IslamToday ID — Pembagian kursi di Kementerian BUMN sepertinya sudah lumrah terjadi. Seperti yang diakui oleh Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Hasto Kristiyanto yang mengaku bahwa partainya mendapatkan sedikit sekali kursi jabatan komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mengingat hal tersebut, Ia berdalih hal itu menjadi alasan bagi partainya untuk berbenah diri.
“Dalam penempatan jabatan strategis sebagai komisaris, misalnya, jumlah kader PDIP paling sedikit dibanding partai lain. Keputusan otoritas menteri kami terima,” kata Hasto Kristiyanto, Selasa (4/8/2020).
Jabatan ‘Titipan’
Berbeda dengan Hasto, Adian Napitupulu yang juga politikus PDIP sebelumnya justru mengungkapkan perihal fenomena jabatan titipan di BUMN. Pada akhir Juli lalu, Adian menyebut ada 6.200 orang titipan di BUMN. Mereka ditempatkan di beberapa posisi jabatan strategis seperti direksi dan komisaris perusahaan BUMN.
“Kenapa saya katakan bahwa ada 6.200 komisaris dan direksi titipan di BUMN? Logikanya sederhana saja, yaitu karena semua rekrutmen, seleksi dan keputusan untuk posisi direksi dan komisaris dilakukan secara tertutup, maka biasanya titipan akan terjadi,” cetus Adian Napitupulu.
Ia menilai sebagai sebuah jabatan strategis, seharusnya proses seleksi calon-calon direksi dan komisaris dilakukan secara transparan. Terlepas dari status mereka sebagai relawan atau kader parpol pendukung pemerintah.
Politikus PDIP ini mengatakan mekanisme tertutupnya pemilihan calon direksi dan komisaris yang bersifat tertutup sebagai pola pikir ‘Orde Baru’.
“Bukankah titipan-titipan itu konsekuensi dari tidak adanya sistem rekrutmen yang transparan. Kalau dikatakan bahwa saya tidak mengerti budaya korporasi maka saya perlu bertanya, budaya yang mana? Setahu saya budaya korporasi yang tertutup itu adalah budaya korporasi yang lahir dari mindset Orde Baru,” jelas Adian Napitupulu.
Bahkan Adian Napitupulu mengklaim bahwa aksi tuntutan terhadap transparansi dalam rekruitmen calon pejabat BUMN sangat diperlukan. Menurutnya, banyak sekali uang negara yang digunakan untuk menggaji mereka. Ia mencontohkan gaji rata-rata yang diterima oleh setiap direksi dan komisaris cukup besar yakni Rp 50 juta per bulan.
Sementara dalam catatan Ombudsman RI ditemukan beberapa fakta terkait para pejabat di jajaran perusahaan BUMN. Ombudsman menemukan ada 397 komisaris yang melakukan rangkap jabatan. Tidak hanya itu setidaknya ada 167 komisaris di anak perusahaan BUMN yang juga melakukan rangkap jabatan. Bahkan terdapat 281 komisaris aktif rangkap jabatan yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan serta tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan.
“Berdasarkan jabatan, rekam jejak karier, dan pendidikan, ditemukan sebanyak 91 komisaris atau 32 persen berpotensi konflik kepentingan dan 138 komisaris atau 49 persen tidak sesuai kompetensi teknis dengan BUMN dimana mereka ditempatkan,” ungkap Anggota Ombudsman RI, Alamsyah Saragih (4/8/2020).
Konflik Kepentingan
Pada November 2019 silam, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan bahwa masuknya kader parpol akan dikhawatirkan akan memicu terjadinya konflik kepentingan. Oleh karenanya jika itu terjadi maka seseorang harus keluar dari partainya. Sebab jika tidak maka yang ada mereka akan menjadikan jabatannya di BUMN sebagai sarana untuk mencari uang.
“Sudah diatur tidak boleh. Kalau dia parpol, dia cari uangnya dari BUMN,” tutur Agus Pambagio (14/11/2019).
Menurut Agus aturan di Indonesia sudah jelas sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) No.19/2003 tentang BUMN. Meskipun dalam ketentuan di dalam UU tersebut hanya disebutkan tidak boleh merangkap jabatan parpol, sementara kader parpol tidak diatur namun UU tersebut semestinya bisa menjadi acuan. Ia menegaskan bahwa pada intinya jabatan BUMN harus lepas dari parpol.
“Buat saya, kebijakan itu tidak boleh ditawar-tawar,” jelas Agus.
Mengacaukan Sistem
Politikus Gerindra, Fadli Zon juga mengkritik kebijakan Menteri BUMN, Erick Thohir. Menurutnya, Erick Thohir mengingkari janjinya untuk melakukan bersih-bersih BUMN. Masuknya para kader parpol dianggapnya sebagai sebuah preseden buruk. Bahkan menurutnya ini merupakan peristiwa terburuk dari pengelolaan BUMN di masa lalu.
“Menteri BUMN juga telah mengabaikan azas kompetensi dan prinsip pembagian kekuasaan dengan memasukkan unsur-unsur aktif TNI, Polri, Badan Intelijen Negara @BIN_Official, kejaksaan, kehakiman, serta BPK @bpkri (Badan Pemeriksa Keuangan) sebagai komisaris BUMN,” kicau Fadli Zon melalui akun twitternya (15/7/2020).
Menurut Fadli hal tersebut bisa mengacaukan sistem tata negara yang seharusnya disiplin dengan pembagian kekuasaan. Salah satunya menimbulkan kekacauan di dalam perusahaan negara.
Bahkan Erick dinilai telah melakukan banyak pelanggaran regulasi, tentu hal ini memicu keraguan akan kapasitas Erick dalam melakukan bersih-bersih BUMN.
“Jadi, dengan banyaknya peraturan yang telah diterabas tadi, saya sangsi Menteri BUMN saat ini sedang berusaha membersihkan dan mengembalikan nama baik BUMN,” pungkas Fadli Zon.
Daftar Kader Parpol
Berikut adalah daftar nama-nama kader parpol yang direkrut oleh Menteri BUMN Erick Thohir dalam kinerjanya yang belum ada satu tahun.
Pertama, nama-nama kader PDIP yang diketahui menduduki jabatan komisaris di beberapa perusahaan BUMN pada masa Jokowi dan Ma’ruf Amin antara lain Arief Budimanta (Komisaris di PT Bank Mandiri), Dwi Ria Latifa (Komisaris PT Bank BRI , serta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (Komisaris Utama PT Pertamina), Triawan Munaf (Komisaris Utama Garuda), Darmawan Prasodjo (Wakil Direktur PT PLN), Pataniari Siahaan (Komisaris Independen Bank BNI),
Kedua, kader Golkar ada Rizal Mallarangeng yang merupakan Wakil Ketua Umum Golkar 2019/2024 ia menjadi Komisaris Telkom,
Ketiga, kader Nasdem terdapat nama Wawan Iriawan ia adalah sekretaris di Mahkamah Partai Nasdem periode 2019/2024, dimana ia memiliki jabatan sebagai Komisaris Telkom.
Keempat, kader Hanura Zulhanar Usman (Komisaris BRI).
Kelima, kader PKB Lukman Edy (Wakil Komisaris Utama Hutama Karya).
Keenam, kader Gerindra Fary Djemy Francis (Komisaris Utama di PT Asabri).
Penulis: Kukuh Subekti