IslamToday ID — Revisi terhadap Undang-undang (UU) No.4/2009 resmi disahkan oleh DPR RI, Selasa (12/5) lalu. Setelah batal disahkan pada September 2019 lalu, akhirnya pemerintah mengesahkan UU Minerba baru. Selain timing pengesahan yang tak tepat, di tengah situasi pandemi Corona, substansi dari revisi UU Minerba ini dinilai juga hanya mengakomodir kepentingan para pengusaha tambang.
Undang-undang Dasar (UUD)1945 dalam pasal 33 telah mengamanahkan bahwa pengelolaan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, bukan golongan. Untuk itu pasal-pasal yang merugikan rakyat seperti jaminan perpanjangan izin, kewajiban reklamasi pasca tambang hingga hilangnya pasal sanksi pidana terhadap pengusaha akan digugat melalui judicial review atau uji materi.
“Hampir 70 persen konten Undang-undang baru Minerba ini layak di-judicial review,” ujar Ketua Divisi Kampanye dan Jaringan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Arip Yogiawan (13/5/2020).
Adapun pasal-pasal baru yang terdapat dalam UU Minerba yang baru disahkan oleh DPR yang bisa merugikan rakyat dan negara adalah pasal 47 terkait perpanjangan izin tanpa melalui mekanisme lelang.
Publish What You Pay (PWYP) juga mengungkapkan hal yang sama dengan YLBHI, keberadaan pasal 169 khususnya, pasal ini menjadi karpet merah bagi para pengusaha tambang yang telah memegang Perjanjian Karya Pengelolaan Batubara (PKP2B) dan Kontrak Karya.
Para pengusaha tambang akan dipermudah dalam memperoleh perpanjangan usaha dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus atau IUPK alias tanpa lelang. Bahkan mereka bisa memperluas area tambangnya hingga 15.000 hektar melebihi aturan undang-undang sebelumnya.
Bahkan perizinan tambang yang sebelumnya ada di tingkat provinsi dipangkas, cukup dengan izin dari pemerintah pusat. Mereka para pemilik IUPK bisa memperpanjang cukup dengan izin dari pemerintah pusat, melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saja.
“Pemegang IUPK bisa meminta luas wilayah produksinya dengan persetujuan menteri. Ini akan menjadi polemik dan dampaknya akan luar biasa. Kita tahu dari 2016 saja transisi dari kabupaten ke provinsi belum selesai sekarang harus ditransisikan lagi. Nah ini saya pikir akan menjadi polemik baru yang berkepanjangan,” jelas Manager Advokasi PWYP Ariyanto Nugroho (13/5/2020).
Rawan Korupsi dan Konflik Lahan
Ariyanto menambahkan mekanisme izin pertambangan yang baru akan rawan terjadi tindakan korupsi. Karena melalui undang-undang baru ini IUP bisa dipindahtangankan melalui persetujuan menteri. Hal ini membuka peluang potensi korupsi karena izin bisa dipindahtangankan hanya dengan sepengetahuan menteri saja.
Masalah lain yang akan muncul selain tindakan korup di kalangan elite kekuasaan juga rawan terjadi konflik lahan yang melibatkan rakyat sipil. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah. Ia UU Minerba yang baru dapat meningkatkan terjadinya konflik warga meningkat. Sebelumnya dalam periode waktu 2014-2017, tercatat telah terjadi konflik hingga 71 kali.
Berikutnya, menurut Merah Johansyah UU Minerba yang baru ini juga menyebabkan hilangnya partisipasi rakyat. Karena mengecilnya partisipasi komunikasi publik lingkar tambang. Dimana proses pengesahannya ditemukan beberapa kecacatan dari periode waktu yang terburu-buru dan pemutusan sepihak tanpa ada diskusi dari warga lingkar tambang.
Merah Johansyah bahkan menyebut keberadaan UU Minerba yang baru ini sebagai UU titipan para pengusaha tambang. Khususnya para pengusaha tambang batubara yang mempunyai 1.700 izin tambang di kawasan hutan lindung. Bahkan yang paling banyak adalah di kawasan hutan produksi sebanyak 3.712 izin tambang, sisanya sebanyak 2.289 berada di kawasan hutan produksi terbatas, dan yang paling sedikt terdapat di kawasan cagar alam dan konservasi yakni 369 izin tambang.
