(IslamToday ID) – Polda Sumatera Utara (Sumut) menetapkan empat orang dengan dua di antaranya dokter sebagai tersangka kasus penjualan vaksin Covid-19 secara ilegal. Penjualan vaksin ilegal itu diduga tak cuma terjadi di Sumut, namun juga di Jakarta Utara (Jakut).
Keempat orang tersangka itu terdiri atas dua orang ASN yang bertugas sebagai dokter yakni IW dan KS, seorang ASN non dokter SH, dan seorang pihak swasta sebagai perantara SW. Mereka dijerat dengan pasal suap.
“Dugaan tindak pidana korupsi suap menyuap dalam pelaksanaan kegiatan vaksinasi yang tidak sesuai peruntukannya kepada beberapa kelompok masyarakat,” kata Kapolda Sumut Irjen Panca Putra seperti dikutip dari Detikcom, Jumat (21/5/2021).
Selviwaty (SW) diduga menjadi pemberi suap. Sementara itu, Indra Wirawan (IW), KS, dan SH diduga sebagai penerima suap.
IW disebut sebagai ASN yang merupakan dokter pada Rutan Tanjung Gusta, Medan. KS adalah ASN yang merupakan dokter pada Dinas Kesehatan Sumut.
Selviwaty dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b dan/atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor. Sementara itu, tiga orang lainnya dijerat Pasal 12 huruf a dan b dan/atau Pasal 5 ayat 2 dan/atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
Kasus ini diusut setelah vaksinasi terhadap 50 orang di Perumahan Jati Residence pada Selasa (18/5/2021).
Kapolda mengatakan jual beli vaksin secara ilegal ini telah dilakukan belasan kali dalam kurun April hingga Mei 2021.
“Para peserta vaksinasi membayar biaya vaksin dan jasa penyuntikan vaksin sebesar Rp 250.000 per orang kepada SW secara tunai atau transfer. Selanjutnya, uang tersebut diserahkan kepada IW sebesar Rp 220.000 per orang. Sisa Rp 30.000 menjadi fee bagi SW,” ucapnya.
Menurut polisi, harga Rp 250.000 itu dibayarkan untuk mendapat satu kali suntikan. Jika ingin mendapat suntikan kedua, warga harus membayar lagi.
Vaksin yang dijual beli secara ilegal itu adalah vaksin Sinovac jatah vaksinasi tenaga lapas dan warga binaan (napi) di Lapas Tanjung Gusta, Medan. Dari aksi ilegalnya, tiga tersangka ASN menerima Rp 238 juta dan SW selaku perantara menerima fee Rp 32 juta.
“Total jumlah orang yang divaksin selama 15 kali pelaksanaan vaksinasi yang tidak sesuai peruntukan kurun waktu April sampai dengan Mei 2021 sebanyak 1.085 orang dengan nilai suap Rp 238.700.000,” kata Kapolda.
“Fee untuk pemberi suap sebanyak Rp 32.550.000,” sambungnya.
Warga yang membeli vaksin secara ilegal ini mendapat sertifikat. Hal tersebut terjadi karena para tersangka ASN melaporkan penggunaan vaksin seolah-olah sesuai peruntukannya. “Hasil pemeriksaan kita sementara, semuanya dikasih sertifikat. Karena dilaporkan itu kegiatan vaksin,” ujar Panca.
Sebagai informasi, seluruh ASN yang menjadi tersangka terancam dipecat.
Vaksin Ilegal Hingga Jakarta
IW diduga menjual vaksin corona secara ilegal hingga ke Jakarta. Hal tersebut terungkap dari belasan lokasi vaksinasi ilegal yang dibeberkan polisi.
Lokasi tersebut ialah Perumahan Jati Residence sebanyak enam kali, Ruko The Great Arcade kompleks Cemara Asri sebanyak dua kali, Club House Citra Land Bagya City sebanyak tiga kali, di Jalan Palangkaraya sebanyak tiga kali, dan kompleks Puri Delta Mas Jakarta sebanyak satu kali.
“Nah, khusus yang di Jakarta, kita masih mendalami dengan siapa melakukan kegiatan di Jakarta proses vaksinasi tersebut. Tapi yang jelas dokter (IW) itu berangkat ke Jakarta untuk melaksanakan vaksinasi di Jakarta,” ujar Kapolda.
Lokasi penjualan vaksin Covid-19 secara ilegal di Jakarta diduga terjadi di kompleks Puri Delta Mas, Jakut. Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Guruh Arif Darmawan mengaku akan menelusuri kebenaran informasi tersebut. “Saya telusuri dulu,” kata Guruh saat dimintai konfirmasi, Sabtu (22/5/2021).
Kapolsek Penjaringan AKBP Andryansyah juga mengatakan bakal menelusuri informasi penjualan vaksin corona secara ilegal tersebut. Ia mengaku belum mendapatkan laporan praktik penjualan vaksin secara ilegal di kompleks tersebut. “Sekarang belum ada laporan. Makanya kami cek dulu ke TKP,” ujarnya.
Dua Dokter Anggota IDI
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumut angkat bicara soal kasus jual beli vaksin Sinovac secara ilegal di Medan dan Jakarta yang melibatkan dua dokter.
Ketua IDI Sumut, Edy Andrianyah mengatakan kedua dokter tersebut masih berstatus anggota IDI. Namun, IDI sendiri masih menunggu proses hukum yang bergulir di Polda Sumut sebelum memutuskan status keanggotaan mereka dari organisasi profesi dokter itu.
“Jadi begini, di dalam organisasi profesi itu ada tiga satuan hukum yang berbicara. Pertama disiplin, kedua masalah etik, dan ketiga adalah hukum negara,” kata Edy, seperti dikutip dari Kompas, Senin (24/5/2021).
Menurutnya, kasus hukum yang menjerat kedua dokter tersebut masih mengarah ke indikasi pelanggaran hukum negara, yakni tindak pidana korupsi atau suap.
Sehingga, pertanggungjawaban hukum kedua oknum tersebut merupakan tanggung jawab pribadi sebagai warga negara, bukan sebagai profesi dokter.
Namun begitu, IDI tak akan menutup mata begitu saja soal kasus hukum yang menjerat keduanya. Tentu masalah ini akan menjadi pertimbangan di organisasi untuk membahas kelanjutan keanggotaan mereka.
Meski sejauh ini tak ada kaitannya dengan masalah etik, namun peran keduanya tidak lepas dari profesi dokter, sehingga nanti tidak menutup kemungkinan akan pembahasan di tingkat etik kedokteran.
“Namun ada perannya sebagai seorang profesi, bekerja dengan baik terhadap pelayanan, promotif, dan sebagainya. Ini menjadi pertimbangan profesi ke depan setelah proses hukumnya berjalan (untuk mencoret mereka dari keanggotaan),” ungkap Edy.
Begitu pun, IDI masih menunggu proses hukum kedua oknum dokter tersebut rampung. Setelah itu, IDI akan melakukan langkah selanjutnya, apakah ada indikasi pelanggaran disiplin atau etik yang menyebabkan mereka dicoret dari keanggotaan atau bahkan izin praktik mereka direkomendasikan untuk dicabut. [wip]