(IslamToday ID) – Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sultan Agung (Unisula) Semarang Muhammad Taufiq turut bersuara terkait kasus tewasnya mahasiswi cantik Novia Widyasari Rahayu (23) akibat menenggak racun sianida.
Seperti diketahui, Novia ini mengalami depresi akibat dipaksa aborsi sampai dua kali oleh kekasihnya yang seorang polisi Bripda Randy Bagus Hari Sasongko. Warga Desa Japan, Kecamatan Soko, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur ini ditemukan sudah tak bernyawa di pusara ayahnya.
“Dengan alasan apapun polisi itu tunduknya pada hukum sipil. Polisi tidak punya keistimewaan dan tidak punya hak apapun. Jadi kalau dia (polisi) melakukan kejahatan, justru hukumannya dua. Satu hukuman etika polisi yakni pemecatan, kedua hukuman sipil yakni KUHP,” ungkap Taufiq, Selasa (7/12/2021).
Ia pun mengungkapkan keprihatinannya terhadap kasus ini. Peristiwa tersebut sangat tragis dan melibatkan oknum polisi yang notabene adalah pengayom masyarakat.
“Kalau lihat kasusnya, mahasiswi Novia ini kan anak pintar. Dia diterima Universitas Brawijaya. Dia kan depresi, keluarganya hanya ibunya yang mempercayainya, kakak-kakaknya yang lain malah menyalahkannya. Kemudian ceritanya kan sudah dua kali hamil dan dua kali digugurkan. Dan terakhir ini kan parah, sampai akhirnya dia lebih memilih mengakhiri hidupnya,” ungkap Taufiq.
Menurut Taufiq, polisi tidak boleh menolak perkara dan harus memberikan perlindungan pada korban. Hal itu diatur dalam pasal 16 dan 18 Peraturan Kapolri (Perkap) No 8/2021. Aturan ini juga sejalan dengan UU No 2/2002 tentang Kepolisian, yang di situ diatur bahwa polisi harus memberikan perlindungan dan mengutamakan korban.
“Artinya bukan hanya pelaku saja, korban itu harus didahulukan haknya, dilindungi dulu. Kalau sampai ini terjadi (kasus ini), artinya paradigm polisi belum berubah,” ujarnya.
“Pak Sigit (Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo) ini menurut saya baik, karena dia banyak mengeluarkan aturan, misalnya SE Kapolri No 2/2021 tentang perkara ITE, kemudian Perkap No 8/2021 tentang restorative justice, harusnya setiap pelaporan karena itu menyangkut institusi (kepolisian) harus diperiksa,” tambahnya.
Ia pun berpendapat bagi pelaku yang notabene adalah seorang polisi harusnya hukumannya ditambah sepertiga dari hukuman normal. “Ketentuan itu diatur dalam pasal pembunuhan 338 KUHP. Saya yakin dengan pasal 338 dia (pelaku) kena, karena dia sebagai penegak hukum tahu bahwa tindakannya itu salah,” pungkas Taufiq. [wip]