(IslamToday ID) – Kapasitas ruang isolasi rumah sakit kian berkurang seiring bertambahnya penderita Covid-19. Akibatnya banyak penderita Covid-19 tak mendapatkan ruang perawatan sehingga banyak yang terlambat mendapatkan penanganan.
Membanjirnya pasien ke rumah sakit terjadi di sejumlah daerah, termasuk di Jakarta dan sekitarnya. ”Sejak satu minggu lalu, kurva penambahan pasien makin tinggi dan penambahannya kian cepat,” kata Kepala Sekretariat Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet RM Tjahja Nurrobi, seperti dikutip dari Kompas, Selasa (1/12/2020).
Mengantisipasi lonjakan pasien ini, sejak tiga hari lalu Menara 4 Wisma Atlet yang sebelumnya menjadi tempat isolasi telah dialihkan sebagai ruang perawatan.
”Saat ini ada tiga tower untuk perawatan total pasien di Wisma Atlet sudah 3.500 orang dan yang mengkhawatirkan tingkat penambahannya cepat. Tower isolasi mandiri cepat bertambah, sudah 80 persen keterisiannya,” paparnya.
Menurut Tjahja, Wisma Atlet Pademangan dan hotel-hotel di Jakarta yang disediakan untuk isolasi mandiri juga mulai penuh. ”Informasi yang saya terima, hotel-hotel untuk isolasi mandiri juga hampir 100 persen. dengan tren seperti ini akan terjadi luapan pasien. Semoga tidak terjadi,” ujarnya
Akmal Taher, Guru Besar Kedokteran Universitas Indonesia, yang pernah menjabat Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, mengatakan, kita harus segera mengantisipasi risiko kolapsnya layanan rumah sakit karena lonjakan pasien mulai melebihi daya tampungnya.
”Saat ini rata-rata kalau di Jakarta dan sekitarnya pasien menumpuk di IGD (instalasi gawat darurat) karena tak bisa masuk ke ruang isolasi dan ICU (ruang perawatan intensif). Informasi serupa juga kami peroleh dari berbagai daerah lain,” kata Akmal.
Peneliti layanan kesehatan, yang juga dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Joko Mulyanto, menyatakan, risiko kematian pasien di IGD atau bahkan di luar rumah sakit sangat besar.
”Situasi rumah sakit di Jawa Tengah saat ini juga sudah sangat mengkhawatirkan. Dinas Kesehatan Jawa Tengah mengatakan, okupansi rumah sakit 75 persen, masih ada ruang. Tetapi ini data agregat di level provinsi, karena di level kabupaten tidak seperti itu. Banyumas, misalnya, saat ini nol. Tidak ada lagi ruang islasi dan ICU selama seminggu terakhir ini,” ujarnya.
Dalam situasi seperti ini rumah sakit akhirnya harus memprioritaskan pasien mana yang harus ditangani.
”Ini misalnya dilakukan di Italia saat menghadapi puncak kasus beberapa waktu lalu. Mereka akhirnya memilih merawat pasien yang diperkirakan bisa diselamatkan. Kita bisa mengarah ke sana, karena Covid-19 ini laju penularannya amat cepat kalau mobilitas penduduk seperti sekarang, apalagi ini menjelang pemilihan kepala daerah,” ujarnya.
Senada dengan Joko, Akmal mengutarakan, jika harus memilih penambahan kapasitas layanan rumah sakit, saat ini yang harus menjadi prioritas adalah ruang isolasi, berikutnya baru ICU.
”Untuk menambah ICU selain butuh waktu juga sumber daya terlatih, dan kalau sudah masuk ICU risiko pasien untuk sembuh sudah kecil. Jadi, terpaksa kita harus meningkatkan kapasitas isolasi untuk mencegah pasien dengan gejala ringan dengan menengah tidak memburuk sehingga harus masuk ICU,” katanya.
Berdasarkan data Satgas Penanganan Covid-19 yang berbasis data Kementerian Kesehatan, penambahan kasus harian mencapai 4.617 orang dan korban jiwa bertambah 130 orang. Namun penurunan jumlah kasus harian ini juga disebabkan penurunan jumlah pemeriksaan, yaitu 29.839 sehingga rasio positif sebesar 15,4 persen.
Angka kasus dan jumlah korban jiwa yang dilaporkan ini juga masih lebih kecil dari data yang dilaporkan daerah, khususunya di Jawa Tengah (Jateng). Berdasarkan data Provinsi jateng, penambahan kasus harian mereka mencapai 1.958, lebih besar dari laporan Kemenkes yang hanya 899 kasus atau 1.059 kasus lebih rendah. Sementara penambahan kematian harian yang dilaporkan Provinsi Jateng 54 orang, tetapi yang dilaporkan Kemenkes hanya 23 orang.
Secara total, kasus Covid-19 di Jateng yang dilaporkan Pemerintah Provinsi Jateng mencapai 55.803 kasus dan jumlah kematian 3.690 orang. Sementara data Kementerian Kesehatan menyebutkan, total kasus di Jateng hanya 54.997 dan korban meninggal 2.363 orang. [wip]