IslamToday ID – Sektor perekonomian nyaris tak berkutik setelah dihantam pandemi covid-19. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) memperkirakan sebanyak 40 juta orang kehilangan pekerjaan. Uniknya, ditengah keterpurukan ekonomi Presiden Jokowi justru mengeluarkan PP No.25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat,
Dasar hukum Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebenarnya sudah diundang-undangkan sejak 2016 lewat UU 4/2016. Kemudian, pada 20 Mei 2020 lalu Presiden Jokowi menerbitkan PP No.25/2020. Program nasional tabungan perumahan rakyat rencananya dimulai 2021.
Tapera bermaksud menjalankan amanat UUD 1945, salah satunya Pasal 28 H ayat 1, bahwa: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
Bagi pegawai bertatus PNS, TNI, Polri, BUMN, BUMD dan swasta. Dikenai iuran Tapera sebesar 3%, dengan rincian 2,5% dari gaji pegawai/buruh dan 0,5% dibayarkan oleh pengusaha atau pemberi kerja. Program ini juga membuka peluang bagi ‘peserta mandiri’ layaknya perserta iuran BPJS.
Perserta mandiri menyetorkan sendiri iurannya ke Badan Pengelola (BP) Tapera paling lambat tanggal 10 tiap bulannya. Besaran iuran ditentukan dengan rata-rata pendapatanya tiap bulan selama setahun terakhir.
Kontroversial
Kebijakan ini pun menuai kontoversi dan protes dari berbagai kalangan mulai dari buruh, pengusaha, hingga anggota dewan. Pasalnya, dampak pandemi tidak hanya berdampak satu hingga dua tahun kedepan. Meko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan sudah mengatakan, bahwa dampak covid-19 akan terada hingga lima tahun mendatang.
Lebih dari itu, pengamat politik Rocky Gerung bahkan mengatakan dampak covid-19 akan terasa hingga ‘anak-cucu’. Sebab, pemerintah telah menerbitkan surat utang negara dengan jatuh tempo pembayaran yang luar biasa panjang. Yakni mencapai 50 tahun ke depan.
Oleh karena itu, banyak pihak merasa berat jika upah yang diterima kembali diiris-iris dengan berbagai iuruan. Sedangkan, saat ini pemerintah telah sangat membebani dengan menaikan iuran BPJS.
“Potongan buruh itu sudah banyak, BPJS, Pajak. Jadi tetap saja akan memberatkan. Untuk pekerja informal, borongan, harian lepas akan lebih susah juga, karena tidak tentu pendapatannya,” Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) Jumisih (3/6/2020).
Di sisi lain, pada 4 November 2019 lalu, Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (LPDPP) menyatakan kuota rumah subsidi yang menjadi program pemerintah telah habis. Akibatnya, hingga akhir tahun 2019 tidak ada penambahan rumah subsidi dari pemerintah. Saat itu Direktur Layanan Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Agusny Gunawan meminta kebijakan lain untuk pengadaan rumah subsidi.
Kemudian pada Desember 2019 lalu, pemerintah justru menghapus program subsidi selisih bunga (SSB) pada tahun 2020. Padahal Skema SBS ini merupakan salah satu skema subsidi perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Alasannya, Kebijakan pemberian SBS bagi masyrakat berpenghasilan rendah dinilai telah membebani APBN. Padahal subsidi bunga inilah yang menjadi daya tarik bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk membeli rumah. Terbukti selama periode 2015-2018 skema SSB ini mampu menyasar 558.848.
Dan kini pemerintah pun menerbitkan PP No.25/2020 dengan dalih sebagai solusi bagi masyarakat yang belum memiliki rumah. Padahal tanpa Tapera, anggaran rumah subsidi di tahun 2020 oleh pemerintah telah dinaikan menjadi Rp 11triliun dari sebelumnya yang hanya Rp 7,1 triliun.
Kritik DPR
Program Tapera dengan kewajiban iuran 3% dari gaji para pegawai dinilai sebagai modus pemerintah untuk ‘menggalang’ uang. Kuat dugaan pemerintah mencoba lepas tangan dari tanggungjawab menyediakan hunian layak bagi masyrakat. Selain itu, kebijakan tersebut dinilai akan semakin membebani rakyat di tengah situasi pandemi Covid-19.
“Ini kenapa pemerintah tiba-tiba mengeluarkan PP untuk pemotongan iuran 3 persen terhadap PNS, BUMN, TNI, polisi, termasuk pekerja swasta? Ini namanya cari duit, pemerintah cari duit nih, enggak ada uangnya,” tutur , Irwan Anggota Komisi V DPR dari Partai Demokrat, (4/6/2020).
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati, menilai PP No.25/2020 menunjukan bahwa pemerintah tidak bertanggungjawab untuk menyediakan rumah bagi rakyat. Pemerintah seharusnya mewujudkan amanah pasal 28H ayat 1 UUD 1945. Didalamnya mengamanahkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
“Peran pemerintah sebagai penanggung jawab penyediaan rumah rakyat menjadi tidak berfungsi. Di saat rakyat menghadapi kesulitan ekonomi karena pandemi Covid-19, potongan gaji untuk Tapera, yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, akan menambah kesulitan mereka (rakyat),” tandas Anis seperti dilansir dari CnnIndonesia.com (4/6/2020).
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Arief Setiyanto