IslamToday ID -Dewan Serikat Buruh Internasional atau Council of Global Unions (CGU) mendesak presiden Jokowi membatalkan Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. Desakan tersebut dilayangkan melalui surat yang ditujukan kepada presiden Jokowi tertanggal 6 Oktober 2020.
Surat tersebut disampaikan langsung kepada Presiden Jokowi sehari pasca disahkannya UU Omnibus Law pada Senin (5/10). Surat tersebut ditandatangani sembilan perwakilan organisasi buruh internasional. Perwakilan tersebut antara lain, Ambet Yuson Sekretaris Jenderal (Sekjen) Building and Wood Workers’ International (BWI), Sekjen International Trade Union Confederation (ITUC) Sharan Burrow, Sekjen International Transport Workers’ Federation (ITF) Stephen Cotton, Sekjen UNI Global Union Christy Hoffman, Valter Sanches Sekjen Industri All, Sekjen EI David Edwards, Sekjen International Federation of Journalists (IFJ) Anthony Bellanger, Sekjen International Union of Food (IUF) Sue Longley, dan Sekjen Public Services International (PSI) Rosa Pavanelli.
“Menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mencabut Omnibus Law/Cipta Kerja. Melakukan negosiasi ulang dan membuka dialog konstruktif dengan serikat pekerja,” tulis CGU dalam surat tersebut
Keberadaan surat dari Dewan Serikat Buruh Internasional tersebut pertama kali diketahui setelah Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Amanat Nasional (PAN), Dian Fatwa mengunggahnya dilaman twitternya pada Rabu (6/10/2020). “Global Union-Serikat Buruh Internasional sudah surati presiden @Jokowi untuk mencabut UU Omnibus Law. Tekanan sudah datang dari investor dan Global Union,” tulisnya dalam keterangan gambar surat dari CGU yang diunggahnya.
Surat tersebut turut menyertakan keprihatinan mereka terhadap berbagai ketentuan dan klaster dalam UU tersebjut, termasuk klaster tenaga kerja, listrik, pendidikan dan ketentuan deregulasi perlindungan lingkungan.
CGU menyebutkan pula keprihatinan soal prosedur dan subtansi omnibus law. Menurut mereka proses pembuatan Undang Undang Cipta Kerja tidak sejalan dengan pemenuhan hak asasi manusia (HAM). UU cipta Kerja juga dinilai dinilai lebih mengakomodir kepentingan dan tuntutan investor asing dari pada para buruh dan berbagai elemen masyarakat.
“Kami prihatin bahwa prosedur dan substansi Omnibus Law Cipta Kerja tidak sejalan dengan kewajiban HAM Indonesia di bawah hukum HAM internasional,” kata mereka.
CGU juga menyampaikan lima tuntutan utama melalui surat tersebut. Pertama, mencabut Omnibus Law/Cipta Kerja,. Kedua meminta pemerintah memastikan bahwa undang-undang di masa mendatang tidak mengurangi hak dan tunjangan, yang dijamin oleh undang-undang ketenagakerjaan No.13/2003 serta standar ketenagakerjaan internasional.
Ketiga, CGU meminta pemerintah untuk bersedia berdialog dengen serikat pekerja untuk mencari solusi dan mendiskusikan berbagai masalah yang tidak diatur dalam UU Ketenagakerjaan No.13/2003. Keempat, meminta pemerintah menghormati ketentuan konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK No.111/PUU-XIII/2015) yang melindungi energi sebagai barang publik dan jasa yang dikendalikan negara.
Kelima, meindesak pemerintah melakukan proses konsultasi yang melibatkan serikat pekerja, perwakilan komunitas dan gerakan sosial untuk mengembangkan rencana pemulihan covid-19, yang dirancang untuk mengembangkan lapangan kerja layak, layanan publik berkualitas, dan pembangunan berkelanjutan.
Penulis: Kukuh Subekti