(IslamToday ID) – Peneliti Center For Indonesian Policy Studies (CIPS) Thomas Dewaranu menilai pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) harus dipercepat oleh pemerintah. Hal ini menyusul munculnya kasus peretasan data 279 juta warga negara Indonesia (WNI).
Thomas mengatakan RUU PDP juga harus memberikan kerangka hukum yang dapat menjamin aspek kerahasiaan dan keamanan data pribadi.
“Pemerintah dan DPR harus memastikan bahwa RUU PDP dapat memberikan jaminan terhadap keamanan dan kerahasiaan data masyarakat,” jelasnya seperti dikutip dari Jawa Pos, Senin (24/5/2021).
Ia juga mengingatkan agar RUU PDP ini tidak hanya mengutamakan keamanan data, tapi juga kerahasiaan data. Seperti perlu adanya persetujuan, pemberitahuan khusus serta kewajiban lainnya dalam proses pengelolaan data pribadi seseorang agar privasi konsumen tetap terlindungi.
Hak kerahasiaan data ini dimiliki oleh semua orang tanpa terkecuali karena memberikan kuasa bagi para individu untuk menentukan penggunaan data pribadi mereka. Pemilik data memiliki hak untuk mengizinkan pengelola data memproses dan menggunakan data mereka.
“Seringkali RUU PDP ini dibahas hanya melalui kacamata keamanan data dan bukan kerahasiaan data, padahal keduanya meskipun sama-sama penting, merupakan dua hal yang berbeda,” tegasnya.
Percepatan pembahasan RUU ini juga tetap tidak boleh mengesampingkan materi dari RUU tersebut. Kasus peretasan 279 juta data WNI yang dikabarkan dicuri dari basis data BPJS Kesehatan harus menjadi pelajaran bahwa pemerintah belum memiliki infrastruktur keamanan digital yang memadai untuk menjamin keamanan dan kerahasian data penduduknya.
Maka dari itu, poin-poin di RUU PDP yang menyangkut hak pemerintah untuk mengakses data masyarakat tanpa izin dan tanpa pemberitahuan dalam hal-hal tertentu, harus dipertimbangkan ulang untuk mencegah adanya kejadian serupa.
“Kemudian, perlu ada independensi dalam hal pengawasan kerahasiaan dan keamanan data. Alih-alih melimpahkan wewenang tersebut kepada pemerintah, alangkah baiknya apabila fungsi tersebut dapat dijalankan oleh suatu lembaga atau komisi independen untuk mencegah terjadinya konflik kepentingan,” tandas Thomas. [wip]