(IslamToday ID) – Epidemiolog Tifauza Tyassuma mengkritisi kebijakan pemerintah terkait pengadaan vaksin. Menurutnya, pengadaan vaksin harus ada dasar saintifiknya.
“Pada saat uji klinis tiga ini dilakukan belum ada hasil dari uji klinis itu pemerintah sudah melakukan pembelian, ini jelas kita bertanya apa dasarnya?” kata Tifa dalam acara Talskhow di TV One, Kamis (28/1/2021).
Menurutnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) seharusnya menjadi komandan dalam pengadaan dan pemberian izin vaksin. Ia melihat ada kesan BPOM ter-fait accomply dengan agenda vaksinasi yang telah diumumkan dilakukan pada 13 Januari 2020.
Selain itu, ia juga menyoroti merosotnya angka efikasi vaksin Sinovac di Brasil dari 70,8 persen menjadi di angka 50,4 persen. Berbeda dengan dua vaksin asal China lainnya Sinopharm dan Cansino yang dipakai di Uni Emirat Arab (UEA) dan Qatar.
“Sekarang interimnya sudah keluar kan Sinopharm yang dipakai di Uni Emirat Arab, Qatar itu efikasinya lebih tinggi 20 persen dibanding Sinovac. Pertanyaannya kenapa sih pemerintah itu sebelum ada, uji klinis fase tiga juga baru berjalan, kemudian belum ada tanda-tanda efikasi dari si yang dipesan ini, tapi barang itu sudah datang,” ujarnya.
Sementara itu Ketua Tim Riset uji Klinis Vaksin Covid-19 Prof Kusnandi Rusmil mengungkapkan setelah WHO menetapkan pandemi maka BPOM bisa mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA) setelah selesai dilakukannya uji klinis fase ketiga.
“Kaidah-kaidah EUA itu saya membikin interim report ke Bio Farma, dan Bio Farma mengirim ke BPOM, dan BPOM mengeluarkan EUA. Jadi pada dasarnya EUA memang WHO sudah bilang sekarang lagi pandemi, sehingga memang diperlukan vaksin karena sampai sekarang obat belum ada,” tuturnya.
Kemudian, Jubir Vaksinasi Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi membantah bahwa pemerintah memaksa BPOM untuk mengeluarkan EUA dengan menetapkan pelaksanaan vaksin digelar 13 Januari 2020. Menurutnya, informasi pelaksanaan vaksin perdana digelar 13 Januari bukan dari pemerintah.
“Kalau kemudian tanggal 13 itu beredar, itu bukan informasi resmi dari pemerintah, kita nggak tahu dari mana informasi itu bisa bocor,” ungkapnya.
Ia juga menjelaskan alasan pemerintah membeli vaksin sebelum BPOM mengeluarkan EUA lantaran pemerintah tidak ingin membuang waktu. Lagi pula produsen vaksin berada di tempat jauh, sehingga persiapan pengirimannya membutuhkan waktu.
“Ini lagi darurat perang, kalau darurat perang jangan ambil business as usual dong,” pungkasnya. [wip]