(IslamToday ID) – Jajaran kepolisian membentuk tim untuk melakukan pemantauan terhadap kebijakan pemerintah yang menetapkan harga minyak goreng satu harga Rp 14.000 per liter di seluruh ritel modern yang tercatat sebagai anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mulai Rabu (19/1/2022).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan mengatakan kepolisian bakal melakukan penindakan hukum apabila ditemukan masyarakat memborong minyak tanpa sesuai aturan dengan memanfaatkan kebijakan tersebut.
“Polri membentuk tim monitoring ke wilayah, lakukan monitoring kegiatan produksi, distribusi dan penjualan minyak goreng, lakukan penindakan bila ada upaya aksi borong dan penimbunan, khususnya minyak goreng kemasan premium,” kata Ramadhan seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (21/1/2022).
Ia mengatakan penindakan hukum tersebut akan mengacu pada Pasal 107 UU No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Menurutnya, pengepul bahan pokok dapat terancam pidana penjara hingga 5 tahun atau denda Rp 50 miliar.
Menurut Ramadhan, saat ini Polri telah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Dinas Perdagangan di tingkat provinsi, kota/kabupaten untuk dapat menerbitkan pelaksanaan teknis penjualan minyak satu harga. Dimana, nantinya pembelian tiap masyarakat akan dibatasi.
“Dibatasi 2 liter setiap pembelian, guna antisipasi adanya aksi borong dan penimbunan,” tambahnya.
Sebagai informasi, kebijakan ini akan diberlakukan tak hanya di ritel modern. Namun, harga minyak satu harga juga akan berlaku di pasar tradisional setelah satu pekan ketentuan tersebut disahkan.
Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengancam produsen ataupun perusahaan minyak goreng yang menjual harga di atas Rp 14.000 dengan sanksi hingga pencabutan izin usaha. Pasalnya, ia mengatakan program ini akan berlangsung hingga enam bulan ke depan.
Lutfi mengatakan pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp 7,6 triliun untuk membiayai subsidi 250 juta liter minyak goreng kemasan per bulan. Jumlah itu setara 1,5 miliar liter selama enam bulan bagi masyarakat.
“Produsen atau eksportir yang tidak mematuhi ketentuan maka akan dikenakan sanksi berupa pembekuan atau pencabutan izin. Kami mengingatkan pemerintah akan mengambil langkah yang sangat tegas,” kata Lutfi, Rabu (19/1/2022). [wip]