JAKARTA, (IslamToday ID) – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai proses interogasi dengan penyiksaan adalah tindakan melanggar hukum. Hasil interogasi itu pun dinilai tidak sah dan dakwaan bisa dibatalkan.
Hal itu disampaikan untuk merespons dugaan penyiksaan yang dialami Dede
Lutfi Alfiandi, pelajar yang menjadi terdakwa kasus kerusuhan dalam demonstrasi
pelajar SMK di gedung DPR beberapa bulan yang lalu. Dalam proses persidangan,
Lutfi mengaku disetrum dan dipukul oleh penyidik selama proses pemeriksaan.
“Jika benar Lutfi disiksa dalam proses interogasi,
maka Berita Acara Pemeriksaan (BAP) menjadi tidak sah secara hukum dan dapat
dijadikan dasar pembatalan dakwaan di pengadilan,” kata Wakil Ketua LPSK Manager
Nasution dalam siaran persnya, Rabu (22/1/2020).
Nasution menjelaskan, hasil interogasi dengan menggunakan
kekerasan bisa dinyatakan tidak sah dengan mengacu pada pasal 15 UU No 5 Tahun
1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.
“Segala pernyataan yang diperoleh sebagai akibat kekerasan
dan penyiksaan tidak boleh diajukan sebagai bukti,” demikian bunyi pasal
tersebut sebagaimana dikutip Nasution.
Selain itu, ia juga menyarankan agar Lutfi melaporkan dugaan
penyiksaan itu ke Propam Polri. Propam pun diharapkan segera mencari tahu
kebenaran praktik penyiksaan itu.
“Kalau benar terbukti ada oknum penyidik melakukan
penyiksaan, saya berharap pelaku dapat dikenakan sanksi tegas, bila perlu
dipecat, agar menjadi peringatan bagi penyidik lainnya,” kata Nasution.
Ia menambahkan seharusnya praktik penyiksaan dalam
interogasi kepada tersangka sudah lama ditinggalkan oleh penyidik kepolisian.
Sebab penyiksaan adalah pelanggaran hukum dan merupakan bentuk abuse of power. “Apalagi ini dilakukan kepada seorang
anak, mestinya ada pendekatan dengan perspektif perlindungan anak,” ujar Nasution.
Ia kemudian menjelaskan aturan melakukan penyelidikan, penyidikan,
penangkapan, hingga penahanan ada dalam KUHAP. Di dalam pasal 52 KUHAP
menyatakan dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan peradilan, tersangka
atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau
hakim.
“Lalu pada pasal 117 KUHAP menyatakan bahwa keterangan tersangka dan atau
saksi kepada penyidik diberikan tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam
bentuk apapun,” terang Nasution.
Dede Lutfi Alfiandi (20) mengaku disiksa hingga disetrum oleh
penyidik saat memberikan keterangan di Polres Jakarta Barat. Penyiksaan itu,
kata Lutfi, ditujukan agar dirinya mengaku telah melempari aparat dengan batu
saat berdemonstrasi di depan kompleks DPR.
Pernyataan itu ia lontarkan saat memberikan kesaksian di
hadapan majelis hakim dalam persidangan yang digelar pada Senin (20/1/2020) lalu. Lutfi didakwa melawan aparat yang menjalankan tugas atau melanggar pasal 212 jo 214 KUHP.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat
Kompol Teuku Arsya membantah anggotanya menganiaya Lutfi agar
mengaku sebagai pelempar batu. “Enggak mungkin, kita kan polisi modern, dia mengaku karena setelah itu
ditunjukkan ada rekaman video dia di lokasi. Dia lempar batu, itulah petunjuk
kenapa dia diamankan,” ujarnya. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Detik.com