JAKARTA, (IslamToday ID) – Kabinet Presiden Jokowi periode kedua mendapat sorotan tajam dari ekonom senior INDEF, Faisal Basri. Menurut Faisal, banyak persoalan yang harus segera dibenahi agar tidak banyak kontroversi.
“Ini baru berapa bulan sih kabinet ini, belum dua bulan kan? Buset belum dua bulan aja udah begini. Start dari 0 lagi, benahi. Masuk dari awal, bicara itu kasih sinyal yang benar. Baru beres,” kata Faisal di Hotel Millenium Sirih, Jakarta, Rabu (18/12/2019).
Salah satu masalah yang dianggap Faisal menghebohkan saat ini adalah ramainya pemberitaan mengenai ekspor lobster yang menuai beragam tanggapan dari masyarakat. Ia mengharapkan polemik itu harus segera diselesaikan dengan penjelasan yang baik ke masyarakat.
“Jika benih lobster itu dibuka kerugiannya apa sih, kalau dibuka seperti halnya kerusakan lingkungan? Tidak perlu ahli untuk membuktikan harga benih, di tingkat nelayan itu Rp 7 sampai 10.000 dan tingkat pengumpul Rp 25 sampai Rp 35.000, dan kalau sudah besar Rp 350.000,” ujar Faisal.
Selain itu, permasalahan migas juga harus segera dirampungkan. Ia tidak heran kalau harus impor migas karena jumlah kendaraan bermotor selalu bertambah, tetapi produksi minyak turun.
Faisal mengaku heran ketika melihat Jokowi marah-marah karena pembangunan kilang minyak tidak segera dilakukan agar produksi aman. Menurutnya, kilang itu keuntungannya tidak besar atau hanya sekitar 2 sampai 3 persen saja. Meski begitu, ia merasa defisit migas selalu turun.
“Defisit migas turun sebetulnya dari tahun ke tahun. Karena apa? Karena ada program B20 dan B30. Jadi ada penghematan kira-kira 25 persen. Yang tadinya kita impor BBM kini kita ganti CPO. Tapi kan itu hanya untuk diesel, bukan untuk Premium, Pertamax,” terang Faisal.
“Jadi Menko Perekonomian bilang defisit minyak akan turun 25 persen. Nah, hitung-hitungannya Menko yang beres dong. Kan 25 persen itu hanya untuk diesel. Pemakaian diesel dari total BBM Anda hitung berapa, kan enggak seperti itu,” tambahnya.
Lebih lanjut, Faisal menuturkan, pernyataan para menteri Jokowi juga terkadang tidak sejalan satu sama lain. Ketidaksamaan pendapat itu bisa membuat kerja juga tidak maksimal. Ia mengharapkan Jokowi segera memperbaiki kinerja para menterinya. Kalau tidak, kata Faisal, omnibus law yang diproses pemerintah tidak ada gunanya.
“Jadi kita kehilangan konduktor. Presiden ngomongnya kita bingung, Menkonya kita bingung, Menterinya kita bingung,” tutur Faisal. (wip)
Sumber: Kumparan.com