“Kami anggap UU ini tidak layak disebut UU bahkan lebih cocok disebut memo atau sejenis kartu garansi karena isinya kita cek hanya klausul garansi dan jaminan kenyamanan pada pengusaha. Kami juga mencatat 783 tambang terhubung dengan kawasan bencana, yang menyebabkan banjir, longsor dan kawasan rawan gempa,” ungkapnya.
Klaim Pemerintah
Pada akhir April lalu, Kementerian ESDM mengklaim revisi terhadap UU Minerba, UU No.4/2009 sebagai sarana untuk memberikan jaminan kepastian dan konsistensi hukum berinvestasi tambang di Indonesia. Revisi UU Minerba ini akan meningkatkan pendapatan negara, nilai tambah. Serta mengatur status barang milik negara dalam pelaksanaan perpanjangan kontrak melalui IUPK.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, mengungkapkan jika perpanjangan Kontrak Karya (KK) dan PKP2B tidak berlaku otomatis akan tetapi ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan tambang yang ingin memperpanjang kontrak.
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan tambang meliputi kinerja keuangan, aspek lingkungan, aspek teknis, dan lain sebagainya. Selain itu perusahaan yang memegang KK dan PKP2B harus harus memberikan porsi lebih besar kepada negara melalui pengaturan kembali penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
“Jadi ini tidak otomatis tapi disaring dengan ketat baik kewajiban teknis maupun adminitrasi serta terhadap luasan. Itu harus ditentukan lebih besar dari eksisting yang sekarang,” jelas Bambang, Kamis (30/4/2020).
Untungkan Elite Batu Bara
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah menilai keberadaan UU Minerba yang baru akan menguntungkan perusahaan-perusahaan batu bara yang dimiliki oleh segelintir orang-orang kaya di Indonesia. Karena mereka dapat memperoleh perpanjangan izin tanpa proses lelang. Terutama bagi perusahaan yang telah memegang lisensi KK dan PKP2B. Bahkan dalam pasal 169 A, para pemegang PKP2B memiliki IUPK yang bisa memperpanjang izinnya hingga dua kali 10 tahun, ketentuan ini tidak ada dalam UU Minerba 2009.
“UU Minerba versi 2009 mempersempit ruang gerak pebisnis batu bara sehingga mereka berupaya mendapatkan kepastian perpanjangan,” jelasnya (13/5/2020).
Bahkan yang paling mengerikan adalah izin perpanjangan dapat diajukan lebih cepat dari aturan sebelumnya, yakni lima tahun sebelum kontrak habis. Izin perpanjangan kontrak sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014. Dalam aturan tersebut, perpanjangan kontrak hanya dapat dilakukan dua tahun sebelum kontrak habis.
Ia juga menyebutkan generasi I terdiri atas tujuh pemilik PKP2B, yang masa kontraknya akan segera habis dan mereka menguasai 70% produksi nasional tambang batu bara. Mereka adalah PT Arutmin Indonesia (2020), PT Kendilo Coal Indonesia (2021), PT Kaltim Prima Coal (2021), PT Adaro Energy Tbk (2022), PT Multi Harapan Utama (2022), PT Kideco Jaya Agung (2023), dan PT Berau Coal (2025).
Hal senada juga pernah diungkapkan oleh Ekonom Senior INDEF, Faisal Basri menurutnya langkah DPR mengesahkan UU Minerba di tengah pandemi Covid-19 adalah untuk menyelamatkan para pengusaha batubara. Khususnya perusahaan yang memiliki KK besar yang kontraknya segera berakhir, dan tidak sabar menunggu disahkannya Omnibus Law.
“Ini ibarat karpet merah yang membentang di tempat yang sama dengan Omnibus Law, jadi karpet merahnya bertumpuk dan lebih empuk bagi yang menapakinya,” tutur Faisal Basri (15/4/2020).
Penulis: Kukuh Subekti
Redaktur: Tori Nuariza