(IslamToday ID) – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) merilis hasil evaluasi masa sidang II DPR tahun 2021-2022. Formappi menyoroti banyaknya kunjungan kerja (kunker) hingga anggota DPR yang malas rapat.
Evaluasi masa sidang ini diawali dengan sorotan Formappi atas kegiatan kunjungan kerja luar negeri oleh sejumlah anggota DPR ke Kazakhstan. Peneliti Formappi Lucius Karus menyoroti kunjungan kerja yang disebutnya sebagai “aib”.
“Sekelompok anggota DPR melakukan kunker ke Kazakhstan, menarik karena informasi terkait kunker ini kita dapat dari DPR sendiri. Malah Dubes Kazakhstan yang sampaikan itu lewat media sosialnya. Sayangnya status dubes ini dengan cepat dihapus kembali setelah media mulai mencium informasi kunker ini,” kata Lucius dalam kanal YouTube Formappi, Sabtu (8/1/2022).
Ia mengatakan kunjungan kerja ke Kazakhstan tersebut sebenarnya disadari oleh DPR sebagai sesuatu yang salah. Ia mengaku heran DPR paham kegiatan kunker ke Kazakhstan itu sebagai “aib” tapi tetap diikuti.
“Ini satu pemandangan yang saya kira juga menunjukkan betapa kunker luar negeri disadari oleh DPR sendiri sebagai sebuah ‘aib’, jadi sudah sadar itu sesuatu yang tidak seharusnya mereka lakukan tapi masih saja terus dipertahankan. Karena mestinya sebuah tugas negara, ngapain takut di-posting oleh Dubes? Atau mereka sendiri bahkan seharusnya sampaikan itu ke publik terkait rencana kunker ini,” jelasnya.
Peneliti Formappi Bidang Pengawasan, Albert Purwa juga menyoroti kunjungan kerja DPR selama masa sidang I. Ia menyebut DPR telah melakukan 84 kali kunker spesifik (kunker di masa sidang) dan 13 kali kunker di masa reses yang dilakukan oleh komisi-komisi DPR.
Albert menyebut hasil kunker tersebut tidak ada yang ditindaklanjuti pada masa sidang II. Ia menyimpulkan DPR tidak serius menindaklanjuti kunker dan hanya sebatas membuang-buang anggaran.
“Sekalipun komisi-komisi banyak melakukan kunker selama masa sidang I, tetapi tindak lanjut hasil kunker tersebut pada rapat-rapat komisi dengan mitra kerjanya selama masa sidang II tidak ditemukan informasinya. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan kunker oleh DPR masih sebatas formalitas saja, membuang-buang anggaran, plesiran, dan sebagian malah menganggap kunker tidak penting. Kunker yang seharusnya menjadi instrumen utama pelaksanaan fungsi representasi disia-siakan oleh DPR,” ujarnya.
Albert juga menyoroti anggota-anggota DPR yang disebutnya malas rapat. Ia mengatakan pada masa sidang II yang berjumlah 34 hari kerja, DPR hanya melakukan 102 kali rapat dengan rincian:
71 kali rapat komisi
20 kali rapat badan legislasi (baleg)
4 kali rapat BKSAP
3 kali rapat pansus
4 kali rapat paripurna
Sedangkan pada masa sidang I yang berdurasi 38 hari kerja, Albert menyebut DPR melakukan 271 kali rapat. Rinciannya:
221 kali rapat komisi
18 kali rapat baleg
2 kali rapat BKSAP
4 kali rapat BAKN
12 kali rapat Badan Anggaran (Banggar)
14 kali rapat-rapat pansus
“Berdasarkan data dan fakta tersebut dapat dikatakan bahwa pada MS II TS 2021-2022 DPR malas melakukan rapat-rapat. Karena itu pernyataan Ketua DPR pada Pidato Pembukaan MS II yang antara lain akan secara efektif mendorong pemerintah agar kinerjanya semakin baik dalam pelayanan kepada masyarakat, juga dapat dikatakan hanya pepesan kosong,” ucap Albert.
Ia mengatakan pandemi Covid-19 tak bisa dijadikan alasan anggota DPR bermalas-malasan untuk rapat. Menurutnya, berdasarkan pasal 254 ayat (4) Peraturan DPR No 1/2020, rapat-rapat DPR sah dilakukan secara virtual dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
“Sekalipun begitu, seperti juga pada masa-masa sidang sebelumnya, pada MS II ini para anggota DPR juga malas menghadiri rapat-rapat, baik komisi, maupun AKD lainnya serta rapat paripurna,” ujarnya.
Meski demikian, Formappi tetap memberikan apresiasi berkaitan dengan fungsi legislasi DPR pada masa sidang II. Ia mengatakan DPR telah menyelesaikan enam RUU menjadi UU pada masa sidang II.
6 RUU yang disahkan tersebut adalah:
1. RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD);
2. RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau, Pengadilan Tinggi Sulawesi Barat, Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara, dan Pengadilan Tinggi Papua Barat;
3. RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Palembang, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Banjarmasin, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Manado, dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Mataram;
4. RUU tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Agama Bali, Pengadilan Tinggi Agama Papua Barat, Pengadilan Tinggi Agama Kepulauan Riau, Pengadilan Tinggi Agama Sulawesi Barat, Pengadilan Tinggi Agama Kalimantan Utara;
5. RUU tentang Perubahan Undang Undang No 38 Tahun 2004 tentang Jalan; dan
6. RUU tentang Perubahan Undang Undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI
“Dari sisi kuantitas, capaian 6 RUU pada MS II ini terbilang menggembirakan. Pertama kalinya DPR 2019-2024 mampu bersinar dalam satu masa sidang dengan torehan pengesahan RUU prioritas terbanyak sejak dilantik pada 2019 lalu. Tidak main-main 6 RUU,” pungkas Albert. [wip]