ISLAMTODAY ID — Berbagai elemen masyarakat kota Solo yang berasal dari beberapa elemen masyarakat Kota Solo seperti Aktivis ‘98, eksponen 66, komunitas Kaum Miskin Kota melakukan aksi deklarasi ‘Gerakan Solo Raya Bangkit’.
Adapun lahirnya gerakan ini di latarbelakangi oleh keprihatinan mereka atas jalannya pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo selama ini. Mereka menilai tengah terjadi sebuah permasalahan yang cukup serius di Indonesia.
“Hari ini sejak (Pak) Jokowi menjadi presiden kita lihat kondisi berbangsa dan bernegara carut marut,” pungkas Juru Bicara Gerakan Solo Raya Bangkit, Iwan Suwanto.
Iwan mengungkapkan gerakan ini dilandasi adanya keinginan untuk melakukan pengawalan, penjagaan demokrasi dan keadilan di Indonesia. Salah satu sinyal yang menunjukan bahwa kondisi demokrasi Indonesia mengalami ancaman serius ialah terjadinya pembajakan di Partai Demokrat. Meskipun para aktivis di Solo ini tidak memiliki afiliasi atau keberpihakan dengan partai tersebut namun hal ini cukup mengkhawatirkan.
“Kita masyarakat awam itu menilai ketika ada pembajakan (partai). Kalau kita bisa bicara, pembajakan dari non kader menjadi ketua partai ini sangat kita khawatirkan,” ungkap Iwan kepada IslamToday.
“Bahkan ini bisa jadi kalau semua partai diberlakukan dengan model-model atau cara-cara kayak gitu bukan tidak mungkin hanya akan ada satu partai yang akan mendominasi, itu yang menjadi kekhawatiran kita,” jelas Iwan.
Selain adanya pembajakan partai pada era ini juga kerap terjadi aksi kriminalisasi kepada pihak-pihak yang dikenal kritis terhadap pemerintah. Para ulama, aktivis hingga pejuang demokrasi kerap diperlakukan tidak adil. Ketika mereka bersuara mengemukakan pendapat, masukannya kepada pemerintah tak jarang berakhir dengan adanya penangkapan dan pemenjaraan.
“Kita lihat kasus Habib Rizieq, kita lihat kasus Syahganda Nainggolan, yang terakhir teman-teman aktivis buruh yang kemarin menyuarakan (pendapatnya),” ujar Iwan.
Tegaknya Supremasi Hukum dan Agenda Reformasi
Ia menilai berbagai insiden tersebut telah mencederai agenda reformasi yang selama ini diperjuangkan. Dimana salah satu agenda reformasi ialah tidak terbelenggunya kebebasan berpendapat, bersuara oleh penguasa. Para aktivis tersebut berharap agar pemerintah mendengarkan suara aspirasi masyarkat arus bawah yang sama sekali tidak memiliki tendensi kepentingan apapun.
“Harusnya pemerintah menangkap apa pemikiran dari kami yang dari arus bawah. Harusnya kondisi hari ini, suara-suara kita di dengar karena kita nggak ada tendensi apapun,” ungkapnya.
Hal senada juga disuarakan oleh Forum Komunikasi Penyelamat Bangsa dan Negara (FKPBN) melalui kanal youtube resmi mereka pada Senin (15/3). Mereka melihat adanya upaya, gerakan penyalahgunaan hukum dan keadilan oleh penguasa. Padahal salah satu agenda penting reformasi di bidang hukum ialah tegaknya supremasi hukum.
“Salah satu agenda reformasi tentang tegaknya supremasi hukum dilanggar untuk sekedar memenuhi kehendak penguasa. HTI, FPI dibubarkan tanpa melalui proses hukum sesuai undang-undang keormasan yang berlaku,”
Hukum dan keadilan terkesan dimainkan demi kepentingan pemerintah. Aksi ini bahkan terlihat semakin serius dari mulai kriminalisasi, intimidasi dan pembubaran ormas secara sepihak. Dan yang terbaru aksi pembajakan partai politik yang dilakukan oleh pihak yang masuk di lingkungan pemerintahan.
“Dimulai dari kriminalisasi, intimidasi pembubaran ormas, semua berjalan mulus tanpa ada perlawanan yang berarti. Kini sudah berani meningkatkan gerakan menghancurkan partai politik yang keberadaanya dibutuhkan negara, yang dijamin konstitusi dan undang-undang,” tutur Iwan.
“Apabila pembajakan ini tidak dilawan tunggu saja giliran partai-partai yang lainnya, sehingga yang ada hanya satu partai saja yang mendominasi seperti negara komunis,” tegasnya.
Reporter: Kukuh Subekti