(IslamToday ID) – KPK meminta Kementerian Sosial (Kemensos) memperbaiki data penerima bantuan sosial (bansos) Covid-19. KPK juga mendesak kemensos segera menyelesaikan parameter yang menjadi kriteria penerima bansos yang berpaku pada keakuratan perbaikan data tersebut.
Seperti diketahui, di lapangan banyak ditemukan praktik kebocoran, kecurangan, hingga korupsi bansos.
“Parameter disusun sederhana sehingga mudah dipahami dan menjadi standar bagi daerah untuk menentukan ukuran masyarakat miskin dan rentan miskin yang berhak menerima bantuan,” kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding, Rabu (4/8/2021).
Ia mengatakan, data Kemensos sebelumnya mencatat total 193 juta penerima manfaat yang terdiri dari empat data, yaitu Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST), dan Program Keluarga Harapan (PKH).
Lanjutnya, dalam paparan yang disampaikan Mensos Tri Rismaharini kepada KPK terkait perkembangan perbaikan data, Kemensos telah menghapus 52,5 juta data penerima bansos yang terdapat dalam DTKS. Paparan dilakukan Risma pada Selasa (3/8/2021) lalu.
Ipi mengatakan, jutaan data penerima yang dihapus dari DTKS itu lantaran tidak padan nomor induk kependudukan (NIK), data ganda, dan tidak dapat diperbaiki daerah. Sehingga, Kemensos mencatat total 140,4 juta DTKS per 31 Mei 2021.
Ipi melanjutkan, perbaikan dilakukan secara bertahap dengan pemadanan dengan data kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri, verifikasi dan validasi dengan daerah. Serta perbaikan data yang mengakomodasi penambahan usulan baru maupun pengurangan karena dinyatakan tidak layak.
Ia melanjutkan, Kemensos juga melakukan pendampingan intensif kepada pemerintah daerah guna memperbaiki data. Hingga April 2021 tercatat 385 dari 514 Pemda telah melakukan pengkinian data di atas 75 persen dan 17 Pemda tercatat belum menyampaikan perbaikan data.
“Selebihnya sudah menyampaikan perbaikan data pada kisaran 25 hingga 75 persen,” kata Ipi lagi.
Sebelumnya, berdasarkan kajian cepat KPK merekomendasikan Kemensos untuk melakukan perbaikan DTKS. Perbaikan sekurang-kurangnya meliputi aspek administratif, yaitu memastikan data tersebut padan dengan data kependudukan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
KPK mendorong Kemensos untuk melakukan pemutakhiran data bersama Pemda dan memadankan dengan data lembaga lain terkait status pekerjaan seperti ASN, TNI/Polri. KPK juga menekankan perlunya perbaikan tata kelola data di Kemensos dengan mengintegrasikan tiga sumber data internal Kemensos yang dikelola secara terpisah dan tidak terintegrasi.
Selain itu, KPK juga menekankan pada akurasi data penerima bansos untuk memastikan data tidak fiktif dan tidak ganda, sehingga update oleh Pemda mendesak segera dilakukan. KPK juga mendorong dilakukannya berbagi data dengan kementerian/lembaga penyelenggara bansos lainnya.
KPK berharap Kemensos terus memperbaiki kualitas DTKS hingga tuntas dan mempertahankan akurasi datanya dengan melakukan pengkinian berkala setiap bulan. KPK juga mendorong ke depan agar mengoptimalkan penggunaan DTKS sebagai sumber data untuk semua program bantuan pemerintah yang dikhususkan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu.
Gandeng Bareskrim dan Kejaksaan
Mensos Tri Rismaharini menegaskan akan terus mengawal penyaluran bansos hingga sampai ke warga yang pantas menerima. Untuk mengantisipasi bila ada temuan-temuan penyalahgunaan di lapangan, ia telah melibatkan Bareskrim Polri dan kejaksaan.
Ia mengingatkan kepada oknum pendamping sosial, perangkat pemerintahan terbawah baik RT, RW, atau kelurahan dan siapapun yang berinisiatif mencairkan bansos dengan tujuan diselewengkan akan berhadapan dengan polisi dan kejaksaan. Menurut Risma, saat ini sudah banyak kasus bansos yang ditangani polisi dan kejaksaan di daerah.
“Banyak (kasus), sekarang lagi ditangani, ada yang ditangani Bareskrim maupun Kejaksaan Agung,” imbuh Risma.
Pengungkapan dan penyelesaian pungutan liar (pungli) dan penyelewengan bansos ini tidak semudah diharapkan. Karena melibatkan banyak orang sebagai saksi. Apalagi pemeriksaan dilakukan di masa pandemi Covid-19.
Risma mengungkapkan, untuk kasus pungli bansos di Kabupaten Tangerang yang baru ditemukan pekan lalu, saat ini sedang berproses di Kejari Kabupaten Tangerang. Proses pemeriksaannya tidak semudah yang dibayangkan.
“Di Kejari Kabupaten Tangerang saja perlu memeriksa 4.000 orang, jadi artinya tidak mudah memang. Butuh waktu dan butuh SDM yang cukup besar untuk menangani ini, karena saksinya cukup banyak,” terangnya.
Menurut Risma, proses penyaluran Bantuan Sosial Tunai (BST) yang mulai disalurkan sejak diperlakukannya PPKM Darurat hingga perpanjangannya sudah mencapai 95 persen. Risma menegaskan dengan kembali diperpanjangnya PPKM Level 4, maka penyaluran akan dipercepat.
“Kalau yang lain di Jawa, PKH dan BPNT atau kartu sembako (penyalurannya) di atas 98 persen, kalau BST sudah 95 persen,” terangnya.
Kemensos menjalankan tiga program bansos selama PPKM, yakni Kartu Sembako/BPNT, PKH, dan BST. Untuk program Kartu Sembako/BPNT akan menjangkau 18,8 juta KPM dengan indeks Rp 200.000/bulan/KPM, salur Januari-Desember 2021.
BST tahun 2021 menjangkau 10 juta KPM di seluruh Indonesia, termasuk Jabodetabek. Penyalurnya adalah PT Pos dengan indeks bantuan Rp 300.000/KPM selama empat bulan yaitu Januari, Februari, Maret, dan April.
Berikutnya adalah bansos PKH tahun 2021 ada 10 juta penerima manfaat dan penyalurnya adalah Bank Himbara. Penerima manfaat harus memenuhi komponen di antaranya ibu hamil, anak usia dini, anak sekolah, penyandang disabilitas, dan lanjut usia.
Terkait penyaluran bansos, pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap penggunaannya. Risma sejak awal mengingatkan agar bantuan tidak disalahgunakan untuk pembelian barang yang bukan kebutuhan, seperti rokok. Pemerintah menyiapkan alat yang bisa memantau pembelanjaan uang.j
Berikut sejumlah penyimpangan pada penyaluran bansos selama PPKM:
1. Pemotongan Duit Bansos Tunai
Mensos Tri Rismaharini sempat terkejut ketika menemui seorang penerima Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Maryanih yang menyebut harga barang komponen yang diterima tidak sesuai atau tidak genap Rp 200.000 per bulan di Kota Tangerang, Banten.
“Tadi sudah dihitung oleh Bapak yang dari Satgas Pangan/Mabes Polri harga dari komponen yang diterima hanya Rp 177.000 dari yang seharusnya Rp 200.000. Jadi ada Rp 23.000, coba bayangkan Rp 23.000 dikali 18,8 juta,” ujar Risma geram seperti dikutip dari Tempo
Tak hanya itu, penerima bansos lainnya, Aryanih mengaku dimintai uang kresek oleh pihak tertentu yang terkait dengan program bantuan yang ia terima dari Kemensos.
2. Data Penerima Bansos Semrawut
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menerima keluhan sejumlah kepala desa di Kabupaten Klaten soal semrawutnya penyaluran bansos pada rembug desa yang berlangsung secara daring di Semarang, Senin 2 Agustus 2021. Kades Tijayan Joko Laksono terlihat emosional saat menyampaikan semrawutnya data bansos di desanya kepada Ganjar.
“Bansos itu bikin pusing, saya mau curhat, Pak. Saya mau jujur, tidak peduli kalau nanti dimarahi Bu Mensos Tri Rismaharini,” katanya dalam bahasa Jawa.
