JAKARTA, (IslamToday ID) – Presiden Jokowi segera merealisasikan salah satu janji kampanyenya, yakni menerbitkan Kartu Pra Kerja. Jokowi pun telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Pra Kerja pada tanggal 26 Februari 2020.
Lalu, bagaimana cara mendapatkan Kartu Pra Kerja? Mengutip dari Perpres tersebut, untuk bisa mendapatkan Kartu Pra Kerja, calon penerima wajib mendaftarkan diri pada program Kartu Pra Kerja. “Pendaftaran program Kartu Pra Kerja dilakukan secara daring (online) melalui situs resmi program Kartu Pra Kerja,” tulis aturan tersebut, Sabtu (7/3/2020).
Nantinya, calon peserta program Kartu Pra Kerja bakal melalui proses seleksi. Meski belum dijelaskan secara lebih rinci, pendaftar Kartu Pra Kerja bisa memilih jenis pelatihan yang akan diikuti melalui platform digital.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran, seleksi, pemilihan jenis pelatihan, dan pemanfaatan Kartu Pra Kerja diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintah di bidang perekonomian,” tulis aturan itu lagi.
Dalam rangka penyelenggaraan program Kartu Pra Kerja, dengan Perpres ini dibentuk Komite Cipta Kerja. Komite tersebut bertugas merumuskan dan menyusun kebijakan program Kartu Pra Kerja dan melakukan pengendalian dan evaluasi pelaksanaan.
Dalam penyelenggaraan program Kartu Pra Kerja, menurut Pasal 17 Perpres ini, Komite dibantu oleh tim pelaksana dan manajemen pelaksana. Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme tata kerja tim pelaksana dan manajemen pelaksana, menurut Pasal 24, diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian sebagai Ketua Komite.
“Pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan program Kartu Pra-Kerja bersumber dari APBN yang dianggarkan pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara,” bunyi Pasal 27 Perpres tersebut.
Seperti diketahui, Kartu Pra Kerja bakal menyasar 2 juta orang pencari kerja dan pekerja korban PHK dengan anggaran mencapai Rp 10 triliun.
Saat dulu dikampenyekan, Kartu Pra Kerja ini sudah banyak mendapat kritikan. Kontroversinya terletak pada janji Jokowi bahwa pemegang kartu tersebut akan menerima gaji selama belum mendapat pekerjaan, serta dinilai membebani APBN. Namun setelah itu, Jokowi menegaskan bahwa program Kartu Pra Kerja bukan menggaji pengangguran.
Program ini merupakan bantuan biaya pelatihan vokasi untuk para pencari kerja yang berusia 18 tahun ke atas dan sedang tidak dalam pendidikan formal. Atau untuk para pekerja aktif dan pekerja yang terkena PHK yang membutuhkan peningkatan kompetensi. Meski begitu, kontroversi sudah terlanjur muncul.
Pamer Saat Kampanye
Saat kampanye Pilpres 2019, hampir di setiap daerah yang disambanginya Jokowi selalu memamerkan Kartu Pra Kerja. Kartu sakti lainnya yang juga sering ditampilkan saat kampanye yaitu Kartu Sembako Murah dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
“Kalau belum dapat pekerjaan, kartu itu juga akan memberikan kayak honor, kayak gaji. Tapi jumlahnya berapa masih kita rahasiakan. Nanti,” kata Jokowi saat kampanye di Kendari, Senin (30/12/2019).
Selanjutnya, di kesempatan kampanye lain di Tangerang, Jokowi mengatakan, lulusan SMA hingga karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) akan mendapatkan pelatihan dengan Kartu Pra Kerja serta mendapatkan insentif honor.
“Pelatihan skill meningkat sehingga cepat mendapatkan pekerjaan, tapi kalau belum dapat kerja dapat insentif honor. Yang enggak setuju, silakan maju saya kasih sepeda, awas kalau maju,” ujarnya.
Menurut Jokowi, Kartu Pra Kerja diberikan bagi anak-anak muda yang baru tamat dari SMA, SMK, atau lulusan perguruan tinggi yang akan mencari kerja.
Melalui kartu ini, para lulusan sekolah bisa mendapatkan program pelatihan keterampilan atau vocational training. Dengan begitu, lulusan sekolah atau perguruan tinggi bisa memiliki keterampilan untuk memudahkan mendapatkan pekerjaan.
Menurut Jokowi, pemilik kartu tersebut mendapatkan dana insentif. Namun, waktunya terbatas, sekitar 6-12 bulan. “Ada insentif, tapi dalam kurun waktu tertentu. Ini untuk memacu supaya pemegang kartu ini bisa lebih semangat mendapatkan kerja. Bukan berikan gaji pada yang nganggur,” kata Jokowi.
Terlalu Dini
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai realisasi dari program Kartu Pra Kerja terlalu dini. Sebab, hingga saat ini pemerintah belum memiliki skema dan database untuk mendistribusikan “kartu sakti” tersebut.
“(Untuk realisasi 2020) masih terlalu dini, menurut saya bertahap. Boleh dilakukan 2020 tapi pendataan harus dilakukan terlebih dahulu,” ujarnya belum lama ini.
Tauhid menjelaskan, setidaknya pemerintah perlu untuk melakukan persiapan selama satu hingga dua tahun dalam proses pengumpulan data mengenai ketenagakerjaan di Indonesia. Untuk itu, Badan Pusat Statistik (BPS) harus turut dilibatkan dalam proses realisasi wacana Kartu Pra Kerja.
“Untuk realisasi itu pemerintah harus punya database, disinkronkan, karena kalau tidak ada eligibility mengenai siapa yang berhak, akan jadi pertanyaan dan jadi masalah di kemudian hari terkait pertanggungjawaban,” ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga perlu melakukan kerja sama dengan pelaku industri yang memang berisiko mengalami PHK. Kemudian perlu pula dilakukan uji coba program Kartu Pra Kerja sebelum akhirnya dilakukan konfirmasi dan validasi data. “Karena kalau tidak, akan jadi problem sosial yang meletup di kemudian hari,” pungkasnya. (wip)
Sumber: CNNIndonesia.com, Kompas.com, Detik.com