tewas terbunuh sejauh ini akibat serangan Israel di Jalur Gaza, menurut pihak berwenang setempat.
Pada 24 November, Qatar memediasi kesepakatan antara Israel dan Hamas mengenai gencatan senjata sementara dan pertukaran beberapa tahanan dan sandera, serta pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza.
Gencatan senjata telah diperpanjang beberapa kali dan berakhir pada 1 Desember.
Saat ini ada lebih dari 100 sandera yang diyakini masih ditahan oleh Hamas di Gaza.
Pada 7 April, babak baru perundingan Israel-Hamas dimulai di ibu kota Mesir, Kairo. Proposal gencatan senjata yang dibuat pada perundingan tersebut mengatur pembebasan 40 sandera Israel dengan imbalan 900 tahanan Palestina sebagai bagian dari rencana tiga tahap yang diadopsi oleh mediator internasional.
Hamas sebagian besar menolak usulan tersebut, dan mengatakan bahwa mereka akan mengajukan rencananya sendiri untuk mengakhiri konflik secara permanen di wilayah tersebut. [ran]