JAKARTA, (IslamToday ID) – Ekonom senior, Rizal Ramli (RR) menilai rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menarik cukai minuman berpemanis karena alasan penyakit diabetes tidaklah logis.
Menurut Rizal, jika pemerintah benar-benar ingin mengurangi diabetes yang banyak diderita masyarakat Tanah Air, ada langkah yang lebih tepat dilakukan. Langkah pencegahan itu pun seharusnya dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, bukan Kementerian Keuangan.
“Kalau niatnya untuk mengurangi diabetes, penyakit golongan menengah ke atas yang kurang gerak fisik, cukup Kemenkes keluarkan batas kandungan gula di minuman botol dan sachet,” kata Rizal, Kamis (20/2/2020).
Usulan Menkeu itu pun tak akan tepat sasaran, bahkan cenderung memberatkan masyarakat yang kerap mengonsumsi objek-objek cukai tersebut.
“Ini mah niatnya untuk malak rakyat kecil yang banyak kerja fisik dan perlu gula. Dasar ndak kreatif. Inilah akibat harus bayar cicilan pokok dan bunga utang mahal Rp 640 triliun untuk tahun 2020,” tandas Rizal.
Dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI kemarin, objek yang diusulkan dikenakan cukai di antaranya minuman mengandung pemanis, baik gula dan pemanis buatan siap konsumsi, serta minuman konsentrat eceran dan konsumsinya masih memerlukan proses pengenceran.
“Classic moves, Srintil (Sri Mulyani) doyannya uber yang kecil-kecil,” ujar Rizal.
Ia juga menyebut bahwa rencana Sri Mulyani itu berbanding terbalik dengan fasilitas pengurangan biaya pajak pada korporasi dan orang berduit. Menurutnya, memang bagus mengurangi konsumsi gula, tetapi gula dalam minuman kemasan adalah energi rakyat menengah ke bawah dalam mencari rupiah. “Memang kurangi gula bagus, tapi buat rakyat bawah itu sumber energi tambahan,” tambah Rizal.
Sedangkan, pakar ekonomi lainnya, Dradjad Wibowo menyatakan setidaknya ada lima hal yang perlu dijelaskan Sri Mulyani sebelum usulan tersebut benar-benar menjadi kebijakan. “Pertama, klaim studi tersebut apakah sudah teruji secara shahih? Saya belum menemukannya,” katanya.
Kedua, ia mempertanyakan langkah Sri Mulyani itu mengenai adanya bukti empiris yang tidak terbantahkan bahwa kenaikan cukai tersebut akan menurunkan penderita diabetes di Indonesia. “Saya juga belum menemukannya,” ucapnya.
“Ketiga, berapa tambahan penerimaan negara yang realistis bisa diperoleh (dari cukai minuman berpemanis)?” tanya politisi PAN ini.
Menurutnya, memberlakukan cukai pemanis minuman akan berdampak kepada industri kecil dan menengah, termasuk industri gula dan minuman. “Apa langkah untuk mengurangi dampak negatif tersebut?” tanyanya.
Hal lain yang tak kalah penting adalah kultur masyarakat Indonesia yang gemar mengonsumsi makanan dan minuman manis, terutama di Pulau Jawa. “Teh manis, kopi gula, gudeg, kue basah, manis dan sebagainya. Jangan-jangan risiko diabetes di sini lebih tinggi daripada minuman pemanis?” katanya.
Oleh karenanya, pihaknya meminta Sri Mulyani melakukan kajian-kajian tersebut sebelum benar-benar menerapkan usulan cukai pemanis minuman.
“Saran saya, lakukan dulu studi empiris dan debat publik terbuka mengenai 5 isu di atas. Tidak perlu ngotot sekarang, daripada nanti dituduh hanya menjalankan agenda Bloomberg,” paparnya.
“Jangan lupa, di AS sendiri pajak atau cukai soda Bloomberg ini banyak ditentang, bahkan langsung dibatalkan seperti di Cook County dan Santa Fe,” tandas Dradjad. (wip)
Sumber: Rmol.id