IslamToday ID — Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun turut menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Menurutnya RUU ini tidak berguna bagi masyarakat.
“Pertama, sebenarnya tidak ada gunanya bagi masyarakat UU seperti ini. Kedua, justru UU ini makin menegaskan Pancasila adalah milik penguasa, pemerintah,” ujar Refly Harun dalam kanal YouTube-nya yang diunggah pada Rabu (17/6).
Pendapat itu muncul bukan tanpa alasan. Refly mencermati pasal 43 ayat 1 RUU HIP. Dalam pasal tersebut ada klausul “Presiden merupakan pemegang kekuasan dalam pembinaan haluan ideologi Pancasila”
Menurut Refly pasal 43 ayat 1 RUU HIP ini sangat berbahaya. Sebab, semakin menegaskan bahwa Pancasila sebagai milik pemerintah. Presiden Seolah menjadi sosok yang paling Pancasilais dan dapat menghakimi mana yang pancasilais dan yang bukan.
“Undang-undang ini sangat menguntungkan pemerintah. Apa lagi saya baca bahwa presiden memegang kekuasaan Haluan Ideologi Pancasila. Berarti, presiden itu yang paling pancasilais. Jadi presiden itu, kemudian bisa menentukan mana Pancasilais dan mana tidak, nah ini berbahaya,” tutur Refly
Komisaris Pelindo I ini khawatir jika Pancasila ‘dibajak’ oleh penguasa, maka kemudian dia menjadi alat ‘gebuk’. Pancasila menjadi alat untuk membedakan kelompok-kelompok dalam persaingan politik.
“Dia menjadi alat pembeda, alat pemukul bukan alat untuk merangkul,” jelasnya.
Refly pun menyimpulkan, bahwa siapapun yang mengkritik presiden atau tidak sejalan dengan presiden bisa dianggap tidak Pancasilais. Mereka bisa dicap menentang Haluan Ideologi Pancasila ada di ‘tangan’ Presiden.
Gejala Lama
Di dalam sejarah Indonesia, pada era orde lama Pancasila ditafsirkan sebagai Nasakom, nasionalis-agama- dan komunis. Siapapun yang tidak mengikuti pandangan Paduka Yang Mulia Panglima Besar Revolusi Presiden Ir. Soekarno, dianggap kontra revolusi dan dianggap tidak Pancasilais.
Sementara itu, menafsirkan panjasila dalam bentuk pedoman penghayan Pancasila di era orde baru Pancasila dijadikan alat ‘gebuk’ untuk melanggengkan kekuasan. Hal itu dilakukan dengan sistematis. Pemerintah orde baru membentuk Badan Pembina Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7). Dalam waktu 19 tahun pemerintah juga mewajibkan setiap pegawau negeri dan anggota masyrakat untuk mengikuti penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
“Dalam pemerintahan sekarang ini, pemerintahan Jokowi hendak dihidupkan lagi, Pancasila melalui Haluan Ideologi Pancasila. Dengan tafsir yang terdapat di dalam Rancangan Undang-undang Ideologi Pancasila. Salah satunya ketentuan yang mengatakan pemegang kekuasaan tertinggi Haluan Ideologi Pancasila adalah presiden,” terang Refly.
Refly mencium, gejala dijadikannya Pancasila sebagai alat ‘gebuk’ kembali muncul sejak Pilpres 2014, Pilpres 2019 dan Pilkada DKI 2017. Munculnya klaim-klaim sepihak, ada yang mengklaim Pancasilais dan menuding yang lainnya tidak Pancasilais. Ada pula yang mengklaim kelompok NKRI dan menuding kelompok lainnya anti NKRI. Muncul pula kelompok yang mengklaim paling toleran dan yang lain intoleran.
Penulis: Kukuh Subekti