IslamToday ID – RUU Cipta Kerja yang disahkan Senin, 5 Oktober 2020 kemarin dinilai akan membawa Indonesia seperti era orde baru (orba), bahkan lebih parah. Pasalnya, UU Cipta Kerja yang baru saja disahkan tidak hanya mengembalikan pemusatan berbagai kewenangan pada pemerintah pusat. UU tersebut, turut menghilangkan fungsi pengawasan dan penegakan hukum, khusunya dalam bidang lingkungan hidup.
“Kalau hanya pemusatan aja mungkin mirip Orde Baru tapi ini diikuti dengan penghilangan pengawasan dan penegakan hukum lingkungan,” ujar Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah Johansyah Selasa (6/10/2020) seperti dilansir CNN Indonesia
Lanjutnya, Omnibus Law Cipta Kerja telah merenggut kewenangan pemerintah daerah dalam pemberian ijin lingkungan hidup. Undang undang tersebut membawa kembali Indonesia sebagai mana pemerintahan orde baru yang sentralistik. Semua kebijakan diambil dari pemerintah pusat.
Hal itu tampak dari perubahan atas Pasal 20 Ayat (3) butir b UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Dalam beleid tersebut, setiap orang berhak mendapat izin lingkungan jika sudah mendapat menteri, gubernur dan bupati/walikota.
Ketentuan tersebut kemudian dirubah. Seluruh kewenangan bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup akan menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Dikebirinya kewenangan pemerintah daerah juga terlihat dari perubahan UU No. 32 tahun 2009 Pasal 29 Ayat (1). Komisi penilai dokumen amdal yang dibentuk menteri gubernur, bupati/ walikota yang diatur dalam pasal tersebut, kini tak berlaku.
Dengan Omnibus Law Cipta Kerja, pasal tersebut dihapus Komisi Penilai amdal ditiadakan. Sebagai gantinya dibentuk adalah yang terdiri dari unsur pemerintah, daerah dan ahli. Namun menurut Merah, unsur pemerintah daerah hanya formalitas. Ia menilai esensi dari tim baru yang dibuat pemerintah adalah sentralisasi kewenangan.
“Unsur pemerintah daerah di situ hanya sebagai pelengkap saja karena esensinya kan pemusatan kewenangan di pemerintah pusat. Cuma formalitas,” imbuhnya
Merah menambahkan, yang lebih parah. Omnibus Law menghilangkan peran pemerhati lingkungan dalam penetapan Amdal. Ia menilai hal ini bentuk penghilangan peran serta masyrakat dalam pengawasan lingkungan. Imbasnya masyrakat rawan menjadi korban.
Lanjutnya, Omnibus Law Cipta Kerja sangat berbahaya. Sebab menghilangkan subtansi pengawasan dan penegakan hukum. Sebab, sanksi pidana dihilangkan dan pengusaha hanya diberikan sanksi administratif dalam pelanggaran lingkungan hidup.
“Pengawasannya sudah dipreteli, penegakan hukumnya jadi administrasi semua. Pidananya sudah dihilangkan,” kata Merah.
“Itu lebih berbahaya lagi karena ga ada penegakan hukum jadinya,” pungkasnya (AS)