(IslamToday ID) – KPK menetapkan Walikota Bekasi Rahmat Effendi (RE) sebagai tersangka suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi. Sebelumnya, ia diamankan tim KPK bersama 13 orang lainnya dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kota Bekasi, Jawa Barat pada Rabu (5/1/2022) siang.
“KPK berkesimpulan ada sembilan tersangka dalam operasi tangkap tangan. Sebagai pemberi empat orang. Sedangkan penerima adalah lima orang,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta seperti dikutip dari Kompas, Jumat (7/1/2022).
Ia menjelaskan, OTT tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat yang menginformasikan adanya penyerahan uang kepada penyelenggara negara. Dari laporan tersebut, tim KPK kemudian bergerak menuju sebuah lokasi di wilayah Kota Bekasi.
“Tim mendapatkan informasi jika uang akan diserahkan oleh MB (M Bunyamin) selaku Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi kepada Walikota Bekasi,” ucap Firli.
Selanjutnya, tim KPK melakukan pengintaian dan mengetahui jika M Bunyamin telah masuk ke rumah dinas walikota Bekasi dengan membawa sejumlah uang dan diduga telah diserahkan kepada Rahmat Effendi.
“Tim KPK selanjutnya sekitar pukul 14.00 WIB bergerak mengamankan MB pada saat keluar dari rumah dinas walikota,” jelas Firli.
Setelah tim masuk ke rumah dinas walikota, KPK mengamankan beberapa pihak di antaranya Rahmat Effendi, Lurah Kali Sari Mulyadi alias Bayong, staf sekaligus ajudan Rahmat Effendi, Bagus Kuncorojati, dan beberapa ASN Pemkot Bekasi. “Selain itu ditemukan bukti uang dengan jumlah miliaran dalam pecahan rupiah,” ucap Firli.
Total, KPK menemukan ada Rp 5,7 miliar berupa uang tunai dan buku rekening yang diterima Rahmat Effendi dari anak buahnya terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan tersebut. “Ada Rp 3 miliar berupa uang tunai dan Rp 2,7 miliar dalam buku rekening,” tuturnya.
Tak hanya itu, Rahmat Effendi alias Pepen juga diduga menerima suap untuk proyek pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemkot Bekasi. Pepen disebut meminta suap dengan dalih “sumbangan masjid”.
“Sebagai bentuk komitmen, tersangka RE diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi, di antaranya dengan menggunakan sebutan untuk sumbangan masjid,” ucap Firli.
Pepen diduga campur tangan dan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digusur dan digunakan untuk proyek pengadaan. Lokasi-lokasi itu antara lain pembebasan lahan sekolah di wilayah Rawalumbu senilai Rp 21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar, dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
“Selanjutnya pihak-pihak (swasta) tersebut menyerahkan sejumlah uang melalui perantara orang-orang kepercayaannya,” kata Firli. Orang-orang kepercayaan Pepen ini mulai dari lurah sampai kepala dinas.
Lebih jauh, Pepen juga diduga menerima ratusan juta rupiah dari hasil minta “uang jabatan” kepada pegawai Pemkot Bekasi. “Tersangka RE juga diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai pada Pemerintah Kota Bekasi, sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya di Pemerintah Kota Bekasi,” papar Firli.
“Pada saat dilakukan tangkap tangan, tersisa uang (hasil mengutip para pegawai Pemkot Bekasi) sejumlah Rp 600 juta,” tambahnya.
Sementara, Pepen bungkam usai ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap pengadaan barang dan jasa serta jual beli jabatan oleh KPK. Ia keluar dari Gedung KPK pukul 21.30 WIB menuju Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih.
Pepen enggan menjawab seluruh pertanyaan awak media terkait kasus yang tengah menjeratnya. Politikus Golkar itu juga diam saat ditanya soal kode “sumbangan masjid” yang digunakan untuk menerima suap. [wip]