“Menurut saya masih kurang banget. Angka Rp 405,1 triliun adalah sekitar 2,8% dari PDB,”
-Sutrisno Iwantono-
IslamToday ID –Keseriusan pemerintah dalam menangani pandemi covid-19 dipertanyakan. Pasalnya paket stimulus penanganan covid-19 yang disiapkan pemerintah sebesar 405,1 triliun, dinilai jauh dari kebutuhan. Jika dihitung jumlah tersebut hanya 2,5 dari PDB.
Negara lain seperti Malaysia saja memiliki stimulus fiscal 10 persen dari PDB, Singapura 10,9 persen dari PDB, Amerika Serikat mengeluarkan 10,5 persen dari PDB, Australia 10,9 persen, dan Jepang 20 persen dari PDB. Sedangkan Indonesia hanya 2,8 persen dari PDB.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Rosan Roeslani menyatakan, stimulus yang diberikan pemerintah sewajarnya sampai Rp1.600 triliun, bukan hanya 405,1 triliun. Menurutnya angka Rp16 ribu triliun wajar, karena setara 10 persen dari total PDB Indonesia.
Pertimbangannya, ekonomi Indonesia saat ini sudah besar. Saat krisis 2007-2008 saja, PDB Indonesia berada di kisaran Rp4-5 ribu triliun. Saat ini PDB Indonesia mencapai Rp16 ribu triliun. Seharusnya anggaran penanganannya perlu disesuaikan juga dengan perkembangan itu, menjadi Rp 1600 triliun.
Pendapat Kadin ini sudah disampaikan oleh Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Minuman (Gapmmi) Adhi Lukman dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (27/4/2020). Paket stimulus yang dikeluarkan pemerintah saat ini dinilai tidak bisa mencegah ledakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Butuh Rp 2000 Triliun
Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Peneliti senior Institute of Developing Entrepreneurship (IDE) Sutrisno Iwantono. Nilai stimulus Indonesia dalam penanganan covid-19 lebih kecil disbanding negara lainya. Padahal persolan pandemic bukan persolan singkat. Terlebih Pesiden Jokowi saja memperkirakan sampai akhir tahun.
“Menurut saya masih kurang banget. Angka Rp 405,1 triliun adalah sekitar 2,8% dari PDB,”ujarnya seperti dilansir CNBCIndonesia, Senin (20/4/2020).
Menurutnya, selama vaksin belum ditemukan maka covid-19 tidak hanya mengunci orang di rumah, tapi turut kegiatan ekonomi. Bila stimulus tidak ditingkatkan maka ekonomi masyarakat dan dunia usaha semakin runtuh dan terjadi terancaman mengalami krisis yang parah.
“Bisa jadi kebutuhan kita lebih besar dari itu (Rp 1660 trilliun), mungkin angka Rp 2000 triliun diperlukan, terutama apabila jangka waktunya berkepanjangan,” katanya Senin (20/4/2020).
Jumlah tersebut bisa didapat pemerintah dengan meminjam Bank Indonesia, melalui Quantitative Easeing (QE), atau kebijakan cetak uang. Alternatif seperti ini harus segera dipersiapkan, agar tidak gagap seperti saat kasus covid pertama di Indonesia.
Ia menambahkan, persoalan stimulus tidak hanya soal angka yang lebih besar. Menurutnya, yang tak kalah penting adalah soal pelaksanaan yang tepat sasaran dan cepat. Ia melihat implementasi kebijkan stimulus pemerintah lambat dan tidak tepat sasaran.
Misalnya peluncuran pelatihan online kartu pra kerja. Selain menyebabkan daftar tunggu panjang karena kuotanya terbatas, kebijkan ini juga tidak relevan dimasa pandemi. Seharusnya, anggran dapat dialokasikan untuk jarring pengaman sosial.
“Permasalahannya adalah implementasinya. Karena delivery-nya sangat lambat. Kayaknya sih system birokrasi atau ada kelambanan lain ya. Kita terus dorong pemerintah agar bergerak lebih cepat,” tandasnya
Penulis: Arief Setiyanto