IslamToday ID CEO Ruanggguru Adamas Belva Syah Devara, mengundurkan diri sebagai staf khusus Presiden Joko Widodo pada Selasa (21/4/2020). Sebelumnya santernya kritik masyarakat yang menilai penunjukan mitra kartu prakerja tidak transparan. Selian itu ada dugaan konflik kepentingan dibalik penunjukan ruangguru sebagai mitra kartu prakerja.
Meskipun Belva Devara mundur sebagai stafsus presiden, masyarakat belum mendengar kabar ruangguru mundur sebagai mitra kartu prakerja. Padahal program pelatihan yang digelontor anggran 5,6 triliun itu dinilai tidak relevan, terlebih bisa didapatkan secara gratis melalui Youtube.
Apakah ruangguru tetap tidak ingin kehilangan kesempatan menikmati manisnya proyek pelatihan itu? Usut punya usut Belva bukanlah pemain sesungguhnya, ada investor besar dibalik ruangguru, dan sejumlah startup yang menjadi mitra kartu prakerja.
“Saya kira dengan pengunduran diri Belva ini, sorotan publik belum tentu akan berhenti karena masih menyisakan, satu, perusahaannya masih mendapatkan proyek yang cukup besar itu. Kedua adalah ternyata perusahaan itu adalah anak perusahaan dari perusahaan yang terdaftar di Singapura, ” tutur anggota Ombudsman RI, Alvin Lie (21/4/2020).
Gurita Bisnis
Ruangguru merupakan anak cabang dari Ruangguru Private Limited, sebuah start up pendidikan Indonesia yang di naungi oleh PT Ruang Raya Indonesia. PT Ruang Raya Indonesia memiliki Komisaris Utama Wilson Cuaca.
Wilson Cuaca merupakan pendiri dari East Ventures, sebuah perusahaan ventura terbesar di Asia Tenggara. East Ventures mengumpulkan dana investor asing untuk berinvestasi di negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.
East Ventures yang sudah dirintis oleh Wilson Cuaca sejak 2009 lalu. Hingga Maret 2020 sudah 170 start up di danai oleh East Ventures, dan 130 start up yang didanai oleh East Ventures berada di Indonesia.
Selain Ruangguru, East Ventures juga memiliki beberapa start up sukses seperti Tokopedia, Go-Jek, Bukalapak, Traveloka, dan Sayurbox. Sedangkan yang masih dalam rintisan adalah Fore Coffee.
Faktanya, bukan hanya ruangguru, Tokopedia, Bukalapak, yang mendapat kucuran dana oleh East Ventures juga terlibat di dalam program Kartu Prakerja.
Pada debat capres 2019 lalu, sebenarnya keberadaan ‘gurita start up’ ini sudah disinggung oleh presiden Jokowi. Meskipun tidak menyebut secara detail. Presiden Jokowi memang tidak menyebutkan keberadaan East Ventures secara langsung.
Tapi dengan mantap dan dengan bangganya menyebutkan Indonesia telah memiliki unicorn-unicorn. Waktu itu Presiden Jokowi hanya menyebutkan empat unicorn. Kemudian belakangan menyampaikan bahwa pemerintah menyiapkan 1000 start up baru untuk tahun 2020 ini.
Cengkraman Asing
Start up kebanggaan Presiden Jokowi yang didanai oleh East Ventures seperti Go-Jek, Tokopedia, Bukalapak dan Traveloka justru dikuasi oleh asing. Penguasaan asing terhadap unicorn-unicorn tersebut justru menempatkan Indonesia sebagai pasar sekaligus penonton.
Nilai valuasi Tokopedia pada Februari 2019 mencapai US$ 5,9 miliar, di bulan yang sama, Tokopedia telah mengumpulkan penggalangan dana investor sebesar US$ 2,4 miliar. Investor Tokopedia berasal dari Alibaba Gruop (China), Softbank (Jepang), dan Sequoia (India).
Sementara Go-Jek di bulan yang sama telah mendapatkan mampu menyerap investasi asing sebesar US$ 3 miliar, dengan nilai valuasi US$ 10 miliar.
Investor Go-Jek terdiri dari Tencent Holdings, JD.com, New World Strategic Invesment (China), Google (AS), Temasek Holdings dan Hera Capital (Singapura), dan Astra International dan GDP Ventures dari Indonesia.
Keberadaan East Ventures ini mampu menghimpun dana asing dalam jumlah besar. Mereka tidak hanya memangsa pasar masyarakat secara langsung namun juga turut terlibat dalam proyek-proyek pemerintah.
Misalnya pada mereka merencanakan akan terlibat pada proyek investasi ramah lingkungan di Jakarta. Hal ini terungkap dalam sebuah diskusi di Lestari Talk 2020 dengan tema “Unboxing Ekonomi Lestari” di Kantor BKPM, Jakarta (27/2/2020).
Beberapa proyek yang akan digarap oleh East Ventures, yaitu investasi hijau di Jakarta, kartu prakerja dan yang tidak kalah bombastis adalah pembuatan alat tes corona.
Pembuatan alat tes corona melalui Nusantics, sebuah start up bioteknologi di bidang genetika menjalin kerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset dan Teknologi serta Biofarma.
Sebanyak 100.000 alat tes PCR ini akan diproduksi secara massal dengan biaya total mencapai Rp 10 miliar. Namun hingga (7/4) baru terkumpul dana Rp 70 miliar atau 70% dari target.
Produksi alat tes masal ini akan dilakukan oleh PT Biofarma berdasarkan prototipe desain tes kit Indonesia yang dikembangkan oleh Nusantics. Dengan kapasitas produksi mencapai 15ribu tes kit yang dikemas dalam 600 boks.
“Dalam waktu sepekan ini, prototipe desain test kit telah selesai dan 70% target penggalangan dana telah terkumpul,” tutur Managing Partner East Ventures, Wilson Cuaca (7/4/2020).
Kedaulatan Digital
Jauh-jauh hari, tepatnya di Desember 2018 Ekonom Senior, Rizal Ramli pernah berpesan agar pemerintah untuk berhati-hati dengan trend ekonomi digital. Saat itu pemerintah berencana membuka 100 persen kepemilikan asing di bisnis digital.
“Oleh karenanya hati-hati dengan ide 100 persen pemilikan asing di bisnis digital, data interchanges, online contents, payment system, dan sebagainya,” ujar Rizal (3/12/2018).
Ia menekankan pentingnya untuk menjaga kedaulatan digital. Sehingga Indonesia tidak hanya sekedar pasar dan konsumen.
“Tanpa visi dan strategi nasional yang kuat, Indonesia hanya akan menjadi pasar digital dan online yang didominasi oleh oligopoli Amerika dan China,”imbuhnya
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto