IslamToday ID — Politikus Partai Gerindra, Fadli Zon mengatakan bahwa kepentingan pemerintah lebih mendominasi dibandingkan kepentingan rakyat di Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang telah disahkan DPR pada Senin (5/10) sore lalu.
Menurut Fadli, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pasti mengalami kesulitan menyinkronkan rancangan regulasi yang mengubah 1.203 pasal dari 79 UU berbeda dalam waktu singkat.
“Bagaimana parlemen bisa melakukan kajian dan sinkronisasi pasal se-kolosal itu dalam tempo singkat? Sangat sulit. Sehingga, yang kemudian terjadi parlemen menyesuaikan diri dengan keinginan pemerintah,” kata Fadli Zon dalam keterangannya, Rabu (7/10).
“Mungkin dalam beberapa isu parlemen bisa memasukkan sejumlah kepentingan masyarakat. Tapi kepentingan pemerintah jauh lebih dominan,” paparnya.
Menurut Fadli, hal ini bukanlah praktik demokrasi yang dikehendaki oleh masyarakat Indonesia.
Selain itu, sumber permasalahan dengan upaya yang digunakan dalam penyusunan UU Cipta Kerja tidak sesuai.
Menurut Fadli, berdasarkan data Forum Ekonomi Dunia, diketahui kendala utama investasi di Indonesia adalah korupsi, ketidakefisienan birokrasi, ketidakstabilan kebijakan, serta regulasi perpajakan.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini pun mempertanyakan alasan penyusunan UU Ciptaker menyasar isu ketenagakerjaan.
“Tapi yang disasar Omnibus Law kok isu ketenagakerjaan? Bagaimana ceritanya? Jadi, antara diagnosa dengan resepnya sejak awal sudah tak nyambung,” tandasnya.
Abaikan Partisipasi Rakyat, Tak Beri Keadilan
Fadli pun memahami kegelisahan dan amarah masyarakat terhadap UU Ciptaker saat ini.
Menurutnya, terdapat sejumlah isu yang mengusik rasa keadilan buruh, seperti skema pesangon kepada pekerja yang kena PHK, penghapusan upah minimum kabupaten (UMK) menjadi upah minimum provinsi (UMP), hingga soal hak istirahat panjang, uang penghargaan masa kerja, serta kesempatan untuk bekerja selama lima hari dalam sepekan yang dihapus.
“Secara umum, Omnibus Law ini memang tak memberi rasa keadilan, bukan hanya buat buruh, tapi juga buat masyarakat secara umum,” tandasnya.
Fadli juga mengatakan bahwa UU Ciptaker telah mengabaikan partisipasi masyarakat. Menurutnya, membahas seluruh materi dalam tempo yang singkat mustahil dilakukan, apalagi di tengah berbagai keterbatasan dan pembatasan di masa pandemi Covid-19.
“Sehingga, pembahasan omnibus law ini kurang memperhatikan suara dan partisipasi masyarakat,” ucap dia.
Sementara itu Fadli Zon juga menilai UU Ciptaker bisa memancing instabilitas. Ia berpandangan, penolakan masif di sejumlah wilayah termasuk ancaman mogok nasional, menunjukkan UU Ciptaker hanya akan melahirkan kegaduhan.
Jika terus dipaksa untuk diterapkan, situasi ini dapat merusak hubungan industrial dan merugikan buruh maupun pengusaha.
“Apalagi omnibus law ini ditengarai akan memfasilitasi kian masifnya perampasan lahan dan kerusakan lingkungan, ini akan melahirkan banyak gesekan di lapangan,” jelas Fadli melalui akun youtubenya.
“di sisi lain apa yang akan diharapkan dengan keberadaan omnibus law ini sulit tercapai, beleid ini dengan berbagi efek turunan yang telah disebutkan tadi tak akan berhasil menarik investasi, sebab ditengah resesi umumnya investor menginginkan kepastian hukum, sementara omnibus law justru menghasilkan ketidakpastian hukum”
Fadli juga menilai hal yang diharapkan lahir lewat UU Ciptaker sulit tercapai. Menurutnya, regulasi ini tak akan berhasil menarik investasi karena melahirkan ketidakpastian hukum.
Padahal, investor umumnya menginginkan kepastian hukum di tengah situasi resesi di sebuah negara.
“Coba saja hitung, ada berapa ratus, atau ribu, aturan pelaksana, mulai dari peraturan pemerintah, menteri, gubernur, hingga peraturan daerah terbawah yang harus diubah dan disesuaikan dengan omnibus law ini?” tegas Fadli.
“Alih-alih terpikat datang, para investor akan melihat ini sebagai bentuk ketidakpastian hukum baru,” tukasnya.
“Lagipula sudah bukan jamannya lagi, menekan atau memangkas hak-hak buruh untuk menggaet investasi,”
“Sebab investor yang baik selain isu lingkungan biasanya juga sangat memperhatikan isu perburuhan, hubungan industrial yang buruk hanya akan menciptakan instabilitas, dan investasi tak berkesinambungan,” tukas Fadli Zon.
“Selain isu perburuhan yang bermasalah, omnibus law ini justru kian memundurkan komitmen pemerintah terhadap isu lingkungan, sehingga meskipun pemerintah selalu mengklaim RUU Cipta Kerja akan mendorong reformasi regulasi dan debirokrasi, sehingga pelayanan pemerintahan akan lebih efisien dan mudah, namun janji tersebut sulit terealisasi”
Oleh karena itu, menurut Fadli sangat pantas jika masyarakat kecewa dan menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta kerja ini, karena memang menabrak rasa keadilan.
“jadi sebagian masyarakat sangat pantas kecewa akibat pengesahan omnibus law kemarin, pengesahan omnibus law menabrak rasa keadilan, kedepan pemerintah dan DPR seharusnya lebih banyak mendengar suara-suara dan aspirasi dari masyarakat.” tegasnya.
Fadli Zon Beda Sikap Dengan Partai
“Sebagai anggota DPR, saya termasuk yang tidak dapat mencegah disahkannya UU ini, selain tidak berada di dalam pembahasan di Baleg, saya pun termasuk yang terkejut dengan adanya pemajuan dalam sidang paripurna beberapa waktu yang lalu, sehingga mempercepat masa reses,”
“Ini bukan apologi, tapi realitas dari konfigurasi politik yang ada, saya mohon maaf!”
Namun, Pernyataan Fadli Zon ini berbeda dengan sikap partainya, Gerindra di DPR yang mendukung Omnibus Law Ciptaker disahkan. Bahkan saat pandangan akhir di Paripurna pengesahan, Senin (5/10) lalu, tak ada pernyataan keberatan dari Gerindra.
Sikap menolak RUU Cipta Kerja hanya berasaldari dua fraksi, PKS dan Demokrat, sementara 7 Fraksi lainnya sepakat.[IZ]