(IslamToday ID) – Mantan Kepala Biro (Kabiro) Humas KPK Febri Diansyah khawatir dengan struktur organisasi KPK yang kini bertambah gemuk, membebani keuangan negara.
“Saya concern pada risiko hukumnya karena kalau sebuah aturan bertentangan dengan UU, maka tentu riskan dibatalkan. Semoga KPK telah mempertimbangkan hal tersebut secara matang. Saya belum dengar juga apakah teman-teman pegawai ada yang akan mengujinya ke MA. Semoga hal ini menjadi perhatian serius teman-teman semua karena kita perlu menjaga dan mengawal KPK sebaik-baiknya agar tidak melakukan kekeliruan,” kata Febri seperti dikutip dari Detik, Rabu (18/11/2020).
“Dan jika banyak sekali jabatan yang ditambah, kita khawatir nanti akan ada yang bilang KPK semakin membebani keuangan negara. Karena perlu gaji, tunjangan dengan nilai yang tidak sedikit nantinya, apalagi dengan wacana mobil dinas,” tambahnya.
Selain itu, Febri mengatakan Peraturan KPK No 7 Tahun 2020 (Perkom 7/2020) tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK berisiko melanggar UU KPK, terkhusus pasal 26 ayat (8). Perkom No 7 Tahun 2020 itu merupakan dasar yang membuat KPK menjadi gemuk strukturnya.
“Menurut saya, Perkom ini berisiko melanggar UU KPK, khususnya pasal 26 ayat (8). Karena pengaturan lebih lanjut di Peraturan KPK (dulu bahasa yg digunakan masih Keputusan Pimpinan) wajib mengacu pada ayat-ayat sebelumnya,” kata Febri.
Ia menilai dengan terbitnya Perkom 7/2020, Dewan Pengawas (Dewas) KPK perlu bertindak. Dewas KPK perlu melakukan review terhadap proses penyusunan Perkom tersebut.
“Saya kira, Dewas perlu mengambil tindakan, termasuk melakukan review terhadap proses penyusunannya, apakah sudah sesuai atau tidak dengan UU dan Perkom tentang pembentukan aturan di KPK,” ujar Febri.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan struktur sebuah organisasi akan menyesuaikan dengan strategi yang akan dikembangkan oleh lembaga tersebut. Begitu juga KPK saat ini.
“Struktur sebuah organisasi sesuai dengan strategi yang akan dikembangkan, KPK kini mengembangkan pemberantasan korupsi dengan tiga metode. Pertama penindakan, kedua pencegahan, dan ketiga pendidikan sosialisasi dan kampanye,” kata Ghufron.
Menurutnya, pemberantasan korupsi tidak bisa lagi didekati hanya sebagai kejahatan personal. Melainkan, kejahatan korupsi saat ini sudah sistemik yang perlu penanganan komprehensif.
“Karena kami memandang pemberantasan korupsi tidak bisa lagi didekati hanya sebagai kejahatan personal, tapi sistemik yang perlu ditanggulangi secara komprehensif dan sistemik pula,” ujar Ghufron. [wip]