IslamToday ID Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin dikabarkan meninggal. Ia adalah Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswwedan.
Kabar duka itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, I Made Sudarmawan. Namun ia belum mengetahui penyebab kematian bawahannya itu. Ia mengaku masih berada di RS RS Pondok Indah Bintaro untuk melayat Fedrik.
” Kita belum tahu ini masih di RS,” kata Sudarmawan, saat dikonfirmasi, Senin (17/8/2020).
Sementara itu, Kapuspenkum Kejagung, Hari Setiyono mengungkapkan bahwa Robertino Fedrik Adhar Syaripuddin, yang merupakan Kasubsi Penuntutan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, meninggal pada Senin tanggal 17 Agustus 2020 sekitar pukul 11.00 di RS Pondok Indah Bintaro. Ia mengatakan, bahwa Fedrik meninggal dunia karena komplikasi penyakit gula.
Penyidik KPK, Novel Baswedan turut menyampaikan duka cita atas meninggalnya Jaksa Robertino Fedrik Adhar.
“Innalillahi Wainnailaihi Rojiun. Turut berduka cita atas meninggalnya Jaksa Fedrik Adhar. Semoga Allah mengampuni segala dosa-dosanya dan menerima segala amal ibadahnya. Dan semoga Allah memberikan kesabaran serta ketabahan kpd keluarganya. Aamiiin..” ujar novel melalui akun twitternya
Tuntutan Jaksa di Sidang Novel
Fedrik merupakan salah satu anggota tim JPU dalam kasus penyiraman air keras terhadap Penyidik KPK, Novel Baswedan. Dalam persidangan JPU menuntut yang menuntut 2 terdakwa penyerang Novel Baswedan, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis 1 tahun penjara. Namun akhirnya hakim memutus 1,5 tahun penjara.
Tuntutan 1 tahun penjara bagi terdakwa kasus penyiraman air keras pada Novel Baswedan, memperjelas tudingan bahwa persidangan yang digelar hanya ‘sandiwara’. Tuntutan ringan itu jelas mengabaikan rasa keadilan. Tuntutan itu disampaikan jaksa pada sidang yang digelar di Pengadilan
“Sandiwara hukum yang selama ini dikhawatirkan oleh masyarakat akhirnya terkonfirmasi. Penuntut pada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta hanya menuntut dua terdakwa penyerang Novel Baswedan satu tahun penjara,” ujar Kurnia Ramadhana kuasa hukum Novel Baswedan 11 Juli 2020 lalu.
Direktur Kantor Hukum Lokataru, Haris Azhar menilai tuntutan 1 tahun penjara yang diberikan Jaksa terlalu berbau rekayasa. Selain itu, jaksa juga mencoba membangun oponi yang menyesatkan. Menurutnya, jaksa mengggunakan dalil penyerangan itu menggunakan air aki sebagai mana pengakuan tersangka, bukan keterangan dokter bahwa Novel Baswedan diserang air keras.
Kejanggalan juga tampak dari bukti rekaman CCTV yang tidak dimunculkan. Padahal sejak awal penanganan polisi mengklaim sudah mendapati rekaman CCTV sekitar tempat kejadian dekat kediaman Novel Baswedan.
“Nuasa rekayasa sangat kental. Sebagaimana ciri pengadilan rekayasa, banyak keanehan dalam persidangan,” ujar Haris Azhar dalam keterangannya hari ini, Jumat, 12 Juni 2020 lalu. (AS)