JAKARTA, (IslamToday ID) – Pers profesional diharapkan menjadi garda terdepan dalam melawan segala bentuk informasi atau berita bohong (hoaks). Ini tak lepas dari perkembangan media sosial yang membuat publik mudah terpengaruh dengan informasi yang tidak benar.
“Kehadiran pers nasional yang profesional
dan bertanggung jawab semakin dibutuhkan
sebagai alat untuk melawan hoaks,” kata Ketua DPR RI, Puan
Maharani, Sabtu (8/2/2020).
Menurutnya, terpaan hoaks yang masif dan terus
menerus membuat publik lebih mempercayai informasi di media
sosial dibanding informasi yang benar yang diberitakan pers. Padahal, berita tersebut belum tentu kebenarannya.
Oleh karena itu, Puan meminta masyarakat mengecek ulang
informasi-informasi yang diperoleh dari media sosial dan grup-grup percakapan
digital dengan membaca berita-berita dari media arus utama.
“Karena itu dalam perayaan Hari
Pers Nasional 2020, saya mengajak masyarakat untuk menjadikan pers nasional sebagai
rujukan informasi dalam menangkal hoaks. Selamat Hari Pers
Nasional!” ucapnya.
Selain itu Puan berharap pers bisa menjadi mitra kritis DPR. Ia menuturkan DPR saat ini tengah
menuju proses untuk menjadi parlemen yang maju dan modern, terbuka,
partisipatif, dan akuntabel.
“Dalam pidato pertama saya sebagai Ketua DPR-RI, saya sudah menyampaikan
bahwa DPR tidak anti kritik. Kami justru ingin pers menjadi mitra yang kritis
bagi kami,” tegas Puan.
Ia memastikan DPR terbuka menerima masukan dari pers dalam setiap tugasnya. Puan
percaya bahwa pers mampu meningkatkan kualitas kinerja DPR.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Lestari
Moerdijat mengatakan, Hari Pers Nasional (HPN) menjadi momentum untuk
mengingatkan para jurnalis dan institusi pers pentingnya melawan hoaks. Menurutnya, produk jurnalistik yang baik bisa melawan hoaks di masyarakat.
“Jurnalisme juga dituntut untuk menyajikan informasi dan komunikasi yang
kredibel, bermanfaat, dan berkualitas di tengah perkembangan teknologi yang
menghadirkan informasi cepat antara lain melalui media sosial,” kata Lestari, Jumat (7/2/2020).
Ia mengatakan, media sosial sering digunakan untuk penyebaran hoaks dan berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo)
terdapat 1.731 hoaks selama Agustus 2018-April
2019. Jumlah itu terdiri atas 620 hoaks politik, 210 hoaks pemerintahan, 200 hoaks kesehatan, 159 fitnah, dan
113 kejahatan.
Menurut Lestari, kondisi itu bahkan ada
kecenderungan informasi hoaks mengarah ke politik
identitas yang bisa berujung pada perpecahan bangsa. “Pada kondisi seperti itu, pers harus mengambil peran sebagai perekat dan
pemersatu bangsa lewat berita-berita yang akurat, kredibel, dan menyajikan sudut pandang yang mendorong persatuan,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Lestari, pers wajib menghasilkan karya jurnalistik yang layak
digunakan untuk memverifikasi berita yang beredar di masyarakat. Ia menilai pada kondisi berita terus menerus diproduksi setiap saat
bersumber dari media sosial maupun media arus utama, kredibilitas narasumber,
profesionalisme jurnalis, dan akurasi data yang disajikan menjadi penentu
apakah berita itu bisa dipercaya atau tidak. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Antaranews.com