IslamToday ID — Pilihan diksi ‘Sense of crisis’, frasa yang menusuk, keluar dari mulut Presiden Jokowi dalam Sidang Rapat Paripurna Kabinet pada (18/6) lalu. Ia tampak menampilkan sisi emosionalnya seolah menggambarkan begitu peliknya persoalan bangsa di tengah krisis. Sense of crisis bisa disebut sebagai rasa peka terhadap kondisi dan situasi krisis yang tengah dihadapi oleh bangsa ini.
Situasi krisis bangsa Indonesia sebaiknya diwaspadai, karena berdasarkan prediksi sejumlah pihak. Presiden Jokowi dalam video yang beredar mengutip prediksi pertumbuhan ekonomi yang disampaikan oleh OECD (Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi).
OECD memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan minus 6%, namun prediksi minus semakin parah jika ada terjadi gelombang kedua virus corona yang minusnya bisa mencapai 7,6%. Sementara proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami minus dari 2,8% hingga 3,9%.
Menurut laporan CNBC Indonesia (30/6), Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 menurut World Bank berada di angka 0%, sementara IMF menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 0,3%. Perkiraan berikutnya berasal dari bank asal Singapura DBS memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 1%. Sementara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan memprediksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di angka minus 0,9-1,9% dan minus 0,14-1% pada tahun 2020.
Krisis Ekonomi
Sinyal-sinyal krisis ekonomi mulai nampak. Berikut ini lima sinyal krisis ekonomi Indonesia yang sudah terjadi sejak bulan Maret lalu. Yakni setelah pengumuman resmi kasus Covid-19 di Indonesia (2/3) lalu.
- Menurunnya aktivitas perdagangan luar negeri Indonesia.
Hal ini ditandai oleh turunnya aktivitas ekspor dan impor selama dua bulan lamanya terutama di bulan April dan Mei lalu. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan ekspor year on year (%YoY) nasional pada bulan Mei 2020 tercatat 10,53 miliar USD. Angka ini turun 28,3 % dibandingkan Mei 2019. Sementara nilai impor turun 42,2 % dibandingkan Mei tahun lalu. Nilai impor bulan Mei 2020 sebesar 8,44 miliar USD.
- Industri manufaktur Indonesia anjlok sejak bulan Maret lalu.
Bulan April 2020 lalu merupakan level terburuk bagi industri manufaktur Indonesia terhitung sejak tahun 2011 untuk periode waktu yang sama yakni di level 27,5. Banyak pabrik tutup, berdasarkan data milik KADIN terdapat 6 juta orang pekerja yang dirumahkan dan terkena PHK.
- Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menurun drastis akibat semakin banyaknya angka pengangguran.
Menurut catatan Bank Indonesia tingkat optimisme konsumen menurun drastis hingga level di bawah 100 yakni 84,8 pada April 2020 dan Mei lalu kembali turun menjadi 77,8. Artinya konsumen telah masuk di zona pesimistis dalam memandang perekonomian.
- Pertumbuhan Penjualan Ritel Indonesia juga mengalami penurunan.
Menurut rilis Survei Penjualan Eceran (SPE) BI, anjloknya penjualan ritel Indonesia pada bulan April lalu mencapai minus 16,9% (yoy), merupakan kontraksi terburuk sejak Desember 2008. Tingginya angka PHK menyebabkan daya beli masyarakat menjadi rendah. Rendahnya daya beli masyarakat mengakibatkan penjualan ritel dan barang tahan lama anjlok.
- Inflasi Indonesia bergerak lambat.
Hal ini terbukti pada bulan Mei lebih rendah dari bulan April yakni 0,07% sementara pada bulan April laju inflasi ada di titik 0,08%. Dan angka tersebut jauh lebih rendah jika dibandingkan pada Mei 2019 yakni 0,68%. Menurunnya pendapatan masyarakat di tengah kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah demi mengurangi penularan virus corona di dalam negeri. Pada bulan Mei lalu menyebabkan permintaan masyarakat menurun sekalipun bulan Mei terdapat perayaan Idul Fitri.
Fakta-fakta di atas paling tidak bisa menggambarkan bagaimana situasi darurat luar biasa ini, sesuatu tidak normal yang diungkapkan oleh Presiden Jokowi. Sangat wajarlah kiranya jika ia menegur keras para menteri-menterinya.
Menurutnya, keadaan ini semakin berbahaya ketika para pejabat pemerintahan tidak memiliki sense of crisis terhadap situasi-situasi sulit yang tengah dihadapi oleh masyarakat.
Jokowi semakin dipertegas pesannya kembali ketika ia memberikan pengarahan untuk penanganan Covid-19 terintegrasi di Provinsi Jawa Tengah, yang disiarkan melalui channel Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (30/6/2020).
“Saya titip yang kita hadapi ini bukan urusan krisis kesehatan saja, tapi juga masalah ekonomi. Krisis ekonomi,” kata Presiden Jokowi (30/6/2020).
Kejengkelan Jokowi dan Ancaman Reshuffle
Ekspresi gusar dan jengkel, tampaknya kondisi yang coba diungkapkan ke public oleh Presiden. Setidaknya ekspresi terbaca dari intonasi nada suara dan mimik muka Presiden saat membuka Rapat Sidang Kabinet, di Istana Kepresidenan (18/6).
Ekspresi jarang Jokowi ini kemudian memberikan kode keras pada anggota kabinetnya, agar bekerja lebih serius dan cekatan.
Dalam video pidato berdurasi sekitar 10.20 menit tersebut, Jokowi mengungkit soal “sense of crisis”, dengan pilihan diksi yang menarik. Selain perkara soal momentum video itu diunggah dan kesan terskenario, substansi kemarahan Presiden Jokowi bahkan diiringi dengan ancaman reshuffle kabinet, Langkah politik yang bisa dimaknai beragam.
Padahal, sidang kabinet paripurna pada 18 Juni lalu itu bersifat tertutup. Materi pembahasannya bukan untuk konsumsi publik. Namun Ahad (28/6) akhir pekan lalu, masyarakat menyaksikan bagaimana Presiden Joko Widodo kesal atas kinerja sejumlah menteri dalam menangani pandemi corona melalui sebuah tayangan di Youtube yang diunggah kantor sekretariat presiden.
Bahkan, Jokowi mengancam akan merombak kabinet atau reshuffle. “Saya harus ngomong apa adanya, tidak ada progres signifikan (dalam penanganan krisis akibat Covid-19),” kata Jokowi ketika membuka rapat di Istana Negara tersebut.
Mardani Ali Sera, anggota DPR RI Fraksi PKS, berharap ketegasan presiden tidak berhenti sebatas pernyataan saja. Menurutnya, paling lambat dalam sepekan, ada tindak lanjut aksi dan keputusan tegas serta jelas dari pernyataan itu.
”Jika tidak ada aksi, Pak Jokowi justru yang disebut tidak punya sense of crisis,” tukasnya.
Sementara itu, Pihak Istana melalui Kepala Kantor Staf Presiden tampak enggan menanggapi perihal ancaman reshuffle Kabinet yang dilontarkan Jokowi.
Moeldoko enggan bicara eksplisit terkait reshuffle kabinet. Memang benar, presiden menyatakan bakal mempertaruhkan reputasi politiknya dalam pernyataan kepada para menteri. ”Maknanya, presiden mengambil langkah-langkah yang memberikan contoh kepada bawahannya,” ujarnya Senin (29/6).
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Tori Nuariza