IslamToday ID — Presiden Jokowi akhirnya mengeluarkan Peraturan Presiden No. 64/2020. Perpres tersebut sekaligus sebagai sikap resmi pemerintah terhadap Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 7P/ HUM/ 2020 tentang pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP). Putusan MA tersebut sekaligus untuk membatalkan Perpres No. 75/2019 tentang kenaikan iuran BPJS per Januari 2020.
Bahkan eksekusi dari pembatalan yang ditetapkan oleh MA tersebut ditunda berlarut-larut karena Presiden Jokowi belum menurunkan perpres. Alhasil masyarakat harus membayarkan iuran sesuai dengan apa yang ditetapkan pemerintah dalam Perpres No.75/2019. Pemerintah bahkan tidak bersedia untuk mengembalikan sisa iuran yang telah dibayarkan oleh rakyat baik untuk kelas I, II maupun III.
Sejak Januari hingga Maret para pengguna BPJS harus membayar iuran sesuai dengan Perpres No. 75/2019, yang naiknya 100% misal kelas I mereka membayar Rp 160ribu, untuk kelas II harus membayarkan iuran sebesar Rp 110ribu dan kelas III mereka harus membayarkan uang sebesar Rp 42ribu. Sementara itu, pembatalan iuran ini baru untuk April hingga Juni 2020.
“Jadi, untuk iuran Januari sampai Maret 2020 tidak ada pengembalian atau dikompensasi di bulan berikutnya. Namun, terhadap kelebihan iuran peserta JKN-KIS yang telah dibayarkan pada April 2020, akan dikompensasikan ke iuran pada bulan berikutnya,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf, Kamis (30/4/2020).
Menurut Iqbal, keberadaan Perpres No.64/2020 yang menunda kenaikan iuran BPJS hingga Juli nanti, menunjukan bahwa pemerintah telah menjalankan keputusan MA terkait uji materi dalam Perpres No.75/2019. Dengan alasan bahwa pemerintah melalui perpres yang baru tersebut telah ikut memberi subsidi untuk periode bulan April, Mei, dan Juni 2020.
“Perlu diketahui juga, Perpres yang baru ini juga telah memenuhi aspirasi masyarakat seperti yang disampaikan wakil-wakil rakyat di DPR RI, khususnya dari para Anggota Komisi IX untuk memberikan bantuan iuran bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)/mandiri dan Bukan Pekerja kelas III,” ujar Iqbal (13/5).
Klaim Pemerintah Tutup Defisit
Bahkan menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, keputusan pemerintah untuk tetap menaikan iuran BPJS pada Juli nanti dalam rangka untuk menjaga keberlanjutan BPJS. Ia menuturkan bahwa Perpres No. 64/2020 tentang perubahan kedua atas Perpres No.82/2018 tentang Jaminan Kesehatan telah mengatur perubahan besaran iuran dan adanya bantuan iuran bagi peserta mandiri oleh pemerintah dikeluarkan dalam rangka menjaga keberlanjutan BPJS.
“Untuk iuran yang disubsidi pemerintah, tetap diberikan subsidi. Nah yang lain, tentu diharapkan menjadi iuran yang bisa menjalankan keberlanjutan operasi BPJS Kesehatan,” ujar Airlangga (13/5/2020)
Dalam Perpres No.64/2020 pasal 34 ayat 1 ditentukan besaran iuran BPJS per Juli untuk kelas III adalah Rp 42.000, para peserta harus membayar 25.500 dengan subsidi pemerintah Rp 16.500. Dan di tahun 2021 nanti mereka harus membayarkan Rp 35ribu, subsidi berkurang menjadi Rp 7ribu. Selanjutnya dalam pasal 34 ayat 2 diatur iuran untuk kelas I sebesar Rp 150ribu dan iuran untuk kelas II menjadi Rp 100ribu.
Besaran anggaran BPJS dari tahun ke tahun (dalam triliun) Rp 74,2 (2015), Rp 106,1 (2016), Rp 104 (2017), Rp 111 (2018), Rp 123,1 (2019) dan tahun 2020 direncanakan sebesar Rp 132,2.
Menkeu, Sri Mulyani mencatat besaran defisit BPJS dari tahun ke tahun (dalam triliun) adalah Rp 1,9 (2014), Rp 9,4 (2015), Rp 6,7 (2016), Rp 13,8 (2017), Rp 19,4 (2018). Pada Maret lalu, Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan defist BPJS tahun 2019 adalah Rp 13 T, bahkan itu setelah BPJS mendapatkan suntikan dana Rp 15 T.
MA Tutup Mata
Mahkamah Agung (MA) setelah sebelumnya menetapkan penolakan kenaikan iuran BPJS kini bahkan angkat tangan dengan mengabulkan Judicial Review Perpres No.75/2019. MA tak lagi ikut campur dalam kebijakan naiknya iuran BPJS yang ditetapkan Presiden Jokowi dalam Perpres No. 64/2020.
“Mahkamah Agung tidak akan mencampuri dan tidak akan menanggapi, sebab hal tersebut merupakan wilayah kewenangan pemerintah,” tutur Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, Rabu (13/5/2020).
Menurutnya MA hanya berwenang dalam mengadili perkara permohonan uji materi terhadap peraturan yang kedudukannya di bawah undang-undang. Sedangkan dalam kenaikan iuran BPJS, ia mengatakan bahwa Presiden Jokowi telah mempertimbangkan secara seksama untuk kembali menaikan iuran BPJS.
Sikap Tiga Fraksi DPR
Tiga Fraksi DPR yang menolak kebijakan presiden menaikan iuran BPJS sebagaimana telah ditetapkan Presiden Jokowi dalam Perpres No.64/2020. Tiga fraksi tersebut adalah PKS, Demokrat dan PAN. Mereka mendesak Presiden Jokowi untuk membatalkan perpres yang dikeluarkan ketika masyarakat tengah mengalami situasi sulit dalam menghadapi wabah corona.
“(Saya) minta pemerintah membatalkan Perpres No. 64/2020 yang menjadi dasar hukum kenaikan iuran (BPJS Kesehatan),” ujar Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto (14/5/2020).
Menurutnya, dari sisi hukum keberadaan Perpres No. 64/2020 justru tumpang tindih dengan Perpres No.75/2019 yang masih berlaku. Ia menambahkan juga bahwa putusan MA Nomor 7P/HUM/2020 yang dibatalkan adalah Pasal 34 ayat (1) dan (2) karena bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 2 UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Pasal 2 UU BPJS.
Senada dengan Fraksi PKS, Partai Demokrat juga mengungkapkan hal serupa. Melalui Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto meminta Presiden untuk mencabut atau membatalkan Perpres barunya. Ia berharap pemerintah tidak menambah kesulitan rakyat dengan menghadirkan Perpres No.64/2020 di tengah-tengah pandemi Covid-19.
Fraksi ketiga yang menolak keberadaan Perpres No. 64/2020 adalah PAN, menurut anggota DPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto pemerintah haruslah membahagiakan rakyatnya di tengah-tengah situasi sulitnya mencari nafkah dan pekerjaan di tengah-tengah situasi wabah corona ini. Selain itu masalah kesehatan seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Penulis: Kukuh Subekti
Redaktur: Tori Nuariza