Joko menjelaskan BST yang didapat di desanya tidak tepat sasaran karena ada beberapa data penerima yang sudah diverifikasi dan dihapus dari penerima yang dianggap sudah mampu, justru kembali mendapatkan bansos.
“Ada yang punya mobil lima, muncul namanya, dia justru malah dapat, padahal sudah kita coret, sudah diverifikasi datanya. Dapat bantuan lagi, pusing saya,” ujarnya.
“Ada lagi cerita teman kami di Cawas. Itu Kadesnya dapat bantuan, Sekdes dapat, itu kan aneh, tapi mereka juga tidak bisa apa-apa, diambil tidak bisa, dialihkan juga tidak bisa. Tolong sampaikan ke Bu Risma,” katanya.
Joko juga menceritakan kisah salah satu koleganya di Desa Nanggulan yang seharusnya ada 261 warga yang dapat PKH, tapi 40 orang dibatalkan. “Padahal itu banyak jandanya, Pak,” katanya.
3. Duit Bansos Ditilap
Mensos Tri Rismaharini menemukan penyimpangan Bantuan Sosial Tunai (BST) di Kabupaten Tuban, Jawa Timur yang dilakukan oknum setempat. Modus yang digunakan yaitu oknum penyalur BST setempat diduga menilap uang BST warga untuk jangka waktu satu bulan. BST yang harusnya diterima penerima bantuan selama tiga bulan, hanya sampai ke tangan penerima bantuan untuk jangka waktu dua bulan.
Sementara itu, atas temuan Mensos tersebut, Polres Tuban berencana memanggil Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (P3A) Kabupaten Tuban Eko Julianto untuk dimintai keterangan.
4. Dana Bansos Dikorupsi
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, Bahrudin mengatakan telah melakukan penyidikan dan menetapkan dua tersangka penyalahgunaan kasus dugaan pungutan liar dan penyimpangan dana bantuan sosial (bansos). Dimana kedua pelaku adalah merupakan pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di 4 Desa di Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang Banten.
“Selain itu masih dilakukan penyidikan kepada 8 pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Kecamatan Tigaraksa yang membawahi 12 desa dan 2 kelurahan, Adapun indikasi kerugian negara sebesar Rp 800 juta dan estimasi yang tidak disalurkan sebesar Rp 3,5 Milyar,” ujar Bahrudi.
5. Kualitas Beras Bansos yang Jelek
Masalah dalam penyaluran beras bansos dari Kementerian Sosial di masa PPKM level 4 terus bermunculan. Di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, ada temuan beras bansos 5 kilogram tidak layak konsumsi.
Anggota Komisi VIII DPR Hasani Bin Zuber menyayangkan masih ada temuan semacam itu. Sebelum bantuan dikirim, kata dia, mestinya ada kontroling langsung dari Kementerian atau dinas terkait untuk memastikan beras berkualitas baik.
Politikus Partai Demokrat ini memastikan akan membawa temuan beras tidak layak makan itu dalam rapat dengan Menteri Sosial Tri Rismaharini hari ini.
Dia meminta Risma memberi sanksi tegas kepada penyedia beras bansos karena sangat merugikan masyarakat. “Soal beras ini akan saya sampaikan ke Bu Risma karena hari ini ada raker FGD, agar jangan sampai terulang lagi,” katanya, saat ditemui di Bangkalan, Rabu, 4 Agustus 2021.
6. Ditemukan Data Ganda
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan tak mengetahui detail soal data ganda Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dalam pembagian bantuan sosial (bansos) di DKI Jakarta. Masalah data ganda itu sebelumnya disampaikan oleh Kepala Dinas Sosial DKI Premi Lasari “Saya tidak tahu persis surat yang dimaksud dari Jakarta,” kata Risma, dikutip dari konferensi pers yang ditayangkan melalui akun YouTube Kemensos RI, Rabu, 4 Agustus 2021.
Risma merujuk kepada pernyataan Premi yang mengatakan Gubernur DKI Anies Baswedan telah mengirim surat ihwal data ganda tersebut kepada Kementerian Sosial. Menurut Risma, Kemensos memang menerima permintaan penyaluran bansos tunai melalui bank. Namun, katanya, Bank DKI dan sejumlah bank lainnya tak menyanggupi. Alasannya, diperlukan waktu sekitar 1,5 bulan untuk membuat rekening penerima bansos. [wip]