Bahaya, Kemiskinan Indonesia Meningkat Tajam
IslamToday ID –Angka kemiskinan Indonesia meningkat sejak pandemi Covid-19. Sejak September 2019 hingga Mei 2020 angka kemiskinan naik dari 24,79 juta orang menjadi 26,42 juta orang.
Berdasarkan data BPS, kenaikan angka kemiskinan terjadi di 22 provinsi dari 34 provinsi di Indonesia. Khusus untuk Jawa angka kemiskinan naik 0,80%, sementara di luar Jawa kenaikan angka kemiskinan relatif rendah yakni 0,12% sampai 0,31%. BPS mengklaim ada beberapa daerah di Indonesia yang mengalami penurunan tingkat kemiskinan, seperti sebagian wilayah di Sulawesi dan Papua.
Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eny Sri Hartati melihat fenomena dominasi peningkatan angka kemiskinan di Jawa sebagai sesuatu yang ironi. Pasalnya, selama lima tahun terakhir Jawa menjadi fokus pembangunan pemerintah. Namun tampaknya, beragam proyek pembangunan di Jawa rupanya tidak menjawab persoalan ekonomi.
“Karena orientasinya politik lima tahunan dan konstituennya saja. Selama masih itu, ya akan terjadi kekurangan terus menerus,” ucap Enny (16/7/2020).
Enny menuturkan ketimpangan pembangunan di Indonesia yang hanya fokus di Jawa saja juga turut mempengaruhi peningkatan angka kemiskinan di Jawa. Jika pelaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah berlangsung merata maka dampak terhadap perekonomian juga akan merata.
“Yang tidak ada penduduk, kalau dibangun dan berkembang, nanti pada ke sana. Jadi bukan follow population,” imbuhnya.
Guru Besar Ilmu Ekonomi UGM, Mudrajad Kuncoro berpendapat, Jawa merupakan pulau yang memegang peranan besar dalam perekonomian nasional. Ketika Jawa dihantam covid-19, maka kenaikan angka kemiskinan merupakan sebuah kewajaran
Berdasarkan data BPS, Jawa mendominasi perekonomian nasional pada kuartal pertama sebanyak 59,14% dari PDB. Sementara pulau Sumatera berada di posisi kedua yang menyumbang 21,40% dari PDB nasional. Dominasi Jawa terhadap ekonomi Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 2013, sebesar 57,78%, sedang Sumatera sebesar 23,83%.
“Artinya tidak banyak perubahan. Tren ini tidak banyak berbeda,” kata Mudarajad.
Jurang Krisis Ekonomi
Indonesia merupakan negara berkembang yang 60% ekonominya ditopang oleh tingkat konsumsi domestik. Ekspor hanya menyimbang 20 persen terhadap Sebabm sebanyak 60% eksporasal Indonesia berasal dari komoditas yang tak memiliki nilai tambah.
Pandemi Covid-19 mengakibatkan seluruh aktivitas ekonomi masyarakat terhambat. Gelombang PHK dan kemiskinan mau tidak mau meningkat, Gejala resesi ini seharusnya disadari masyarakat.
“Secara umum banyak sekali pendapatan masyarakat yang memang turun drastis dan belum pulih. Nah kondisi yang belum pulih ini ditandai oleh apa? Misalnya mereka sekarang masih susah mendapatkan lapangan pekerjaan baru, itu yang jelas,” jelas Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad (15/7/2020).
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manile mengatakan, menurunnya daya beli masyarakat bisa menjadi tanda-tanda awal terjadinya resesi di Indonesia. Masyarakat kelas menengah ke bawah akan mulai mengalami penurunan pendapatan. Sementara masyarakat menengah ke atas akan mulai menahan pengeluarannya untuk keperluan investasi.
“Nah dari dua indikasi ini, dari dua kelas masyarakat berbeda ini sebenarnya ada memang kecenderungan ke sana bahwa Indonesia perlu waspada terhadap masuknya ke jurang resesi,” ungkap Yusuf dikutip dari detik.com (15/7/2020).
Pernyataan dua peneliti di atas semakin dipertegas dengan pernyataan Ekonom Senior, Rizal Ramli. Merespon pengumuman resesi Singapura pada 14 Juli lalu. RR mengungkapkan bahwa Indonesia sebenarnya telah memasuki jurang resesi.
“Ini kita sudah resesi, daya beli nggak ada, pengangguran naik, krisis kesehatan, ya resesi lah. Resesi itu definisinya pertumbuhan negatif. Kuartal ini negative, kuartal depan juga bakal nengatif,” ungkap Rizal (16/7/2020).
Sebenarnya bukan hal yang sulit bagi Indonesia untuk bisa keluar dari resesi. Namun dia meragukan formasi kabinet yang ada saat ini mampu mengeluarkan Indonesia dari jurang resesi.
“Apakah kita bisa kelua dari krisis ini? Bisa wong waktu saya masuk dulu bisa -3%, nggak susah-susah amat. Tapi ada nggak kabinet sekarang yang punya track record membalikan situasi , dari ekonomi biasa, digenjot jadi tinggi atau dari negative jadi positif? Mohon maaf, nggak ada,” tutur RR
Penulis: Kukuh Subekti