JAKARTA, (IslamToday ID) – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengeluarkan sejumlah kebijakan terkait dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Mulai dari sistem penyaluran, besarnya anggaran, hingga penggunaan.
Nadiem menyebut kebijakan dana BOS ini lebih feksibel jika dibanding pada tahun-tahun sebelumnya. Kebijakan dana BOS terbaru juga diklaim memberikan kebebasan bagi kepala sekolah untuk menggunakannya sesuai dengan kebutuhan di masing-masing sekolah.
“Kepala sekolah adalah pihak yang paling mengetahui kebutuhan di sekolah. Kebijakan ini memberikan kebebasan bagi kepala sekolah menentukan apa yang dia pikirkan,” ujar Nadiem, Rabu (12/2/2020).
Ia mencontohkan sebuah sekolah di Maluku dan Papua hanya ada satu guru berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan kepala sekolah, serta guru-guru berstatus non PNS. Nadiem mengakui kondisi demikian banyak terjadi di Indonesia.
“Di situasi pada saat itu bisa bayangkan, kepala sekolah tak bisa menggunakan dana BOS-nya untuk meningkatkan sedikit pun daripada upah guru honorer. Padahal mereka (guru honorer) adalah mayoritas daripada (pelaku) pengajaran,” ujar Nadiem.
Kondisi lain yang terjadi adalah banyak guru honorer yang pantas diberikan gaji yang layak. Dengan kebijakan dana BOS terbaru, lanjut Nadiem, kepala sekolah bisa menentukan penggunaan dana BOS sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
“Itu jangan miskonsepsi bahwa itu adalah 50 persen (dana BOS) dialokasikan untuk bayar honorer, bukan tadinya diperbolehkan sampai dengan 15 persen. Sekarang diperbolehkan sampai dengan 50 persen. Sekarang saya tanya, ini (kebijakan dana BOS) adalah memberikan kebebasan untuk kepala sekolah,” kata Nadiem.
Kepala sekolah nantinya bisa menggunakan dana BOS untuk peningkatan kapasitas guru, pembelian perlengkapan sekolah, dan lainnya. Hal itu, lanjut Nadiem, adalah hak kepala sekolah sebagai pihak yang paling tahu kebutuhan di sekolah.
Kebijakan dana BOS pada sistem BOS 2019, dana BOS ke sekolah disalurkan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi. Pada kebijakan BOS 2020, Kemenkeu menyalurkan dana langsung ke rekening sekolah. Frekuensi penyaluran dana BOS pada tahun 2019, penyaluran dilakukan sebanyak 4 kali per tahun dengan porsi tahap I (20 persen), tahap II (40 persen), tahap III (20 persen), dan tahap IV (20 persen).
Pada kebijakan BOS 2020, penyaluran dilakukan sebanyak 3 kali per tahun dengan porsi tahap I (30 persen), tahap II (40 persen), tahap III (30 persen). Dalam pembayaran honor pada BOS 2019, pembayaran guru honorer maksimal 15 persen untuk sekolah negeri dan 30 persen untuk sekolah swasta dari total dana BOS.
Pada dana BOS 2020, pembayaran guru honorer maksimal 50 persen untuk guru honorer yang memiliki NUPTK (Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan), belum memiliki sertifikat pendidik, dan tercatat di Dapodik pada 31 Desember 2019 (tidak untuk membiayai guru honorer baru).
Pada dana BOS 2020, tak ada pembatasan alokasi maksimal maupun minimal pemakaian dana BOS untuk buku maupun pembelian alat multimedia. Untuk dana BOS reguler tahun 2020, seluruhnya naik Rp 100.000.
Rinciannya masing-masing yaitu siswa SD Rp 900.000, siswa SMP/MTs sebesar Rp 1,1 juta, tingkat SMA Rp 1,5 juta, sedangkan SMK sebesar Rp 1,4 juta. “Penggunaan BOS sekarang lebih fleksibel untuk kebutuhan sekolah. Melalui kolaborasi dengan Kemenkeu dan Kemendagri, kebijakan ini ditujukan sebagai langkah pertama untuk meningkatkan kesejahteraan guru-guru honorer dan juga untuk tenaga kependidikan,” ujar Nadiem.
