JAKARTA, (IslamToday ID) – Kasus penggundulan terhadap tiga tersangka kasus susur Sungai Sempor, Sleman yang menewaskan 10 siswa masih menjadi sorotan. Setelah menuai kecaman dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan masyarakat, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar turut bersuara.
“Ini perbuatan yang keterlaluan, menempatkan guru-guru yang menjadi tersangka karena kelalaiannya, sebagai kriminal yang dipaksa digunduli. Ini jelas telah melanggar HAM, para guru yang statusnya baru sebagai tersangka yang dilindungi asas praduga tak bersalah,” kata Fickar, Kamis (27/2/2020).
Asas praduga tak bersalah yang seharusnya dipegang teguh seakan bertolak belakang dengan perlakuan yang diperlihatkan oleh aparat kepolisian Polres Sleman kepada para tersangka. Sebab, menurutnya, penggundulan tersebut sudah masuk ke dalam bagian penghukuman lantaran dipajang di depan umum.
“Ini sudah penghukuman. Polisi sebagai penyidik tidak punya hak untuk melakukan itu. Ini menjatuhkan martabat dan penghinaan terhadap profesi guru,” tegasnya.
Atas dasar itu, Fickar meminta kepada jajaran kepolisian untuk menelusuri kemungkinan dugaan kesengajaan perbuatan menggunduli para tersangka. Jika benar ada unsur kesengajaan yang tidak dikehendaki para tersangka, maka oknum kepolisian yang menangani perlu ditindak.
“Oknum yang melakukan (menggunduli tersangka) harus ditindak secara hukum. Karena sudah bertindak berlebihan dan merugikan, tidak hanya orang, tapi juga profesinya,” tandasnya.
Kecaman keras juga dilontarkan oleh mantan Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon. Menurutnya, penggundulan terhadap para tersangka, Isfan Yoppy Andrian (36), Riyanto (58), dan Danang Dewo Subroto (58) sangatlah berlebihan. “Perlakuan mbotaki guru jelas salah. Kenapa harus berlebihan,” tegasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu yakin sekali pun ceroboh atas kasus yang menewaskan 10 siswa, ketiga guru tersebut tidak punya niat celakakan siswa. “Jadi dihukum yang wajar sesuai aturan,” harapnya.
Terlepas dari itu, Fadli bercerita bahwa dirinya pernah mengalami kejadian yang hampir serupa. Tepat saat duduk di kelas 2 SMP, ia pernah kecelakaan dan hampir meninggal dalam acara pramuka. Buntutnya, sang guru diberhentikan dan dirinya tidak pernah lagi bertemu dengan guru tersebut. “Saya kasihan,” tutup Fadli.
Namun, pengakuan mengejutkan datang dari ketiga tersangka. Mereka mengaku penggundulan itu atas permintaan mereka sendiri. Alasannya untuk keamanan di dalam tahanan. Sebab jika mereka berbeda tentunya akan menjadi perhatian bagi tahanan lainnya.
Para tersangka meyakini jika dalam keadaan gundul dan memakai baju tahanan, tentunya tersamarkan. Mereka menegaskan jika pengundulan itu bukan inisiatif polisi, melainkan permintaan para tersangka.
“Digunduli ini memang permintaan kami. Pertama untuk faktor keamanan. Jika tidak gundul akan jadi perhatian, jika gundul pasti agak tersamar, sehingga agak tenang. Bagi kami tidak ada masalah,” demikian penjelasan salah satu tersangka Isfan Yoppy Andrian yang dibenarkan oleh dua tersangka yang lain.
Peryataan Isfan itu disampaikan saat mereka dijenguk oleh Plt Kepala Dinas Pendidikan Arif Haryono dan Tim LKBH PGRI di Mapolres Sleman, Rabu (26/2). Arif menjelaskan, para tersangka mengakui bahwa selama menjalani proses hukum mereka merasa tidak tertekan dan dintimidasi, bahkan diperlakukan dengan baik oleh petugas. Bahkan ketika penjaga tahanan datang selalu membesarkan hati dan memberikan support.
“Ini sudah menjadi risiko dan harus dipertanggungjawabkan. Pertama tanggungjawab kepada Allah, kedua kepada keluarga korban, dan ketiga tanggung jawab kepada hukum,” paparnya.
Mereka mengaku siap menjalani proses hukum dengan sebaik mungkin, sesuai dengan koridor hukum. Mereka juga menyatakan diperlakukan secara baik, tidak ada permasalahan apa-apa, tidak diintimidasi, dan tidak diperlakukan semena-mena.
Para tersangka juga mengucapkan terima kasih atas dukungan rekan-rekan seprofesi, serta mohon dukungan secara koridor hukum melalui satu pintu melalui LKBH PGRI. (wip)
Sumber: Rmol.id, Detik.com