(IslamToday ID) – Tak selaras dengan keberagaman, PDIP tegas menolak RUU Larangan Minuman Beralkohol (Minol). Sikap PDIP ini tentu bertentangan dengan tiga fraksi lainnya yang diketahui mendukung rancangan RUU tersebut.
Diungkapkan anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi PDIP Putra Nababan, RUU ini menentang keberagaman di Indonesia apalagi jika beralasan diharamkan oleh agama.
“Saya tidak setuju karena RUU itu tidak bisa dibuat secara sektoral. Undang-Undang itu kan harus bisa melingkupi seluruh warga Indonesia. Kita punya adat, budaya, agama yang beragam dan berbeda-beda,” kata Putra seperti dikutip dari Warta Ekonomi, Rabu, (18/11/2020).
Putra menjelaskan RUU Larangan Minol bertentangan dengan adat dan ritual keagamaan. Misalnya, di tanah Batak ada yang namanya tuak yang diminum dengan bersamaan makanan adat saat acara pernikahan dan syukuran.
“Di Bali juga ada arak Bali. Umat Katolik juga dalam ibadahnya setiap seminggu sekali ada perjamuan kudus yang menggunakan anggur dan roti. Kita harusnya bisa menghargai perbedaan itu,” ujar mantan jurnalis ini.
Sementara, Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini mengatakan fraksinya mengusulkan regulasi yang lebih ketat dan tegas soal penjualan, peredaran, dan konsumsi minuman beralkohol di Indonesia.
“Fraksi PKS akan berjuang secara konsisten dalam mengawal pembahasan RUU Minol hingga menjadi Undang-Undang (UU). Kami meyakini pengesahan RUU ini tak menuai banyak hambatan karena fraksi-fraksi pada periode lalu telah menyetujui adanya pembatasan penjualan dan peredaran minuman beralkohol,” tegas Jazuli dalam pesan singkatnya kepada wartawan.
Lebih lanjut, Jazuli menguraikan tentang berbagai landasan yang mendasari pembuatan RUU Minol. Secara filosofis, negara wajib melindungi segenap bangsa, mencerdaskan kehidupan, serta memajukan kesejahteraan umum. “Dalam tujuan itu mewujudkan masyarakat yang sehat dan bermartabat,” imbuhnya.
Secara yuridis, lanjut dia, berbagai peraturan perundang-undangan telah membatasi dan mengawasi penjualan dan peredaran minuman beralkohol di Indonesia. Namun, berbagai aturan yang ada dinilai belum kuat dalam menegaskan politik hukum untuk membatasi peredaran minuman beralkol.
“Realitasnya, makin bebas dijual dan dikonsumsi masyarakat, bahkan remaja hingga anak-anak,” sesalnya.
Secara sosiologis, sambung dia, minuman beralkohol lebih banyak membawa dampak buruk terhadap kehidupan sosial masyarakat. Karenanya, negara memiliki kewajiban untuk melindungi serta menciptakan keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat.
RUU Minol akan membuat aturan yang lebih ketat, lebih jelas, dan lebih memiliki kepastian hukum. Melalui Ruu ini, kami mempertegas aturan yang ada, mulai dari jenis, pembatasan, hingga sanksi penyalahgunaan atau pelanggaran minuman beralkohol,” tandasnya.
Terpisah, Ketua Fraksi PPP Amir Uskara mengatakan seluruh anggota DPR memiliki hak konstitusional untuk mengajukan RUU. Sejumlah anggota Fraksi PPP mengajukan RUU tersebut karena minuman beralkohol berdampak serius dan merugikan generasi muda dan masyarakat.
Kami melihat dari segi mudaratnya. Minuman beralkohol berdampak serius terhadap generasi muda dan masyarakat. Jadi, kami mengedepankan kepentingan masyarakat, bukan sekadar larangan agama,” tegas Amir.
Meski begitu, Amir memahami tentang adanya ritual keagamaan yang memiliki tradisi minuman beralkohol. Hal tersebut akan diakomodasi RUU Minol dalam sejumlah pasal tertentu untuk dikecualikan.
“Soal agama lain yang tidak melarang, ada pengeculian. Itu bisa dimasukkan dalam pengecualian saat pembahasan pasal-pasal tertentu. Kami akan akomodir semua kepentingan,” jelas dia. [wip]