IslamToday ID — Mantan penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menduga soal-soal yang digunakan dalam tes wawasan kebangsaan diduga menjadi media balas dendam kepada KPK.
Hal ini dikatakan oleh Abdullah Hehamahua dalam diskusi darling zoom meeting berjudul ‘Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif Ekonomi dan Budaya’ yang disiarkan ulang oleh kanal youtube Hersubeno Point.
Dalam diskusi tersebut, Abdullah menduga ada dendam dari Budi Gunawan terhadap KPK. Pasalnya, saat Presiden Jokowi mengajukan daftar nama calon menteri 2014 untuk memperoleh ‘rekomendasi’ dari KPK, nama Budi Gunawan dicoret.
Selain itu, KPK juga menggagalkan karir Budi Gunawan. Abdullah mengungkapkan bahwa sebenarnya Budi Gunawan sempat dicalonkan oleh Presiden Jokowi sebagai calon Kapolri pada tahun 2015 silam. Namun, rencana itu diprotes oleh KPK, dikarenakan Budi menyandang status tersangka oleh KPK saat itu.
“Karena itu maka dendam dari BG (Budi Gunawan) dalam KPK sudah tujuh turunan, sehingga kemudian soal-soal yang dibuat (tes TWK) itu adalah targetnya.” Katanya, Jum’at (4 Juni 2021)
Berbeda Dengan Peraturan Yang Ada
Tak hanya itu, Abdullah juga membahas terkait pemecatan pegawai KPK yang tak lolos TWK. Ia menyebutkan pemecatan 51 pegawai KPK bertentangan dengan UU Nomor 19 tahun 2019, karena dalam UU ini tidak menyebutkan ada wawasan kebangsaan.
“UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK tidak menyebutkan ada wawasan kebangsaan, putusan MK juga tidak menyatakan , putusan MK dan putusan kesepakatan komisi 3 DPR dengan pemerintah ketika membahas UU KPK yang baru ,bahwa menyatakan tidak ada tes twk dan tidak boleh ada pemecatan ,” ujar Abdullah.
Ketakutan Para Oligarki
Menurut nya, semua itu tidak berlaku karena KPK terus menangkapi koruptor dan yang ditangkap adalah para konglomerat. Dan ia menyebutkan, karena inilah KPK dilemahkan.
“Konglomerat adalah para mereka yang oligarki yang menguasai partai-partai besar, maka kemudian berbahaya jika dipertahankan ( KPK ),” ucapnya.
Kemudian, Abdullah juga menduga saat isu pemilihan ketua KPK beberapa tahun silam, para oligarki yang berada di komisi 3 DPR ketakutan lantaran nama Firli masuk dalam daftar tersebut. Menurut ia, jika anggota komisi 3 DPR tidak memilih Firli maka akan membawa masalah besar.
“Ketika seleksi pimpinan KPK 2 tahun lalu, maka Firli ikut sebagai Polda Sumatera Selatan dan kemudian sampai ke DPR , ketika lolos ke DPR, pimpinan KPK mengirim surat kepada DPR, bahwa orang ini ( Firli) bermasalah supaya tidak dipilih.Ternyata semua anggota Komisi 3 DPR waktu itu memilih sudah bulat total firli sebagai ketua KPK,“ jelasnya.
“Kenapa bisa begitu? Karena beliau mantan Deputi Penindakan KPK, mengetahui persoalan orang-orang pansel, mengetahui orang-orang di DPR khususnya komisi 3, sehingga kalao mereka tidak memilih diam aka bisa kemudian bisa menjadi masalah mereka” sambung Abdullah.
Penulis kanzun