(IslamToday ID) – KPK menyebut dinasti politik merupakan salah satu pemicu terjadinya tindak pidana korupsi. Pasalnya, yang mendapatkan jabatan dari kerabatnya akan melakukan kebiasaan yang sama termasuk melakukan korupsi.
“Dinasti-dinasti politik di beberapa daerah kini mungkin menjadi salah satu pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata seperti dikutip dari Okezone, Senin (18/10/2021).
Ia melanjutkan, ketika kepala daerah dipimpin selama beberapa periode oleh kerabat atau keluarga atau dinasti tadi, evaluasi terhadap pemerintahan sebelumnya dipastikan tidak berjalan.
“Ada kecenderungan penggantinya itu kalau jadi keluarga, pasti dia akan menutup. Apa? Kekurangan kelemahan yang dilakukan pemerintah. Dan cenderung meneruskan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan pimpinan sebelumnya. Itu yang terjadi,” jelas Alexander.
Selain itu, katanya, adanya dinasti politik karena juga kebutuhan pendanaan dalam pemilihan kepala daerah atau pemilihan anggota legislatif. Sebab, kata Alexander, biaya untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah cukup mahal.
“Dan itu juga karena masyarakat atau pemilih sendiri yang menurut kami di KPK itu juga yang menyebabkan biaya politik itu mahal. Ada tuntutan dari masyarakat, kita tahu semuanya,” katanya.
Tidak hanya itu, ia juga menjelaskan menjelang pemilihan atau hari pencoblosan itu biasanya ditemukan adanya pemberian atau istilah umumnya itu serangan fajar. Pemberian itu yang menyebabkan biaya politik menjadi sangat mahal.
“Belum lagi juga adanya tuntutan atau permintaan yang kita kenal dengan istilahnya itu uang mahar untuk mencari kendaraan politik di parpol-parpol. Nah itu sesuatu yang meskipun tidak terungkap secara terbuka, tapi kita semuanya mendengar dan itu sudah sering disampaikan oleh calon-calon kepala daerah,” ungkapnya.
Hal tersebut pun menjadi perhatian serius KPK. Dan saat ini lembaga antikorupsi itu telah melakukan kajian bersama LIPI agar ada alokasi dana yang cukup dari APBN kepada parpol. “Yang tujuannya apa? Supaya partai politik itu dikelola dengan profesional, dikelola dengan benar. Kaderisasinya juga benar,” pungkasnya. [wip]