IslamToday ID — Penghapusan mural kritik bebeapa hari terakhir seolah menandakan kemerdekaan berpendapat di Indonesia merosot. Kriminalisasi terhadap seniman mural menjadi kado buruk di tengah suasana kemerdekaan.
“Pada peringatan hari kemerdekaan ini Kita seharusnya benar-benar bisa merayakan kemerdekaan. Kita seharusnya bisa merayakan kemerdekaan tanpa pembungkaman,” sebut Fadli Zon dalam kanal Youtube miliknya, Rabu (18/08/2021).
Menurutnya persoalan mural karikatur presiden dengan tulisan ‘404 not found ‘seharusnya tidak menjadi perkara hukum yang serius. Pemerintah seharusnya tidak merasa gentar dengan munculnya mural itu dan mural-mural lainnya.
Fadli Zon juga mengaku miris dengan kemerdekaan 76 RI tahun ini. Pasalnya, selain pademi, terjadi kemrosotan demokrasi . Ia menilai ditengah pandemi ini kemerdekaan berpendapat semakin terbelenggu.
“ Baik kebebasan berpendapat lisan maupun tulisan, kebebasan pers ,kebebasan berserikat dan berkumpu, kebebasan menjalankan agama dan keyakinan dan berbagai macam bentuk kebebasan lain, namun di masa pandemi kebebasan ini makin terkungkung,” tuturnya
Rapot Merah Demokrasi
Fadli Zon menilai selama pemerintahan Presiden Jokowi terjadi stagnasi demokrasi. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor. Pertama, tergerusnya indenpendensi ikon demokrasinya, yaitu KPK dan MK. KPK dan MK semakin tereduksi.
“Allen Hicken, seorang profesor Kajian Asia Tenggara di Universitas Michigan, menyebut bahwa demokrasi Indonesia di era Presiden Joko Widodo telah mandek dan bahkan tergerus karena dua lembaga penting yang selama ini menjadi ikon demokrasi di Indonesia, yaitu KPK dan MK, telah dikooptasi,” jelas Fadli Zon.
Kedua, penurunan indikator vital dalam indeks demokrasi. Mengutip data BPS, Fadli menuturkan, indeks kebebasan berbicara mengalami penurunan. dari 66,17 poin pada 2018 menjadi 64,29 poin pada 2019.
Kemudian, kebebasan berkumpul dari 82,35 poin menjadi 78,03 poin. Peran partai politik yang semula 82,10 poin menjadi 80,62 poin. Terakhir, pemilihan umum yang bebas dan adil turun dari 95,48 poin menjadi 85,75 poin.
Selain itu, ada 3 variabel yang menandakan demoktrasi di Indonesia terpuruk. Seperti ancaman kekerasan yang menghambat kebebasan berekspresi 57,35 poin. Prosentase anggota dewan perempuan 58,63 poin dan demonstrasi kekerasan 30,37 poin.
“Meskipun indeks demokrasi Indonesia secara agregat membaik. Indikator indikator vital tadi menunjukkan bahwa iklim demokrasi di negara kita tidak sedang baik-baik saja,” ungkapnya
Kekuasaan Presiden Makin Besar
Fadli Zon menilai presiden Jokowi seakan memiliki kekuasaan yang absolut. Terkonsentrasinya kekuasaan di tangan Presiden juga dinilai sebagai kemunduran demokrasi.
Contohnya dalam penerbitan Perppu. Presiden kata Fadli, dapat mengubah lebih dari lima undang-undang sekaligus. Dan satu draf RUU, yang mampu mengubah puluhan undang-undang sekaligus, seperti yang terjadi pada Omnibus Law Cipta Kerja.
“Penggunaan kewenangan semacam itu bukan hanya telah memperbesar kekuasaan presiden dibidang legislative, tapi juga memperbesar kekuasaan presiden di bidang yudikatif,” tutur Fadli.
Selian itu iya juga melihat impunitas yang dimiliki Presiden semakin besar. Dahkan DPR tak dapat menggulingkan Presiden, meskipun salah dalam mengambil kebijakan.
“Kini, Presiden tak bisa lagi dengan mudah dijatuhkan oleh DPR. Namun, dengan dalih keadaan luar biasa, melalui Perppu Corona impunitas yang dimiliki pemerintah kini jadi luar biasa. Presiden dan jajarannya tak lagi bisa diajukan ke muka pengadilan,” pungkasnya.
Penulis Kanzun