Tidak bisa dinafikan jika besaran dana BOS dipastikan rawan dengan penyimpangan. Sehingga dibutuhkan pengawasan terkait dengan penggunaannya agar tepat sasaran. Dalam hal ini Kemendikbud melakukan dua jenis pengawasan penggunaan dana BOS.
“Melalui online BOS salur dan juga offline dengan pengawasan masyarakat,” kata Plt Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Harris Iskandar, Kamis (5/3/2020).
Ia menjelaskan, sistem online pelaporan dana BOS yang dibuat oleh Kemendikbud tersebut sudah bisa digunakan. Sekolah bisa melaporkan penggunaan dana BOS melalui sistem tersebut.
Ia menambahkan penggunaan dana BOS juga harus diperlihatkan langsung kepada masyarakat. Catatan penggunaan dana BOS, misalnya bisa dipasang di papan sekolah, sehingga orang tua siswa bisa ikut melakukan pengawasan. Selain itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga melakukan koordinasi serta monitoring dan evaluasi.
Harris juga mengatakan, petunjuk teknis (juknis) dana BOS sudah tercantum dalam Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020. Di dalam petunjuk teknis tersebut, tercantum beberapa persyaratan sekolah penerima dana BOS seperti harus tercatat di data pokok pendidikan (dapodik) dengan catatan terbaru yang sudah ditetapkan.
Kontrol Dinas Pendidikan
Sementara itu, guru dari SMAN 1 Kuta Selatan, Bali, Luh Made Sri Yuiniati mengatakan, pelaksanaan dana BOS sekolah bisa mengacu pada juknis dari pusat. Hal ini menjadikan peraturan dana BOS tidak rancu dengan juknis penyelenggaraan anggaran BOS APBD.
Ia juga menilai pencairan dana BOS yang langsung ke sekolah adalah hal yang baik. “Dari segi pencairan dana BOS, saya kira bisa mempercepat sampai di sekolah dan tidak serumit sebelumnya,” kata Luh Made.
Hanya, lanjutnya, hal ini menyebabkan Dinas Pendidikan di daerah tidak dapat melakukan kontrol langsung. Dinas menjadi tidak bisa mengontrol apakah dana sudah dicairkan tepat waktu dari pusat ke sekolah dan mengawasi, apakah sekolah secara berkelanjutan memperbarui datanya di dapodik.
“Pemda mungkin juga tidak dapat memasukkan dana BOS reguler dalam pendapatan daerah yang mewajibkan dalam 20 persen untuk anggaran pendidikan,” katanya.
Sebelum kebijakan ini diterapkan, Luh Made mengatakan pemanfaatan dana BOS memiliki beberapa kelemahan. Khususnya dari segi pemanfaatan anggaran, menurutnya, sangat dibatasi seperti untuk pembayaran honor guru, pengadaan buku, dan hal lain yang memiliki aturan maksimal.
“Kebutuhan sekolah berbeda-beda. Tentu ini juga memicu daya serap anggaran tak maksimal. Syukurnya, dana BOS sisa masih tersimpan di rekening sekolah dan dapat digunakan untuk tahun berikutnya,” katanya.
Guru SMAN 29 Jakarta, Aji Tri Wikongko mengatakan hal serupa. Menurutnya, keputusan menyalurkan langsung dana BOS ke sekolah merupakan salah satu bentuk debirokratisasi dalam lingkup pendidikan nasional.
Sekolah, menurutnya, bisa memanfaatkan dana BOS tanpa perlu bergantung pada pemerintah daerah. Sebab, biasanya pemerintah daerah yang bertugas untuk melakukan transfer dana dari pusat ke sekolah-sekolah.
Namun, menurutnya, pengawasan harus ditingkatkan. “Karena jumlah sekolah penerima dana BOS se-Indonesia kan banyak sekali. Apakah bentuk pengawasannya bisa juga bersama dengan pemerintah daerah? Bisa juga, sebagai bentuk whole of government,” kata Aji. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Kompas.com